Dampak Reklamasi PT MAI
BATUMERAH (HK)- Sebanyak 60 kepala keluarga (KK) yang berada di kawasan reklamasi PT Metal Asia Internasional (MAI) di Batumerah, Batuampar, menagih janji perusahaan dan janji pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam yang telah menyepakati memberikan ganti rugi kepada masyarakat.
BATUMERAH (HK)- Sebanyak 60 kepala keluarga (KK) yang berada di kawasan reklamasi PT Metal Asia Internasional (MAI) di Batumerah, Batuampar, menagih janji perusahaan dan janji pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam yang telah menyepakati memberikan ganti rugi kepada masyarakat.
Karena penilaian masyarakat, lebih cepat diberikan ganti rugi tersebut, maka masyarakat bisa lebih tenang dan perusahaan lebih aman menjalankan aktivitasnya.
"Kami masih menunggu ganti rugi yang sudah dijanjikan. Lebih cepat lebih baik," ujar Rs, salah seorang warga setempat yang juga masuk Tim Peduli Kampung Tua, saat dihubungi Haluan Kepri, Selasa (11/9).
Menurutnya, janji akan pemberian ganti rugi, seharusnya menjadi persyaratan untuk terciptanya pelaksanaan reklamasi yang aman dan tidak dikhawatirkan memunculkan gejolak. Karena keberadaan masyarakat sangat mudah terprovokator sehingga harusnya ganti rugi tersebut menjadi prioritas.
"Memang sudah ada kesepakatan ganti rugi, tapi inikan jadi tanda tanya kapan realisasinya? jangan sampai masyarakat kembali terpancing untuk berbuat anarkis," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Peduli Kampung Tua Tanah Merah, M Nasir kepada Haluan Kepri mengakui bahwa rencana keberadaan keberadaan perusahaan di tempat tersebut sudah ada sejak tahun 2002 lalu, dan sejak itu pula mereka sudah berjuang untuk mendapatkan haknya. Namun baru akhir-akhir ini ada kesepakatan dengan pihak perusahaan dan BP Batam.
"Sebenarnya kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2002 lalu, namun baru pada tahun 2009 kami intensif melakukan perundingan untuk memperjuangkan nasib kami," ujar Nasir.
Dihubungi Haluan Kepri beberapa waktu lalu, Nasir menambahkan bahwa dengan waktu yang begitu alot, seharusnya pihak perusahaan dan juga BP Batam sudah merealisasikan ganti rugi yang dituntut oleh masyarakat. Bukan malah ganti rugi diberikan kepada tuan tanah yang diketahui sudah tidak lagi mendiami daerah tersebut.
Pantauan koran ini di lokasi, sejumlah dum truk terlihat hilir-mudik mengangkut tanah menimbun lokasi yang akan dijadikan tempat shipyard. Dimana ketika panas terik jalan tersebut akan berdebu, sementara bila hujan maka jalan depan rumah masyarakat akan menjadi licin.
Kasubdit Humas dan Publikasi BP Batam, Ilham Eka Hartawan menyebutkan, kawasan reklamasi di di kawasan Batumerah termasuk depan Mako Lanal Tanjungsengkuang telah memiliki izin pengalokasian lahan (PL) dari BP Batam. PL dikeluarkan oleh BP Batam (Otorita Batam) pada 18 Januari 2002 kepada PT Asia Metal Industries.
"Alokasi PL kawasan tersebut diperuntukkan bagi industri. Dengan uang wajib tahunan otorita (UWTO) selama 30 tahun. Luas PL mencapai 71.062 meter persegi dan panjang pantai 266 meter," katanya.
Sementara itu terkait dengan izin analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal), telah dikeluarkan oleh Bapedal Kota Batam.
Meski sebagian masyarakat protes dan menuntut pembayaran ganti rugi segera dilakukan, namun hingga kini belum juga ada kepastian kapan pemberian ganti rugi itu. Namun demikian, masyarakat terus menagih janji dari pihak-pihak yang sudah menyepati adanya ganti rugi. (ays)
"Kami masih menunggu ganti rugi yang sudah dijanjikan. Lebih cepat lebih baik," ujar Rs, salah seorang warga setempat yang juga masuk Tim Peduli Kampung Tua, saat dihubungi Haluan Kepri, Selasa (11/9).
Menurutnya, janji akan pemberian ganti rugi, seharusnya menjadi persyaratan untuk terciptanya pelaksanaan reklamasi yang aman dan tidak dikhawatirkan memunculkan gejolak. Karena keberadaan masyarakat sangat mudah terprovokator sehingga harusnya ganti rugi tersebut menjadi prioritas.
"Memang sudah ada kesepakatan ganti rugi, tapi inikan jadi tanda tanya kapan realisasinya? jangan sampai masyarakat kembali terpancing untuk berbuat anarkis," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Peduli Kampung Tua Tanah Merah, M Nasir kepada Haluan Kepri mengakui bahwa rencana keberadaan keberadaan perusahaan di tempat tersebut sudah ada sejak tahun 2002 lalu, dan sejak itu pula mereka sudah berjuang untuk mendapatkan haknya. Namun baru akhir-akhir ini ada kesepakatan dengan pihak perusahaan dan BP Batam.
"Sebenarnya kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2002 lalu, namun baru pada tahun 2009 kami intensif melakukan perundingan untuk memperjuangkan nasib kami," ujar Nasir.
Dihubungi Haluan Kepri beberapa waktu lalu, Nasir menambahkan bahwa dengan waktu yang begitu alot, seharusnya pihak perusahaan dan juga BP Batam sudah merealisasikan ganti rugi yang dituntut oleh masyarakat. Bukan malah ganti rugi diberikan kepada tuan tanah yang diketahui sudah tidak lagi mendiami daerah tersebut.
Pantauan koran ini di lokasi, sejumlah dum truk terlihat hilir-mudik mengangkut tanah menimbun lokasi yang akan dijadikan tempat shipyard. Dimana ketika panas terik jalan tersebut akan berdebu, sementara bila hujan maka jalan depan rumah masyarakat akan menjadi licin.
Kasubdit Humas dan Publikasi BP Batam, Ilham Eka Hartawan menyebutkan, kawasan reklamasi di di kawasan Batumerah termasuk depan Mako Lanal Tanjungsengkuang telah memiliki izin pengalokasian lahan (PL) dari BP Batam. PL dikeluarkan oleh BP Batam (Otorita Batam) pada 18 Januari 2002 kepada PT Asia Metal Industries.
"Alokasi PL kawasan tersebut diperuntukkan bagi industri. Dengan uang wajib tahunan otorita (UWTO) selama 30 tahun. Luas PL mencapai 71.062 meter persegi dan panjang pantai 266 meter," katanya.
Sementara itu terkait dengan izin analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal), telah dikeluarkan oleh Bapedal Kota Batam.
Meski sebagian masyarakat protes dan menuntut pembayaran ganti rugi segera dilakukan, namun hingga kini belum juga ada kepastian kapan pemberian ganti rugi itu. Namun demikian, masyarakat terus menagih janji dari pihak-pihak yang sudah menyepati adanya ganti rugi. (ays)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar