| | | |
Written by madi | |
Selasa, 02 Maret 2010 (sumber Tribun Batam,versi asli) | |
BATAM, TRIBUN - Perseteruan menyangkut pengelolaan izin titik reklame antara Pemko dan Otorita Batam (OB) membuat pengusaha periklanan prihatin. Polemik itu membuat pemasang reklame di setiap sudut kota merasa khawatir akan keamanan iklan produk mereka. Padahal mereka sudah mengeluarkan dana besar untuk membuat dan mengurus izin reklame tersebut. Para pemasang iklan itu pun bertanya-tanya kepada para pengusaha iklan yang tergabung dalam Assosiasi Pengusaha Periklanan Batam (APPB). Ketua APPB, Sarno Ahmad, mengatakan akibat perseteruan itu banyak yang membatalkan pemesanan titik reklame. Ia khawatir perseteruan ini bisa membuat pengusaha reklame gulung tikar. “Harapan kami dalam proses pengurusan penyelenggaraan reklame bisa cepat, biaya yang murah, dan birokrasi tidak bertele-tele,” jelasnya. Apakah dia setuju apabila titik konstruksi reklame ini ditenderkan sesuai harapan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Batam? Sarno dengan tegas mengatakan tidak setuju. Alasannya, jika ini ditenderkan akan mematikan pengusaha lokal karena pengusaha luar yang banyak modal bisa masuk dan memenangkan tender tersebut. “Jangan kita tidak dapat apa-apa karena ada pengusaha luar memenangkan tender,” tegas dia. APBB sendiri merupakan asoasiasi perusahaan periklanan. Ada 17 pengusaha dalam asosiasi ini. Mereka bisa mengurus order pemasangan iklan yang biasa menghiasi sudut kota terutama di pinggir jalan dalam kota seperti Jodoh, Nagoya, Bandara, dan pelabuhan-pelabuhan. Acai, seorang anggota APPB mengaku tidak masalah siapa pun nantinya yang menangani periklanan asalkan pemerintah men-support pengusaha. “Kami ingin taat aturan, tapi kalau kami tidak didukung tentu kami akan mengalami kesulitan. Harapan kami biaya yang sudah dikeluarkan jangan lagi sampai bertambah setelah ditangani satu instansi,” tambah dia. Ketika ditanya berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengurus titik konstruksi reklame? Sarno maupun Acai tidak menyebut angkanya. Keduanya mengungkapkan menyangkut angka-angka ini agak sulit. Yang jelas dalam berbisnis itu ada konsep tahu sama tahu (TST). Jika ini tidak dipakai tentu akan sulit. Dalam rapat koordinasi (rakor) antara OB, DPRD, dan Pemko Batam di Hotel Vista, beberapa waktu lalu, sudah disepakati bahwa penyelenggaraan reklame akan dilaksanakan sesuai Peraturan Daerah No 5 tahun 2009 tentang Retribusi penggunaan tanah dan atau bangunan yang dikuasai Pemerintah Daerah untuk pemasangan reklame, dan dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan OB. Namun rekomendasi ini tidak berjalan mengingat sudah empat kali dilakukan rakor dan menghasilkan rumusan-rumusan, namun dalam praktiknya masih jauh dari harapan. Bahkan saat Dispenda memasang 10 reklame milik perusahaan rokok, di kawasan tepi jalan depan Mega Mall Batam Centre, tiba-tiba dibongkar Dirkimtranaker OB, Fitrah Kamaruddin, dengan alasan tidak punya izin. Reklame itu pun ia simpan di gudang OB. Fitrah beralasan izin tersebut masih dipegangnya. Ia enggan menyerahkan izin itu ke Dispenda Pemko, karena sudah ada memourandoum of understanding (MoU) OB-Pemko soal pengelolaan izin titik reklame tersebut. Potensi pajak daerah dari ratusan titik reklame ini sendiri diperkirakan mencapai Rp 3 miliar per tahun. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar