Kamis, 04 Maret 2010 (sumber Sijori Mandiri,versi asli) | |
BATAM-Kejari Batam mulai intens memproses dugaan korupsi alih fungsi lahan Dam Baloi dari status hutan lindung menjadi kawasan komersial yang melibatkan pejabat dan mantan pejabat di daerah ini. Kejari Batam akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) guna mengetahui aliran dana Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) senilai Rp40 miliar. Penyidik Kejari Batam juga telah menghimpun data tentang penandatangan berita acara kesepakatan antara Pemko Batam dan OB yang dibuat di Swiss Hotel Singapura tanggal 27 Agustus 2003 silam yang berisi tentang perjanjian pembagian UWTO dan juga penanganan pembangunan di lahan Hutan Lindung Dam Baloi. Demikian dikatakan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Tatang Sutarna kepada Sijori Mandiri, Rabu (3/3). Menurut Tatang, Kejari Batam akan menggandeng lembaga PPATK untuk mengusut aliran dana UWTO guna mengungkap ke mana dana tersebut bersarang. Sebab dari penyelidikan yang telah dilakukan pihak Kejari Batam, rekening Bank Mandiri yang digunakan khusus untuk menyimpan dana UWTO telah dibekukan. Tatang lebih lanjut menjelaskan, ia telah memerintahkan staf untuk menyurati agar PPATK guna bisa membantu menelusuri aliran dana yang diduga dialirkan ke beberapa pihak. "Tapi secara lisan saya sudah koordinasi dengan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan agar bisa membantu kita dalam mengusut aliran dana UWTO," ujar Tatang. Penelusuran aliran dana menyusul para pengusaha pada tahun 2004 silam menyetor dana UWTO ke rekening Bank Mandiri. Namun demikian setelah pihaknya melakukan pengecekan ternyata nomor rekening tersebut sudah dibekukan. Selain meminta keterangan dan menggandeng PPATK kata Tatang pihaknya juga telah mengumpulkan sejumlah data diantaranya berita acara kesepakatan antara Pemko Batam dan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OB) yang dibuat di Swiss Hotel Singapura tanggal 27 Agustus 2003 silam. Berita acara tertera dua nomor masing-masing nomor 02/BA/HK/VIII/2003 dan 03/KA/BAVIII/2003 ditandatangani Walikota Nyat Kadir sebagai pihak pertama, Ismeth Abdulah, Ketua Otorita Batam sebagai pihak kedua dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, Faisal Tamin sebagai pihak yang menyaksikan. Dalam berita acara, kedua belah pihak menyepakati pembangunan Kawasan Hutan lindung Dam Baloi menjadi Land Mark Kota Batam dengan beberapa point kesepakatan. Point kesepakatan diantaranya, kawasan itu disepakati jadi aset milik bersama ataran Pemko Batam dan OB dengan ketentuan Pemko Batam memiliki bagian 50 persen dan OB 50 persen. Masing-masing berhak menetapkan investor untuk pengembangan pada bagian lahan masing-masing. Kedua belah pihak juga menyepakati pembiayaan UWTO masing-masing diperhitungkan Pemko Batam 50 persen dan OB 50 persen. Dan dari 10 persen UWTO yang diperoleh tersebut 50 persen diantaranya digunakan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Sisa 50 persen dibagi 25 persen untuk PAD dan 25 persen untu Kas OB. Untuk mempercepat pembanguan Land Mark Kota Batam akan dibentuk suatu team task force. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kejari Batam mengambil alih kasus dugaan korupsi pengalokasian lahan Dam Baloi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengambilalihan kasus yang sudah lama mengendap ini diungkapkan Kepala Kejari Batam Tatang Sutarna, Selasa (2/3). Tatang menuturkan, beberapa waktu lalu Kejagung telah memerintahkan Kajari Batam Suharto Rasidi untuk menangani kasus tersebut namun tidak dilakukan karena sudah ditangani KPK. Terakhir, kata Tatang, Kejagung kembali menanyakan kepada KPK perihal penanganan kasus itu. Sejak pekan lalu, kata Tatang, tim Kejari Batam telah meminta keterangan dari empat pengusaha yang mendapat alokasi lahan di Dam Baloi. Enam pengusaha lain yang juga memperoleh pencadangan lahan di Dam Baloi akan dimintai keterangan dalam waktu dekat. Dari keterangan sejumlah pengusaha yang sudah dimintai keterangan, jelas Tatang Sutarna, mereka mengajukan permohonan alokasi lahan Dam Baloi tahun 2003 dan dikabulkan. Selanjutnya, tahun 2004, para pengusaha tersebut membayar UWTO atas lahan yang dicadangkan kepada mereka. Namun, hingga kini para pengusaha tersebut tidak kunjung bisa memanfaatkan atau membangun lahan yang dialokasikan kepada mereka karena Menteri Kehutanan (Menhut) belum menyetujui alih fungsi Dam Baloi dari hutan lindung menjadi kawasan komersial. Kejari Batam akan meminta keterangan dari sejumlah pejabat OB dan Pemko Batam, terutama mantan Direktur Pengelolaan Lahan OB Agus Hartanto. Ketua OB kala itu dijabat oleh Ismeth Abdullah sementara Nyat Kadir dan Asman Abnur masing-masing menjabat sebagai Walikota dan Wakil Walikota Batam. (sm/nn) |
Info Barelang
Kamis, 04 Maret 2010
Negosiasi Dam Baloi di Swiss Hotel Singapura
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar