Ditulis oleh Redaksi ,
Kamis, 29 April 2010 08:00 (sumber Batam Pos,versi asli) |
Soal Aliran Dana Pengadaan Damkar OBJPNN, Jakartaredaksi@batampos.co.id Koordinator Tim Penasehat Hukum Ismeth Abdullah, Tumpal Hutabarat menyatakan, terkuaknya aliran dana dari kasus pengadaan pemadam kebakaran (damkar) Otorita Batam (OB) ke sejumlah pihak, bukanlah versi penasehat hukum. Menurut Tumpal, pihak-pihak yang disebut sebagai penerima itu merupakan hasil pemeriksaan yang dituangkan ke dalam surat dakwaan atas Ismeth Abdullah dan belum sempat dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasalnya, sidang yang harusnya digelar Selasa (27/4) tertunda karena Hari Pemasyarakatan di LP Cipinang. ”Jadi yang ada itu bukan versi penasehat hukum. Tetapi itu adalah apa yang ada di BAP, kemudian dimasukkan di surat dakwaan yang sudah dua kali tertunda pembacaannya,” ujar Tumpal kepada Batam Pos, Rabu (28/4). Tumpal mengakui, dakwaan tersebut ia ketahui dari pihak jaksa. Namun belum sempat dibacakan karena tertunda persidangan. ”Jadi sekali lagi saya tegaskan bukan kita yang mengungkap soal aliran dana damkar OB tersebut,” jelasnya. Seperti diberitakan sebelumnya, dalam surat dakwaan bernomor Dak-11/24/04/2010 setebal 43 halaman yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu, Ismeth disebut memberi persetujuan untuk pengadaan damkar melalui mekanisme penunjukan langsung. Tanda tangan kontrak pengadaan damkar dilakukan 16 Mei 2005 oleh Nur Setiajid selaku ketua panitia pengadaan damkar dan Hengky Samuel Daud dari PT Satal Nusantara. Menurut JPU, kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp 5,463 miliar yang menjadi keuntungan bagi PT Satal Nusantara. Namun dalam dakwaan tidak disebut adanya aliran dana dari Hengky ke Ismeth. Justru penerimanya adalah anak buah Ismeth di OB dan anggota DPR RI. Dari proyek itu, keuntungan yang diterima PT Satal Nusantara mengalir ke sejumlah pihak. Penerimanya antara lain anggota DPR dari Fraksi PPP, Sofyan Usman sebesar Rp1 miliar. Selain itu ada aliran dana sebesar Rp504 juta yang mengalir ke Kepala Bagian Anggaran Otorita Batam, M Iqbal. Deputi Administrasi dan Perencanaan (Adren) OB, M Prijanto juga mendapat Rp45 juta. Direktur Pengelolaan Lahan Otorita Batam, Danial Yunus, juga menerima Rp70 juta. Sementara seorang pegawai Otorita Batam bernama Indra Sakti, menerima Rp98 juta. Karenanya Ismeth didakwa. Dakwaan primairnya, Ismeth dianggap melanggar ancam dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1). Sedangkan dakwaan keduanya, Ismeth dianggap melanggar pasal 3 jo 18 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1). KPK: Bukan Unsur Politis Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah jika penetapan kepala daerah menjadi tersangka dalam kasus korupsi karena unsur politis terutama terkait Pilkada. KPK menegaskan, penetapan tersangka terhadap seseorang karena KPK memang memiliki alat bukti yang cukup. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK, Chandra Hamzah pada rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan KPK. ”Penetapan tersangka tidak ada kaitannya dengan pilkada,” ujar Chandra. Dalam jawaban tertulis KPK yang dibacakan Chandra juga diuraikan, berdasarkan Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, suatu perkara dapat ditingkatkan ke tingkat penyidikan apabila memenuhi dua kriteria. Pertama, ditemukannya bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi. Sedangkan cerita kedua, bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan. ”Jadi tidak ada urusan dengan Pilkada,” ujar Chandra. Dalam raker tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR, Azis Syamsudin menyatakan, ada kecenderungan KPK menetapkan status tersangka kepada kepala daerah yang hendak maju di pilkada. Azis menyebut sejumlah kepala daerah yang harus berususan dengan KPK, sementara di daerahnya sedang menggelar pilkada. Hal serupa juga dikatakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Setia Permana. Disebutkannya, dalam penetapan status tersangka dan penahanan atas Bupati Boven Digoel oleh KPK, aroma politisnya kental sekali. Namun Chandra menegaskan, dalam kasus Boven Digoel itu, KPK sudah melayangkan tiga kali surat panggilan. Namun karena tidak diindahkan, akhirnya Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwo dijemput paksa. ”Di kepolisian pun begitu. Bahkan dua kali dipanggil tidak datang, maka dijemput paksa,” jelas Chandra. *** |
Info Barelang
Kamis, 29 April 2010
Pengacara Ismeth: Itu Dakwaan Jaksa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar