| | |
Written by Redaksi , Thursday, 11 February 2010 09:09 (sumber Batam Pos,versi asli) |
NAGOYA (BP) - Ketua Association of The Indonesia Tour and Travel Agency (ASITA) Batam, Kadek Sutriani mengatakan sebaiknya tarif Visa on Arrival (VoA) terhadap wisatawan yang masuk ke Batam diberlakukan sistem lama. ”Asita dan PHRI sudah bertemu. Kita buat surat kepada Kepala Dinas Pariwisata Kota Batam, Guntur Sakti untuk selanjutnya dikirimkan ke Menteri Hukum dan HAM di Jakarta. Isi suratnya, kita minta VoA diberlakukan sistem lama,” ujar Kadek kepada Batam Pos di Nagoya, Rabu (10/2). Dia mengatakan, pemberlakuan VoA sejak 26 Januari dengan single tarif sebesar 25 dolar AS sangat mengancam pariwisata Kota Batam. Pihak ASITA dan PHRI yang bertugas menangani turis dari Malaysia dan Singapura serta Korea yang berkunjung ke Batam sangat dirugikan. Mereka terus berkesinambungan mendatangkan turis dari luar negeri ke Batam untuk mempromosikan dan menjalankan serta mensukseskan Visit Batam 2010 yang sedang berjalan ”Ada baiknya, tarif tersebut kembali seperti semula dan direvisi ulang. Karena bila itu masih diberlakukan, kita khawatir turis dari Korea akan protes karena rata-rata mereka cuma transit atau tinggal di bawah seminggu saja di Batam,” ujar Kadek. Sebelumnya, ada dua tarif VoA untuk turis yang masuk ke Indonesia, yaitu 10 dolar AS untuk tujuh hari di Indonesia dan 25 dolar AS selama 30 hari berada di Indonesia. Pasca single tarif sejak 26/1 lalu, tarif 10 dolar AS untuk 7 hari dihapus dan yang berlaku hanya 25 dolar AS. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH-01.GR.01.06 Tahun 2010 tentang Visa Kunjungan Saat Kedatangan. Kebijakan menghapuskan paket kunjungan turis selama tujuh hari dengan bea masuk 10 dolar AS dan hanya memberlakukan biaya VoA sebesar 25 dolar AS untuk kunjungan maksimal 30 hari mengancam kunjungan pariwisata di Kepri khususnya Batam. Pasalnya, mayoritas turis yang berkunjung ke Batam tidak lebih dari tujuh hari ke bawah. Mereka hanya sekadar singgah dari Singapura. Demikian juga turis Korea yang maksimal kunjungannya ke Batam paling lama dua minggu. Kadek mengatakan, pemberlakuan single tarif VOA terhadap turis 64 negara akan mengancam sektor pariwisata di Batam yang tentu juga akan merugikan para pengusaha travel, hotel dan hospitality di Batam. ”Berat untuk kita. Pemerintah juga pasti sia-sia mensosialisasikan Visit Batam 2010 selama ini kalau toh, pemberlakukan single tarif masih berjalan. Kita ingin pemerintah di pusat ambil langkah tegas,” ujarnya. Kabid Pengawasan dan Penindakan Kator Imigrasi (Kanim) Batam, Yudi Kurniadi mengatakan kekuatiran kunjungan wisman menurun ke Batam belum terbukti, menyusul pemberlakuan single tarif VoA. Bahkan menurutnya, ada kecendrungan kedatangan wisman meningkat. ”Yang jelas sampai sekarang belum ada pengaruh. Dari tanggal 26 Januari sampai 27 Januari, di saat dimulai diberlakuan single tarif terdata 726 orang wisatawan. Di Nongsa malah agak meningkat,” kata Yudi Kuniadi, Selasa (9/2). Sebelum pemberlakuan single tarif pada negara-negara yang dikenakan kebijakan VoA, sebut Yudi, kedatangan wisatawan fluktuatif atau naik turun. Kondisi ini juga sama pada tingkat kunjungan wisatawan yang tidak dikenakan VoA. ”Saat jelang Imlek ini juga demikian. Kadang wisatawan yang keluar banyak dan yang masuk juga banyak,” jelas Yudi, usai pembahasan penerapan single tarif bersama Komisi II DPRD Batam di Batam Centre, Selasa (9/2). Kebijakan penerapan single tarif VoA, sebut Yudi, nantinya akan dilakukan evaluasi guna mengetahui sejauh mana pengaruh dan dampak penerapan single tarif pada kunjungan wisatawan di Batam. ”Evaluasi terhadap penerapan kebijakan ini berlangsung selama tiga bulan untuk mengetahui dampaknya,” pungkasnya. (cha/amr) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar