Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Jumat, 21 September 2012

Importir Mematikan Petani Sayur

 Jumat, 21 September 2012 (Sumber : Haluan Kepri)

Didominasi 1 Perusahaan Impor
BATAM (HK) -- Banyaknya perusahaan importir hortikultura, membuat  petani sayur tak berdaya untuk memasarkan hasil pertanian, khususnya sayur-sayuran maupun buah-buahan.  Dari 11 perusahaan importir (Lihat tabel), diduga hanya ada satu orang pemilik perusahaan yang menguasai bisnis ini.
Sayangnya, dominasi oknum mafia importir sayur ini, pemerintah terkait tidak mampu bertindak, atau memang sengaja didiamkan.  Dampaknya, tentu tidak hanya di rasakan oleh petani sayur. Tapi para pedagang sayur dan buah-buahan di pasar tradisional  juga mengalaminya. Sehingga muncul penolakan pedagang atas sayur impor untuk masuk di Batam, bahkan Kepri pada umumnya.

Ucok Siagian, salah satu pedagang sayur di pasar Tos 3.000 mengatakan, kalau pihaknya sangat  keberatan dengan masuknya sayur dan buah impor  ke Batam. Sebab, dari sisi mutu dan kualitas, belum tentu kalah dengan sayur dan buah  yang di datangkan dari beberapa daerah di Indonesia.

“Kita sangat merasakan sekali, ketika menjual sayur dan buah lokal dengan harga yang agak tinggi sedikit.  Karena pembeli akan mencari sayur dan buah impor, dengan harga yang lebih rendah," kata Ucok.

Dari sisi luar, kata Ucok, memang sayur impor terlihat lebih segar dan sangat menarik. Seperti wortel, brokoli, kentang dan bawang. Harganya sangat murah.  Kondisi ini, lanjut Ucok, sangat mengancam kehidupan bagi petani sayur itu sendiri. Karena hasil jerih payah bagi petani sayur menjadi tidak laku di pasar-pasar tradisional, lantaran sedikit mahal.

Aseng, pedagang sayur lainnya mengatakan, sayur yang di datangkan dari daerah lain di Indonesia, hanya di minati sejumlah warga.  Sesungguhnya hal ini sangat keliru. Karena dari sisi kualitas maupun ketika dinikmatinya, jauh lebih enek.

“Sebenarnyasih kalau rasa, lebih enak sayur lokal. Tapi memang harganyapun mahal, ketimbang sayur impor yang separuh harga dari sayur lokal. Kita berharap, ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah kita, untuk lebih tegas dalam menegakkan aturan," tuturnya.

Kendati demikian, masih ada yang sangat membutuhkan sayur lokal. Seperti halnya, Nicla, salah satu ibu rumah tangga ini mengaku, sering belanja di pasar dan lebih sering membeli sayur lokal. Karena  menurutnya kualitas sayur lokal lebih enak dan terasa lebih sehat.

“Kalau saya sih, meski mahal, tetap saya beli sayur lokal. Karena rasanya lebih enak. Dan kalau bukan kita yang mengkonsumsi sayur lokal , siapa lagi  beli  yang beli," ujarnya.

Dari sisi aturan, sebagaimana dikeluarkan  Kementerian Perdagangan yang makin mempersempit ruang gerak bagi masuknya produk horti impor. Yakni dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.

“Produk hortikultura merupakan komoditi strategis yang mempunyai potensi ekonomi bagi masyarakat dan erat kaitannya dengan ketahanan pangan, sehingga kegiatan impornya harus diatur supaya tidak merugikan petani, konsumen dan masyarakat luas,” ujar  Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Deddy Saleh belum lama ini.

Komoditi hortikultura yang diatur dalam Permendag ini terdiri atas produk tanaman hias, seperti anggrek dan krisan, produk hortikultura segar, seperti bawang, sayur-sayuran dan buah-buahan (wortel, lobak pisang, kentang, cabe, jeruk, apel, anggur, papaya) serta produk hortikultura olahan, seperti sayuran dan buah-buahan yang diawetkan dan jus buah.

Menurut Deddy, keluarnya Permendag itu didasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Dalam UU itu terdapat pasal yang menyebutkan bahwa impor produk horti harus mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan dengan rekomendsi dari Kementerian Pertanian.

Dengan adanya Permendag tersebut , ungkap Deddy,  para importir produk hortikultura diwajibkan untuk memperhatikan aspek keamanan pangan, ketersediaan produk dalam negeri, penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk hortikultura.

“Selain itu, para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan pelabelan, standar mutu, serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan,” kata Deddy.

Di dalam Permendag juga ditetapkan bahwa, setiap impor produk hortikultura wajib mendapat persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan atas rekomendasi impor dari Kementerian Pertanian. Kemudian, diatur kewajiban ketentuan label dalam bahasa Indonesia dan ketentuan kemasan, serta harus dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di pelabuhan muat barang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar