Batam, 13/4 (ANTARA) - Sekitar 400 warga Batu Aji, Batam yang tinggal di perumahan yang berdiri di atas lahan hutan lindung menuntut kejelasan status tanah perumahan yang mereka tempati.
"Kami ingin ada kejelasan hukum, bahwa, lahan perumahan yang kami tempati berstatus lahan perumahan, bukan hutan lindung," kata koordinator Tim 15 yang mewakili warga, Lubis saat berunjuk rasa di Kantor Badan Pertanahan Negara Batam, Selasa.
Meskipun Pemerintah Kota Batam, Otorita Batam dan Bank Indonesia (Pemkot, OB dan BI) sudah mengeluarkan rekomendasi agar bank mengeluarkan agunan untuk rumah di atas lahan hutan lindung, namun ia mengatakan belum cukup.
Rekomendasi yang diberikan Pemkot, OB dan BI, kata dia, hanya bersifat sementara yang disepakati pejabat yang sedang menjabat. Namun, jika pejabat tersebut sudah tidak lagi menjabat, maka rekomendasi itu sudah tidak berkekuatan hukum.
"Kami mau kepastian hukum, sekelas UU, tidak hanya rekomendasi, yang jika pejabat sudah tidak menjabat, maka sudah tidak berlaku lagi," kata dia.
Di tempat yang sama, warga Batu Aji, Latif, mengatakan dengan status masih berdiri di atas hutan lindung, maka warga tidak bisa menjual rumahnya.
Padahal, kata dia, rumah adalah aset, bentuk dari investasi warga.
Sebagian besar warga juga telah melunasi cicilan kredit rumah itu ke bank.
Sementara itu, diskusi antara jajaran pejabat BPN Batam, Poltabes Barelang dan pengunjuk rasa berlangsung alot.
Beberapa kali pengunjukrasa berteriak sambil berdiri di dalam rapat tertutup itu.
Sebelumnya, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Mulia Pamadi mengatakan sekitar 15-20 ribu rumah berada di kawasan hutan lindung, yang tersebar di beberapa perumahan di kota Batam.
Hutan lindung itu terdapat di 20 lokasi yang tersebar di penjuru kota Batam.
Di antara 20.000 rumah, sekitar 7.000 rumah sudah dihuni, kata Mulia. Para pemilik rumah sudah memiliki sertifikat, meskipun rumahnya berada di lahan hutan lindung.
Namun, sertifikat rumah tidak bisa diagunkan ke bank dan diperjualbelikan karena tanah rumah berada di kawasan hutan lindung. "Inilah yang menyebabkan kekacauan, masyarakat dan pengusaha rugi," kata Mulia.
Pengembang, kata dia, tidak tahu lahan yang digarap berdiri di atas kawasan hutan lindung, sehingga masalah ini terungkap belakangan. "Pengusaha dialokasikan lahan oleh pemerintah, kita tidak curiga kalau lahan itu ternyata hutan lindung," kata dia.
(T.Y011/B/J006/B/J006) 13-04-2010 19:43:34 NNNN
"Kami ingin ada kejelasan hukum, bahwa, lahan perumahan yang kami tempati berstatus lahan perumahan, bukan hutan lindung," kata koordinator Tim 15 yang mewakili warga, Lubis saat berunjuk rasa di Kantor Badan Pertanahan Negara Batam, Selasa.
Meskipun Pemerintah Kota Batam, Otorita Batam dan Bank Indonesia (Pemkot, OB dan BI) sudah mengeluarkan rekomendasi agar bank mengeluarkan agunan untuk rumah di atas lahan hutan lindung, namun ia mengatakan belum cukup.
Rekomendasi yang diberikan Pemkot, OB dan BI, kata dia, hanya bersifat sementara yang disepakati pejabat yang sedang menjabat. Namun, jika pejabat tersebut sudah tidak lagi menjabat, maka rekomendasi itu sudah tidak berkekuatan hukum.
"Kami mau kepastian hukum, sekelas UU, tidak hanya rekomendasi, yang jika pejabat sudah tidak menjabat, maka sudah tidak berlaku lagi," kata dia.
Di tempat yang sama, warga Batu Aji, Latif, mengatakan dengan status masih berdiri di atas hutan lindung, maka warga tidak bisa menjual rumahnya.
Padahal, kata dia, rumah adalah aset, bentuk dari investasi warga.
Sebagian besar warga juga telah melunasi cicilan kredit rumah itu ke bank.
Sementara itu, diskusi antara jajaran pejabat BPN Batam, Poltabes Barelang dan pengunjuk rasa berlangsung alot.
Beberapa kali pengunjukrasa berteriak sambil berdiri di dalam rapat tertutup itu.
Sebelumnya, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Mulia Pamadi mengatakan sekitar 15-20 ribu rumah berada di kawasan hutan lindung, yang tersebar di beberapa perumahan di kota Batam.
Hutan lindung itu terdapat di 20 lokasi yang tersebar di penjuru kota Batam.
Di antara 20.000 rumah, sekitar 7.000 rumah sudah dihuni, kata Mulia. Para pemilik rumah sudah memiliki sertifikat, meskipun rumahnya berada di lahan hutan lindung.
Namun, sertifikat rumah tidak bisa diagunkan ke bank dan diperjualbelikan karena tanah rumah berada di kawasan hutan lindung. "Inilah yang menyebabkan kekacauan, masyarakat dan pengusaha rugi," kata Mulia.
Pengembang, kata dia, tidak tahu lahan yang digarap berdiri di atas kawasan hutan lindung, sehingga masalah ini terungkap belakangan. "Pengusaha dialokasikan lahan oleh pemerintah, kita tidak curiga kalau lahan itu ternyata hutan lindung," kata dia.
(T.Y011/B/J006/B/J006) 13-04-2010 19:43:34 NNNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar