Rabu, 24 Maret 2010 (sumber Sijori Mandiri,versi aslI)
| |
Kherjuli, Ketua Harian LSM Air Lingkungan dan Manusia (ALIM) Kepri
Pemerintah hendaknya menghapus bunga pinjaman dan komitment fee tanpa harus menunggu persyaratan penyesuaian tarif PDAM oleh pemerintah daerah dan pinjaman pokok PDAM juga harus diputihkan dan diakui sebagai penyertaan modal Pemerintah dengan pertimbangan antara lain: air, bumi dan tanah dikuasai sepenuhnya oleh Negara untuk kemakmuran rakyat. Negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok air bersih minimal untuk kebutuhan hidup sehari-hari (air minum). PDAM merupakan institusi milik pemerintah daerah yang melayani hajat hidup orang banyak. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan air baku untuk air minum rumah tangga. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin pendistribusian air selama 24 jam per hari dengan kwalitas air yang langsung layak diminum terhitung Januari 2008. Tanggungjawab Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum sepenuhnya berada pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pelayanan PDAM belum optimal karena pasokan listrik di daerah sebagai energi utama penggerak operasional PDAM belum maksimal sehingga pelayanan sulit dioptimalkan dan dengan sendirinya Tarif air sulit dinaikan. Disamping itu, Tarif Dasar Listrik (TDL) yang dibebankan kepada PDAM dikelompokan kedalam tarif industri sehingga menyebabkan biaya operasional PDAM melambung. Ketersediaan air baku untuk air minum semakin terbatas yang merupakan dampak dari global warning dan lemahnya penegakan hukum oleh Pemerintah terhadap perlindungan kawasan lindung yang berfungsi sebagai tata kelola air. UUD 1945, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) serta peraturan perundangan yang terkait telah meletakan 8 (delapan) konsepsi diatas sebagai suatu landasan untuk menghapus pinjaman pokok PDAM sehingga upaya percepatan penyediaan air minum di daerah dapat segera dilakukan. Bilamana hal tersebut tidak menjadi dasar dan perlu dibuat regulasi yang mendasar sebaiknya segera dibuat. Meskipun demikian, air minum yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah tidak harus gratis. Masyarakat harus mendapatkannya dengan cara membayar jasa pelayanan air minum karena hal itu merupakan wujud peran serta masyarakat. Masyarakat juga sejak dulu tidak keberatan mengeluarkan uang demi mendapatkan air, yang terpenting air harus tersedia secara cukup merata dengan mutu yang baik. Data UNESCO menyebutkan bahwa saat ini belum separuh penduduk dunia mampu mengakses air bersih/air minum. Di Indonesia sendiri cakupan rata-rata pelayanan PDAM secara nasional baru sekitar 40 persen sedangkan di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau rata-rata cakupan pelayanan PDAM sebesar 41 persen. Meskipun di Tanjungpinang cakupan pelayanan air minum PDAM masih relatif kecil namun yang terjadi di Batam sudah sangat menggembirakan. Rata-rata cakupan pelayanan PT. ATB sekitar 90 persen dan berada diatas rata-rata cakupan PDAM secara nasional, melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015 sebesar 66 persen dan target millennium devolepment goals 2015 sebesar 82 persen di perkotaan. Tentu sangat menggembirakan kita semua terutama warga Batam. Hal tersebut harus dipertahankan dengan menambah Dam baru sebagai sumber air baku untuk mengatisipasi lonjakan penduduk di Pulau Batam. Percepatan penyediaan air minum adalah percepatan air minum rumah tangga melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Berdasarkan PP No 16 tahun 2005 ditegaskan bahwa terhitung Januari 2008 air minum dengan system perpipaan sudah harus mengalir 24 jam per hari dan langsung layak diminum. Sedikit sekali PDAM di tanah air mampu merealisasikannya. Di Bogor dan Batam misalnya, belum semua area pelayanan PDAM mampu melayani air minum yang langsung layak diminum. Hanya lokasi tertentu saja yang dikenal dengan Zona Air Minum Prima (ZAMP). Ditengah ketidakmampuan PDAM, air minum dengan system non perpipaan (air minum isi ulang) yang dikelola oleh pedagang/pengusaha saat ini keberadaanya semakin menjamur. Ini membuktikan bahwa permintaan air minum semakin meningkat. Meskipun harganya relatif mahal berkisar Rp 4.500 hingga Rp 5.000 per gallon, tetapi sangat mudah diperoleh dan dapat langsung diminum. Bila dibanding dengan yang dikelola PDAM, tentu harganya jauh berbeda. Perbedaan itu hanya dikarenakan air PDAM dikelola Pemda, kadang-kadang tidak mengalir dan harus dimasak terlebih dahulu sebelum diminum yang sudah tentu membutuhkan tenaga, waktu dan biaya. Tetapi bagaimana dengan pelanggan PDAM yang airnya mengalir terus menerus, wajarkah mereka membayar dengan harga yang tidak ekonomis itu? Ironisnya, disatu sisi Pemerintah menginginkan agar air minum PDAM sudah dapat langsung diminum tetapi dilain sisi masalah harga (Tarif) kerapkali dijadikan komoditas politik dengan dalil membela kepentingan masyarakat. Bila ingin membela kepentingan masyarakat, justru harga jual air minum isi ulang berkisar Rp 4.500 hingga Rp 5.000 per gallon dan air mobil tangki yang mencapai Rp 30.000 hingga Rp 40.000 permeter kubik dikendalikan sehingga tidak terlalu membebani ekonomi rumah tangga miskin. Atau PDAM tidak diwajibkan melayani air yang dapat langsung diminum karena sudah ada air minum non perpipaan yang bisa diperoleh dengan mudah. PDAM cukup melayani air bersih saja. Bayangkan bila air PDAM sudah mengalir 24 jam dan dapat langsung diminum, kemudian harga jualnya disamakan dengan harga air minum isi ulang, tentu sangat menguntungkan bagi PDAM dan merugikan masyarakat karena 1 galon yang berisi 19 liter itu dijual dengan harga Rp 4.500 atau Rp 236.842 per meter kubik. Untuk memenuhi standard minimal pemakaian rumah tangga sebanyak 20 meter kubik per bulan maka paling sedikit harus mengeluarkan uang Rp 4.736.840. Sungguh sangat tidak masuk akal bila setiap rumah tangga harus mengeluarkan uang diatas UMR bahkan diatas penghasilan pejabat esolan III dan IV dilingkungan birokrasi untuk memperoleh air yang langsung layak diminum. Betul, kalau untuk kebutuhan air minum saja memang tidak sejumlah itu. Permasalahannya air PDAM bukan saja untuk air minum tetapi juga untuk keperluan mandi, mencuci, menyiram bunga, mencuci kendaraan bahkan untuk buang hajat bagi yang tidak memiliki air alternatif. Lalu bagaimana cara membatasinya dan menentukan tarif air agar tidak menjadi kontroversial antara tarif air PDAM dengan tarif air minum di pasaran, bila secara kwantitas dan kwalitas sudah menunjukan parameter yang sama? Terlepas dapat langsung diminum atau tidak, yang jelas bila air PDAM sudah tidak mengalir tentu tidak ada yang bisa dimasak untuk diminum. Jadi memang ketersediaannya dulu yang harus diupayakan dalam jumlah yang cukup, barulah kemudian kwalitasnya. Bila kedua-duanya bisa dipenuhi maka akan semakin bagus. Untuk itu optimalisai waduk yang merupakan sumber air baku untuk air minum rumah tangga yang terdapat di Kepri harus segera dilakukan. Kemudian melakukan pengawetan air dan mencari sumber air baku alternatif untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dimasa akan datang. Tak kalah pentingnya, mari kita duduk bersama mendiskusikan masalah percepatan penyediaan air minum dan kontroversial harga air. Kami membuka diri untuk segala masukan dan kritikan Anda melalui: kherjuli.wordpress.com atau laskar air.blogspot.com dengan email: kherjuli@yahoo.co.id *** |
Info Barelang
Kamis, 25 Maret 2010
Penyediaan Air Bersih dan Kontroversi Harga Air
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar