Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 11 Maret 2010

Debit Air Dam Seiladi Turun Drastis





Written by Evi Risdiyanti ,
Wednesday, 10 March 2010 09:26 (sumber Batam Pos,versi asli)

Kebakaran hutan yang kian marak membuat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) khawatir. Terlebih dengan tidak turunnya hujan selama tiga bulan, debit air terus surut.

BKSDA mencatat, selama Januari-Februari tercatat 10 titik kebakaran hutan. ”Data tersebut hanya hutan yang dipadamkan oleh polisi kehutanan. Tidak termasuk yang dipadamkam Penanggulangan Bahaya Kebakaran (PBK) Otorita Batam (OB). Mungkin jumlahnya lebih banyak,” kata Kepala Daerah Operasional BKSDA Batam, Syailendra Djawar di Sekupang, kemarin (9/3).

Syailendra menjelaskan, kebakaran hutan yang bisa dikatakan perambahan hutan merupakan faktor terbesar yang menyebabkan debit air turun. Hutan yang sudah rusak menyebabkan akar tanaman tidak bisa menyerap air. ”Kita perhatikan debit air yang paling turun drastis adalah Seiladi,” tuturnya.
Menurut Syailendra, sejak ditetapkannya otonomi daerah 2002 lalu, kawasan hutan terbagi dua. ”Hutan konservasi meliputi hutan wisata dan hutan buru dikelola Departemen Kehutanan sedangkan hutan lindung dikelola Pemko Batam,” imbuhnya.

Kebakaran hutan yang marak terjadi sebagian besar terjadi di hutan lindung. BKSDA memprediksi dan yakin kebakaran hutan tersebut akibat tangan jahil yang sengaja membakar hutan untuk membuka lahan. ”Tindakan Pemko hanya sebatas memadamkan api tersebut namun tidak dilanjutkan proses hukum. Sebetulnya ada Undang-Undang yang mengatur, setiap kebakaran hutan bisa diproses hukum,” terangnya.

Namun, Syailendra tak menampik banyaknya kebakaran hutan karena cuaca yang tidak bersahabat. BKSDA pun menetapkan kondisi cuaca sedang ekstrim artinya kebakaran hutan sangat mungkin terjadi.
BKSDA mencatat, daerah yang paling rawan terjadi kebakaran adalah hutan di wilayah Aviari, Tembesi dan Dam Mukakuning. ”Kita lihat dan kaji dari cuaca yang sangat panas, kelembaban udara yang menurun tajam, tanah yang sangat kering serta kadar air hampir tidak ada,” jelasnya.

Berkurangnya hutan, lanjut Syailendra, juga akibat pemerintah yang seakan tidak mengerti. Contohnya di wilayah Rempang-Galang. Wilayah tersebut jelas hutan buru di bawah pengelolaan Dephut, namun terdapat pengumuman yang menyatakan lahan tersebut sudah keluar PL dari OB.

”Memang OB diberikan kuasa mengelola lahan di Batam oleh Kepres. Namun Dephut mempunyai kewenangan mengelola hutan dan ditetapkan dengan Undang-Undang,” tegasnya.

Dengan kasus ini, BKSDA Batam pun tak segan melaporkan ke Dephut untuk diambil tindakan. ”Tampaknya sudah mulai ada titik terang dan proses hukum terus berlanjut,” katanya.

Sekarang, OB pun terlihat sudah mengerti. ”Sebelum membuka lahan, setidaknya OB meminta izin dulu ke Dephut melalui BKSDA apabila ada hutan baru yang mau dialihfungsikan,” serunya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar