"Para investor sudah membayarkan uang wajib tahunan otorita (UWTO) hingga 30 tahun. Maka tidak bisa kami ambil kembali," kata Kasubdit Humas dan Publikasi BP Batam Ilham Eka Hartawan di Batam, Senin.
Ia mengatakan, lahan-lahan tersebut gagal dibangun karena rata-rata para investor kesulitan membayarkan kredit pada bank saat terjadi krisi di Indonesia pada 1998 yang mengakibatkan dolar melambung.
Selain belum dilakukan pembangunan, kata dia, beberapa lahan juga sudah ada gedung yang dibangun namun terbegkalai dan tidak digunakan karena kredit macet.
"Rata-rata surat lahan tersebut sudah diagunkan dan pemiliknya tidak bisa membayar angsuran karena terjadi krisis. Sehingga gagal membangun," kata dia.
Bila ada investor yang berminat pada lahan-lahan tidur tersebut, kata dia, BP Batam akan memfasilitasi pertemuan antara calon investor dengan pemilik lahan yang tidak segera membangun.
"Sebagian pengusaha ada yang sudah menyampaikan kesulitan tersebut dan meminta BP Batam mencarikan investor yang mau melanjutkan pembangunan pada lahan-lahan itu," katanya.
Ilham mengatakan rata-rata lahan yang gagal dibangun di Batam Centre milik investor dari Singapura, namun untuk wilayah lain hanya sebagian kecil yang milik investor Singapura.
"Kami akan mempromosikan lahan-lahan tersebut agar segera bisa dibangun oleh investor lain," kata dia.
Seluruh lahan di Batam termasuk pulau Rempang, Galang dan beberapa pulau kecil lain di Kota Batam selama ini dikuasai oleh BP Batam (dahulu Otorita Batam).
Perusahaan yang ingin menggunakan lahan-lahan tersebut harus meminta izin dari BP Batam dan membayar uang wajib tahunan otorita (UWTO) pada BP Batam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar