Selasa, 09 Maret 2010 (sumber Sijori Mandiri,versi asli) | |
BATAM - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam Tatang Sutarna bertekad menuntaskan kasus dugaan korupsi dalam pengalokasian lahan Dam Baloi yang masih berstatus hutan lindung. Terkait kasus ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam sudah mulai meminta keterangan dari pengusaha penerima alokasi lahan Dam Baloi. Kejari juga telah menyurati Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana uang wajib tahunan OB (UWTO) yang telah disetor para pengusaha penerima alokasi lahan. "Saya akan tuntaskan kasus ini dan semua pihak yang terlibat akan kita panggil dan dimintai keterangan. Yang jelas kita akan usut terlebih dahulu aliran dana UWTO. Untuk kita gandeng PPATK untuk menelusurinya," ujar Tatang, Senin (8/3). Tatang mengaku, anggota Komisi III DPR dalam pertemuan di lantai 5 Graha Kepri, Batam Centre, kemarin juga memberikan perhatian terhadap pengusutan kasus Dam Baloi. Kata dia, Komisi Hukum DPR itu berjanji akan menyampaikan surat kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) agar menindaklanjuti kasus ini. Selain masalah hutan lindung dialihfungsikan menjadi lahan komersil, kata Tatang, kasus Dam Baloi juga menyangkut dana UWTO yang telah diserahkan pengusaha ke rekening UWTO di Bank Mandiri. Dukungan penuh dari Komisi III, kata Tatang, memberikan dorongan kepada jajaran Kejari Batam agar bisa menuntaskan kasus tersebut. Tatang mengatakan, minggu ini tim Kejari Batam akan menuntaskan tahapan meminta keterangan dari seluruh pengusaha yang telah mendapat pencadangan lahan di Dam Baloi. Ketua Komisi I DPRD Kepri Sukri Fahrial membenarkan masalah Dam Baloi termasuk salah satu hal yang dipertanyakan dalam pertemuan dengan 17 anggota Komisi III DPR di Graha Kepri, kemarin. Namun, kata Sukri, masalah itu langsung mendapat tanggapan dari Ketua Otorita Batam (OB) Mustofa Widjaja yang hadir dalam pertemuan itu. Mustofa berjanji akan mendalami kasus itu. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempermasalahkan pengelolaan UWTO sebesar Rp44.295.671.250 yang disetorkan oleh 10 pengusaha penerima alokasi lahan di Dam Baloi. BPK menganggap penggunaan UWTO sejak tahun 2003 dari hasil pemberian izin prinsip kepada 10 pengusaha itu tidak sah karena menyalahi beragam aturan. Sayangnya, BPK mengalami kesulitan dalam menelusuri aliran dana UWTO karena banyak data terkait kasus ini kini dipegang KPK. Berdasarkan penelusuran BPK terhadap rekening koran Bank Mandiri Cabang Batam nomor 109-000415812-7, diketahui bahwa dari penerimaan UWTO sebesar Rp44 miliar didistribusikan kepada Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam sebagai bagi hasil, biaya konsultan, ganti rugi lahan, penyiapan kavling dan biaya operasional. Dari temuan BPK itu terungkap bahwa pada tanggal 30 April 2008 telah dilakukan penutupan atas rekening bersama Pemko dan OB di Bank Mandiri Cabang Batam dan saldonya sebesar Rp15,4 miliar disetor ke rekening OB di BNI Cabang Batam nomor 0115689364. Saldo itu terdiri dari sisa UWTO sebesar Rp11,5 miliar, JPPL Rp1,104 miliar, dan jasa giro setelah dikurangi pajak sebesar Rp2,782 miliar. (sm/nn/li/bp) |
Info Barelang
Selasa, 09 Maret 2010
Kajari Bertekad Tuntaskan Kasus Dam Baloi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar