Rabu, 13/01/2010 (sumber Bisnis Indonesia)
Bea & Cukai antisipasi kepadatan lapangan peti kemas
JAKARTA: Produk China yang diimpor melalui skema Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) diperkirakan masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok mulai pekan ketiga bulan ini, menyusul pemberlakuan perjanjian perdagangan bebas itu sejak awal tahun ini.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok Rachmat Subagio mengatakan impor produk China diprediksi melonjak mulai akhir bulan ini, sehingga pengawasan diperketat dengan meningkatkan kualitas petugas kepabeanan.
Dia mengatakan pembebasan bea masuk atas produk China melalui skema ACFTA tidak terkait dengan kelonggaran penetapan jalur impor di pelabuhan.
"Meskipun bebas bea masuk, bukan berarti semua kegiatan impor tersebut masuk kategori jalur hijau. Penetapan jalur impor itu tergantung dari profil importirnya, kalau jalur merah tetap dilakukan behandle [pemeriksaan fisik] peti kemas," katanya kepada Bisnis kemarin.
Rachmat mengungkapkan hal itu di sela-sela penahanan 131.347 botol minuman keras asal Korea Selatan di lapangan penumpukan Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, kemarin.
Dia mengatakan untuk menghindari kepadatan peti kemas di Pelabuhan Priok akibat derasnya impor produk China, Bea dan Cukai mengantisipasi sedini mungkin, termasuk melakukan pemindahan lokasi penumpukan peti kemas atau overbrengen.
"Segala kemungkinan bisa saja terjadi, antisipasi awal menghindari kepadatan adalah dengan kegiatan overbrengen peti kemas jika diperlukan," tuturnya.
Dirjen Bea dan Cukai Thomas Sugijata mengatakan pengawasan ketat terhadap seluruh dokumen impor, termasuk surat keterangan asal barang (SKA) mutlak dilakukan untuk menghindari barang menumpuk lebih lama di pelabuhan seiring dengan pemberlakuan ACFTA.
"Keabsahan setiap data impor yang masuk harus dicek silang oleh petugas Bea dan Cukai. Saat ini saja dokumen yang harus diperiksa jumlahnya ribuan setiap hari. Ini juga tantangan berat buat Bea dan Cukai," tuturnya.
Ketua Bidang Perdagangan dan Kepabeanan Gabungan Forwarder, Penyedia Jasa Logistik dan Ekspedisi Seluruh Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta Widijanto mengatakan pengelola terminal peti kemas di Priok seharusnya mempersiapkan lapangan penumpukan tambahan sebelum pemberlakuan ACFTA.
"Selama ini kepadatan peti kemas kerap terjadi, apalagi jika barang asal China bebas diimpor tanpa bea masuk. Kami mengkhawatirkan Tanjung Priok menjadi tempat penumpukan barang impor karena biaya penumpukan di luar pelabuhan lebih mahal," katanya.
Pelaku usaha mengharapkan efisiensi dan kelancaran arus barang dari dan ke pelabuhan diprioritaskan dan segera diwujudkan program pelayanan 24 jam penuh.
Kendala infrastruktur
Irwandy M. A. Rajabasa, Ketua Bidang Kepelabuhanan, Kepabeanan, dan Transportasi Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo), mengatakan kekhawatiran utama pelaku usaha bukan serbuan produk China, melainkan kesiapan infrastruktur di dalam negeri.
"Siap atau tidak siap, pelaku usaha harus siap, termasuk dampak ACFTA. Namun, infrastruktur fisik masih menjadi kendala besar, seperti fasilitas pelabuhan kurang memadai, masalah listrik, dan akses jalan," katanya.
Masalah lain adalah lemahnya infrastruktur nonfisik, seperti regulasi dan kemampuan diplomasi pemerintah. Padahal, China sudah menyiapkan infrastrukturnya sejak lama.
Dia mengharapkan Bea dan Cukai mampu mengawasi produk impor asal China guna menjamin persaingan sehat di dalam negeri. (Hery Lazuardi)
(redaksi@bisnis.co.id)
Bisnis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar