| | |
Written by Redaksi , Thursday, 11 March 2010 08:50 (sumber Batam Pos,versi asli) |
Akibat Kebocoran di Mesin PLTD Kawasan perairan di Tanjunguma diduga dicemari limbah minyak hitam marine fuel oil (MFO) yang tumpah dari mesin pembangkit PLTD milik PT PLN Batam di Baloi, kemarin (10/3). Tumpahan minyak ini mencapai 1 ton. Lutfi Nazi, Sekretaris PT PLN Batam membenarkan rembesan minyak tersebut berasal dari pembangkit PLTD Baloi akibat melemahnya kekenyalan pada seal (karet) katup (valve) tangki penyimpan bahan bakar. Ia juga menjelaskan rembesan minyak tersebut bukanlah limbah oli kotor dari mesin pembangkit. Melainkan MFO yang keluar melalui katup yang mengalami kehausan, akibat suhu panas di Batam ini sejak beberapa bulan terakhir. ”Namun adanya hujan besar yang terjadi sejak dini hari mengakibatkan genangan rembesan pada tembok pengaman meluap dan terbawa arus drainase hingga mencapai jarak yang cukup jauh dan tidak dapat dihindari,” ujar Lutfi kepada sejumlah wartawan di Batam Centre, kemarin (10/3). Meski PLN Batam mengklaim hanya rembesan, namun melihat banyaknya minyak hitam yang mengalir di sungai sepanjang 5 kilometer hingga ke laut di kawasan Tanjunguma, besar kemungkinan MFO itu tumpah, bukan merembes. Tak Bisa Melaut Sejumlah nelayan di Kampung Nelayan, Kelurahan Tanjunguma mengaku tak bisa melaut. Selain itu mereka mengklaim puluhan ton berbagai jenis ikan dan udang dari sekitar 20-an keramba milik mereka juga terancam mati. Menurut para nelayan, tumpahan minyak hitam yang menutupi seluruh keramba itu diketahui, kemarin sejak pukul 05.00 dinihari ketika sebagian nelayan hendak melaut dan memberi makan ikan dan udang yang mereka budidayakan di sekitar muara sungai Baloi tersebut. ”Kami terkejut, tiba-tiba banyak tumpahan minyak yang mengapung di atas permukaan air. Kami juga tak bisa menjala ikan dan udang karena minyak juga menempel di jala,” ujar Tengku Isye, nelayan yang mengaku tiga kerambanya tercemar minyak, kemarin. Pria 58 tahun ini mengaku cemas jika tumpahan minyak itu membunuh ikan dan udang di keramba yang telah mereka budidayakan belasan tahun di kawasan tersebut. Pria yang akrab disapa Is itu mengemukakan, beberapa tahun lalu para nelayan mengalami kerugian cukup besar akibat tumpahan oli dari kapal tongkang yang karam dekat perairan tersebut yang mengakibatkan ikan serta mangrove di kawasan itu mati. ”Ini bukan yang pertama kali. Kami pernah merugi jutaan rupiah dan berhenti melaut selama berbulan-bulan hingga laut itu benar-benar bersih dari limbah,” katanya. Isye mengungkapkan, setelah melihat adanya tumpahan minyak, ia dan beberapa nelayan langsung menghubungi instansi terkait dalam hal ini Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapedalda) dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Ridwan, Ketua RW 09 Kampung Nelayan mengaku limbah yang mengalir melalui drainase sungai Baloi itu bisa merusak keramba nelayan. Ia berharap pihak yang sengaja membuang atau membiarkan limbah itu mengalir mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kiki, warga perumahan Taman Kota Baloi mengemukakan, limbah yang mengalir dan menempel di badan drainase sepanjang hampir 5 kilometer itu juga menimbulkan bau menyengat yang mengganggu aktivitas warga. Ia juga mengungkapkan cairan warna hitam pekat itu telah mengalir sejak lama namun volumenya sedikit dan tidak menempel di dinding dan rumput-rumput sepanjang sungai. ”Sudah lama ada rembesan minyak tapi volumenya tak sebanyak kali ini,” katanya. *** |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar