Jumat, 21 September 2012 (Sumber : Haluan Kepri)
BATAM CENTRE (HK)- Kasus lanjutan sengketa lahan di Bengkong
Nusantara kembali menjalani persidangan. Agenda sidang dengan mendengar
keterangan terdakwa Rustam Effendi Bangun dan R O Silalahi, tetap pada
keterangannya, yang tidak pernah merasa menyerobot lahan. Sidang yang
dipimpin Merrywati dengan anggota Sobandi, Sorta ria Meva tersebut
dipadati puluhan warga pendukung kedua terdakwa.
Rustam mengatakan, dirinya saat dimintai keterangan pihak kepolisian tidak pernah merasa ada penyerobotan lahan. Karena, lahan tersebut sudah memiliki izin prinsip.
Dan memang, saat mengurus UWTO, pihaknya tidak pernah diberikan kejelasan yang pasti oleh BP Batam, terkait lahan 15 hektar itu. Padahal Koperasi Usaha Bersama Bengkong Nusantara (KUB Bentara), atas saran pihak BP.
"Kita Tetap menganggap OB (sekarang BP Batam) tidak ada berpihakan dengan rakyat kecil. Kalau melihat historisnya, bahwa permohonan kami tidak pernah diekspos. Betapa kami merasa sedih. Sebelumnya kita mengajukan permohonan lahan pada 1999. Karena pada waktu, kepemilikan tidak bisa perorangan," ujar Rustam di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (20/9).
Atas saran OB, pihaknya membentuk Koperasi. Baru pada 10 April 2000, keluarlah surat koperasi yang berbadan hukum Dan 27 april ditahun yang sama, keluarlah izin prinsip mengenai lahan 15 hektar itu.
Dikatakannya, sehubungan dengan histori itu, setidaknya ada tiga kali tim turun sebanyak tiga orang dari BP Batam yang pada waktu itu dipimpin langsung Dir Lahan. Dengan demikian, izin prinsip itu bukan izin di atas meja saja. Ada yang mengecek langsung di lapangan. Dari itu, warga mau mengurus UWTO selalu tidak bisa. Baru pada 2004, lahan tersebut dikalim milik salah satu perusahaan.
"Tanpa berburuk sangka, baru ada yang klaim kalau itu milik perusahaan. Kta tidak ingin berburuk sangka, namun kemudian terjadi permasalahan. Oleh karenanya, puncanya ada di OB. Hampir seyogyanya, kalau kami mengelola awal-awal harusnya di komplain. Tapi tidak ada, baru empat tahun kemudian dikomplain, sementara warga sudah lama menepati lahan tersebut," terangnya.
Dan yang lebih menyedihkan, setalah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak BP Batam, lanjut Rustam, pihaknya sudah bertemu dengan Mustafa Wijaya (Ketua BP Batam) yang berjanji mencarikan solusi dalam jangka waktu sebulan, namun hingga sekarang belum terealisasi.
"Ini seakan-akan kita digantung oleh BP Batam yang tidak tegas," kesalanya.
Pada 8 Februari 2011, warga sekitar yang memperbaiki jalan malah dituduh meyerobot lahan. Padahal sebelumnya, warga tinggal lahan tersebut. Dan parahnya, kata Rustam, dirinya yang dituduh berada di balik itu. (cw56)
Rustam mengatakan, dirinya saat dimintai keterangan pihak kepolisian tidak pernah merasa ada penyerobotan lahan. Karena, lahan tersebut sudah memiliki izin prinsip.
Dan memang, saat mengurus UWTO, pihaknya tidak pernah diberikan kejelasan yang pasti oleh BP Batam, terkait lahan 15 hektar itu. Padahal Koperasi Usaha Bersama Bengkong Nusantara (KUB Bentara), atas saran pihak BP.
"Kita Tetap menganggap OB (sekarang BP Batam) tidak ada berpihakan dengan rakyat kecil. Kalau melihat historisnya, bahwa permohonan kami tidak pernah diekspos. Betapa kami merasa sedih. Sebelumnya kita mengajukan permohonan lahan pada 1999. Karena pada waktu, kepemilikan tidak bisa perorangan," ujar Rustam di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (20/9).
Atas saran OB, pihaknya membentuk Koperasi. Baru pada 10 April 2000, keluarlah surat koperasi yang berbadan hukum Dan 27 april ditahun yang sama, keluarlah izin prinsip mengenai lahan 15 hektar itu.
Dikatakannya, sehubungan dengan histori itu, setidaknya ada tiga kali tim turun sebanyak tiga orang dari BP Batam yang pada waktu itu dipimpin langsung Dir Lahan. Dengan demikian, izin prinsip itu bukan izin di atas meja saja. Ada yang mengecek langsung di lapangan. Dari itu, warga mau mengurus UWTO selalu tidak bisa. Baru pada 2004, lahan tersebut dikalim milik salah satu perusahaan.
"Tanpa berburuk sangka, baru ada yang klaim kalau itu milik perusahaan. Kta tidak ingin berburuk sangka, namun kemudian terjadi permasalahan. Oleh karenanya, puncanya ada di OB. Hampir seyogyanya, kalau kami mengelola awal-awal harusnya di komplain. Tapi tidak ada, baru empat tahun kemudian dikomplain, sementara warga sudah lama menepati lahan tersebut," terangnya.
Dan yang lebih menyedihkan, setalah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak BP Batam, lanjut Rustam, pihaknya sudah bertemu dengan Mustafa Wijaya (Ketua BP Batam) yang berjanji mencarikan solusi dalam jangka waktu sebulan, namun hingga sekarang belum terealisasi.
"Ini seakan-akan kita digantung oleh BP Batam yang tidak tegas," kesalanya.
Pada 8 Februari 2011, warga sekitar yang memperbaiki jalan malah dituduh meyerobot lahan. Padahal sebelumnya, warga tinggal lahan tersebut. Dan parahnya, kata Rustam, dirinya yang dituduh berada di balik itu. (cw56)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar