| | |
Written by Redaksi , Tuesday, 09 February 2010 09:18 (sumber Batam Pos,versi asli) |
Warga Seibinti Datangi DPRD
Rapat yang dipimpin oleh anggota DPRD Kota Batam Ruslan M Ali Wasyim ini juga dihadiri sejumlah perwakilan dari instantsi terkait. Seperti BPN Batam, Poltabes Barelang, PT Mega Indah Reality Development selaku pengembang di Seibinti, BP Batam/Otorita Batam (OB), Camat Sagulung, Lurah Seibinti serta para tokoh masyarakat Seibinti lainnya. Para warga meminta kejelasan status kampung tua di Sebinti. Sebab, meski sudah ditetapkan sebagai kampung tua, namun hingga saat ini belum ada pengukuran titik koordinat dari Pemko Batam. Sehingga PT PT Mega Indah Reality Development (MIRD) selaku perusahaan yang mengaku memiliki izin dan alokasi lahan dari OB, masih melakukan aktivitas dan mengancam akan menggusur perumahan warga. ”Hampir setiap malam kami didatangi orang tak dikenal. Mereka memaksa kami menandatangani surat kesepakatan untuk merelakan rumah kami digusur dengan kompensasi sebesar Rp2,5 juta,” ujar Sri Endarti, salah satu warga Seibinti. Lurah Seibinti, Israh Hasyim, membenarkan hal tersebut. Bahkan, kata Israh, pihak PT MIRD telah menandai sejumlah rumah warga untuk digusur. Anehnya, kegiatan tersebut dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak kelurahan. ”Mereka hanya menanyakan titik koordinat kampung tua Seibinti. Tapi saya bilang belum ada karena belum diukur,” kata Israh. Hal ini dipertegas oleh Camat Sagulung, Zulkifli. Menurutnya, Seibinti telah ditetapkan sebagai 1 dari 36 titik kampung tua di Batam. Penetapan tersebut berdasarkan Perda Kota Batam No 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam 2004-2014. Selain itu, lanjut Zulkifli, secara historis Seibinti juga layak ditetapkan sebagai salah satu titik kampung tua di Batam. Saat memberikan pemaparan kepada anggota Komisi I, Zulkifli bahkan sempat menitikkan air mata karena terharu. ”Kasus pengambilan lahan warga oleh pengusaha ini juga pernah dialami keluarga kakek saya,” kenang Zulkifli. Penetapan status kampung tua di Seibinti ini juga dibenarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batam. ”Dalam waktu dekat ini kami akan segera mengukur titik koordinatnya,” kata Kabid Penataan Pertanahan BPN Batam, Endi Fauzimar. Sementara itu, pihak BP Batam (OB) yang diwakili oleh Kasubid Hak Atas Tanah, Bambang Eko S mengatakan, OB telah memberikan hak pengelolaan lahan (HPL) seluas 85,5 hektare kepada PT MIRD. Pemberian izin HPL ini juga telah melalui proses pembebasan lahan pada tahun 1989-1990 lalu. Sedangkan Kabag Hukum dan Umum PT MIRD, James Sumihar Sibarani membantah jika pihaknya melakukan ancaman dan memaksa warga setempat meninggalkan rumahnya. Menurutnya, pihak PT MIRD telak melakukan pendekatan secara persuasif. James menjelaskan, saat ini sudah ada sekitar 50 dari 120 warga Seibinti yang telah menyepakati perjanjian dengan PT MIRD. Yakni menyerahkan lahan mereka dengan kompensasi sebesar Rp2,5 juta per rumah. ”Sesuai dengan izin peruntukan dari OB, lahan ini akan kami jadikan lokasi industri,” kata James. Menanggapi permasalahan tersebut, Anggota Komisi I DPRD Kota Batam, Helmy Hemilton meminta supaya ada koordinasi antara Pemko Batam dengan OB. Ia juga meminta supaya pengukuran titik koordinat kampung tua Seibinti segera dilakukan. ”Supaya masalah ini tidak berlarut-larut,” kata Helmi. Hal senada juga diungkapkan oleh Nuryanto. Politisi dari PDIP ini menilai, polemik soal lahan yang kerap muncul di Batam ini menandakan lemahnya koordinasi antara Pemko Batam dan Otorita Batam selaku pemegang hak atas tanah di kota pulau ini. Akhirnya, rapat dengar pendapat tersebut ditutup dengan beberapa kesimpulan. Salah satunya, PT MIRD diminta menghentikan aktivitasnya di Seibinti hingga proses pengukuran titik koordinat kampung tua Seibinti selesai. (a) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar