| | |
Written by Evi Risdianti , Wednesday, 17 February 2010 08:52 (sumber Batam Pos,versi asli) |
Rugikan Negara Rp2 Miliar Sidang perdana kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) dengan terdakwa Nur Setiadjid, 53, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam Sekupang, Selasa (16/2). Sidang dipimpin langsung Ketua PN Batam Ridwan Mansyur dan anggota majelis hakim Rudi Rafli Siregar dan Kartijono. Dalam sidang yang berlangung sekitar satu jam itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nanang, Armen dan Rizky membacakan dakwaan sebanyak 33 halaman. Nur Setiadjid didakwa Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman maksimal 20 tahun. Sidang akan dilanjutkan Kamis (25/2) dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa dan kuasa hukum. Kasus dugaan korupsi pengadaan mobil damkar Otorita Batam (OB) ini bermula ketika Ketua OB Ismeth Abdullah mengangkat Nur Setiadjid sebagai pimpinan proyek pengadaan dua unit mobil Damkar pada anggaran OB tahun 2004/2005 lalu. ”Padahal untuk anggaran tahun 2004/2005 saat damkar didapatkan, tidak ada alokasi anggaran untuk pengadaan mobil damkar. Hal ini berarti proyek yang didanai OB tersebut seharusnya tidak boleh dilaksanakan,” kata JPU dalam dakwaannya. Prosesnya, 28 Februari 2005 lalu Hengky Samuel Daud mengirim dua unit mobil Damkar. 1 Maret 2005 Hengky Samuel Daud mengirimkan surat yang menyatakan dua unit mobil Damkar sudah dikirim pada 28 Februari 2005. ”Selanjutnya masih pada 1 Maret 2005, Nur memberikan surat pada Ketua OB Ismeth Abdullah bahwa dua unit mobil damkar sudah sampai. Masih pada hari yang sama, Ismeth berikan disposisi kepada M Priyanto dan Daniel M Yunus sebagai Kepala Biro Umum OB,” lanjut JPU dalam dakwaan. Dalam proses pengadaan mobil damkar tersebut tidak sesuai dengan Keppres Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam Keppres tersebut disebutkan, untuk pengadaan barang harus dibentuk panitia pengadaan lelang serta menentukan harga dengan prosedur yang sudah ditentukan. ”Terdakwa sebagai pimpro tidak membentuk panitia lelang dan membuat Penunjukan Langsung (PL) pengadaan mobil damkar dari PT Satal Nusantara,” masih isi dakwaan yang disampaikan JPU. Dalam Keppres tersebut juga disebutkan, PL hanya diperbolehkan untuk pengadaan barang/jasa dalam keadaan tertentu seperti keadaan darurat untuk keamanan negara dan kelangsungan masyarakat banyak. Dalam keadaan lain, PL boleh dilakukan untuk pengadaan barang kurang dari Rp50 juta dari Usaha Kecil Menengah (UKM). ”PL yang dilakukan terdakwa jelas bertentangan dengan Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksaan pengadaan barang/jasa pemerintah,” ungkap JPU lagi. Kejanggalan lain yang ditemukan, mobil tersebut sampai ke Batam 2 Maret 2005, sedangkan tanggal tanda tangan kontrak pada 16 Maret 2005. Kejanggalan lainnya ternyata mobil tersebut tidak dilengkapi STNK dan BPKB. Selain itu, dalam laporan pimpro disebutkan ada pemeriksaan terhadap fisik mobil tersebut yang ditandatangani Nur Setiadjid dan Hengky Samuel Daud. ”Namun kenyataannya tidak pernah ada pemeriksaan fisik dan terdakwa bukanlah orang yang berkompeten untuk melakukan pemeriksaan,” imbuh JPU. Dari hasil penyelidikan, pengadaan dua unit mobil tersebut seharusnya sebesar Rp7.214.281.539,73 sedangkan pembayaran yang dilakukan dalam empat termin sebanyak Rp11.997.500.000. ”Setelah dikurangi ongkos kirim, pajak dan lainnya, diketahui kerugian negara sebesar Rp2.214.281.539,73,” masih kata JPU. Di PN Batam juga ada ratusan orang dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memenuhi ruang sidang mendukung Nur Setiadjid. *** |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar