| | |
Written by Redaksi , Saturday, 13 February 2010 06:22 (sumber Batam Pos,versi asli) |
BATAM CENTRE (BP) - Surat Edaran Kadisnaker Provinsi Kepri tentang pembayaran Upah Minimum Kota (UMK) Batam tahun 2010 sebesar Rp1.110.000 mendapat tanggapan serius dari pengusaha di kawasan industri. ”Penetapan UMK Batam sebesar Rp1.110.000 dikhawatirkan menjadi salah satu faktor penghambat dalam upaya mempertahankan daya saing usaha/industri dan penciptaan lapangan kerja baru, serta menghambat upaya percepatan pemulihan ekonomi yang pada akhirnya membuat kalangan pengusaha dalam dan luar negeri ragu untuk berinvestasi di Batam,” kata pemilik Kawasan Industri Tunas, Doly kepada Batam Pos, Jumat (12/2). Menurutnya, UMK itu memberatkan industri yang menggunakan tenaga kerja ribuan orang. ”Salah satu industri di kawasan kita ini menggunakan enam ribu tenaga kerja, jelas kenaikan UMK ini memberatkan, karena ini juga berdampak pada lembur mereka,” lanjutnya. Padahal, kata Doly, pengusaha masih harus berjuang untuk mendapatkan order. ”Ada yang belum dapat order untuk tahun 2010 dan seterusnya, masih harus memikirkan UMK yang naik. Jika tidak prospek lagi di Batam, bukan tidak mungkin mereka memindahkan usaha mereka. Karena investor juga memikirkan keuntungan dan prospek bisnis mereka,” katanya. Pengusaha melalui Apindo, lanjut dia mengusulkan UMK Kota Batam tahun 2010 sebesar Rp1.076.000 atau naik sebesar 2,96 persen jika dibandingkan dengan UMK Batam pada tahun 2009 sebesar Rp1.045.000. ”Dimana persentase kenaikan ini lebih tinggi dari indeks inflasi di Batam untuk tahun 2009 yaitu sebesar 2,5 persen,” katanya. Ditambahkannya, usulan UMK itu juga memperhatikan kurs rupiah yang menguat sebesar 10 persen. ”Yang terpenting juga pemulihan krisis global juga baru berada di kisaran angka 70-80 persen,” paparnya. Seperti diketahui, sebagai bentuk penolakan atas SK Gubernur Kepri nomor 456 tahun 2010 tentang penetapan UMK Batam 2010 yang menetapakan angka Rp1.110.000, para pengusaha melalui Apindo mengajukan gugatan di PTUN Pekanbaru melalui putusan PTUN Nomor 66/G/2009/PTUN. PBR tertanggal 20 Januari 2010 perihal gugatan Dewan Pimpinan Kota Apindo Kota Batam terhadap SK Gubernur Kepri nomor 456 tahun 2009 tanggal 7 Desember tentang penetapan UMK Batam tahun 2010. ”PTUN Pekanbaru pun mengabulkan gugatan dari Dewan Pimpinan Kota Apindo Kota Batam,” terangnya. Jika melihat rangkaian proses penetapan UMK yang hampir sama setiap tahunnya, kata dia tidak dapat dipungkiri bahwa proses penetapan UMK menimbulkan distorsi yang memberikan dampak negatif terhadap iklim dunia usaha maupun ketenagakerjaan di Batam. ”Pengusaha dan pekerja seolah-olah dipertentangkan satu dengan yang lainnya, padahal jika diibaratkan dengan anatomi tubuh, pengusaha dan pekerja bagai daging dan tulang yang saling menunjang satu sama lain,” urainya. Distorsi dalam penetapan UMK ini bersumber dari metode dan cara penghitungan UMK itu sendiri. Menurut Doly, belum ada mdetode dan cara penghitungan UMK yang disepakati bersama. ”Ibaratnya satu pakai matematika dan yang satu lagi pakai Aritmatika, tidak pernah ketemu, selalu berbeda. Di sini diperlukan peran dan itikad baik dari pengusaha, pekerja dan pemerintah sebagai regulator, untuk merumuskan suatu acuan dalam bentuk suatu “rumus matematika” dalam menetapkan besaran UMK. Sehingga ditemukan jalan keluar atas polemik penetapan UMK,” paparnya. Terpisah, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan menegaskan Pemerintah Kota (Pemko) tetap kukuh bahwa UMK tetap berada di angka Rp1.110.000. “Sebelumnya kan Wali Kota mengusulkan angka UMK ke Gubernur dan Gubernur yang memutuskan. Kalau Gubernur memutuskan UMK Rp1.110.000, maka Pemko tetap kukuh di angka itu,” kata Wako kepada Batam Pos, kemarin. Bagaimana dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Apindo terkait angka UMK tersebut? ”Walaupun ada putusan PTUN yang memenangkan Apindo, UMK tetap Rp1.110.000. Kenapa? Karena tidak ada surat Gubernur Kepri yang lainnya yang membatalkan angka UMK itu, jadi secara de facto dan de jure angka UMK tetap sebesar itu. Kita kukuh di angka itu,” pungkasnya. Apindo Jangan Bersikap Sebagai Regulator Sikap Apindo Kepri yang bersikukuh dan mempertahankan agar upah minimum kota (UMK) Batam 2010 sesuai dengan kehendak Apindo masih menuai protes dikalangan serikat pekerja di Kota Batam. Mereka meminta agar Apindo Kepri tidak bersikap sebagai regulator. “Kita minta Apindo Kepri tidak bersikap sebagai regulator atau sebagai pengambil keputusan dalam menentukan UMK dengan memaksakan diri menghimbau pada para pengusaha agar menerapkan UMK versi Apindo Kepri,’’ kata Ketua DPC SPSI Batam, Saiful Badri, Jumat (12/2). Apindo Kepri, sebut Saiful, hendaknya bersikap cerdas dan cermat dengan tidak membingungkan pengusaha pasca putusan Pemprov Kepri melalui Disnaker Kepri yang menetapkan UMK Batam 2010 sesuai dengan SK Gubernur Kepri No.456/2009 tanggal 7 Desember 2009, menunggu putusan Banding dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan. “Kita minta agar pengusaha mentaati putusan Pemprov Kepri tersebut. Kalau tidak mentaati putusan itu, pengusaha bisa didituntut. Kami harap menunggu putusan banding yang diajukan ke PTTUN di Medan tersebut, pengusaha membayarkan upah pekerja sesuai dengan putusan Pemprov Kepri,” jelas Saiful. Ketua Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (F-SPMI) Kota Batam, Nur Hamli, menyebutkan saat ini upaya banding tengah dilakukan di Medan. Ia bersama sejumlah rekan aliansi serikat pekerja Batam dan Medan juga tengah memantau proses banding tersebut. “Kita akan mengelar aksi di Batam maupun di Medan agar bagai mana supaya putusan PTUN Pekanbaru itu bisa dibatalkan melalui pengadilan banding di PTTUN di Medan. Kita juga sudah lakukan konsultasi dengan kawan-kawan serikat pekerja di Batam dan di Medan mengenai UMK Batam ini,” jelasnya.(hda/amr) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar