Senin, 25 Januari 2010 (sumber Batam Pos,versi asli) | |
Konsekuensi dari pembangunan Kota Batam adalah menyusutnya luas hutan. Menurut Wali Kota (Wako) Batam Ahmad Dahlan, pembangunan Batam memang didesain sebagai daerah industri. Bukan hanya Kota Batam, tapi keseluruhan wilayah Pemerintahan Kota Batam termasuk Rempang dan Galang. Dengan desain seperti itu, katanya, luas hutan yang tersisa nantinya hanya sekitar 40 persen. ”Empat puluh persen hutan itu menjadi benteng. Sebagai serapan air untuk waduk-waduk kita,” ungkap Wali Kota Batam Ahmad Dahlan saat menghadiri Pelantikan Pengurus Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Kota Batam di Pemko Batam, Minggu (24/1). Wako lebih lanjut menjelaskan, konsep pembangunan kota Batam memang berbeda dengan daerah-daerah industri lainnya seperti di negara tetangga, Johor, Malaysia. Di Batam, industri tidak hanya di wilayah-wilayah tertentu saja. Misalnya hanya di Sekupang saja. Tapi merata di seluruh wilayah Batam. Pusat bisnis pun tidak hanya di Nagoya dan Jodoh saja, tapi seluruh wilayah Batam menjadi pusat bisnis. ”Pak Habibie (mantan Ketua OB) pun tak mau industri hanya di beberapa wilayah saja di Batam. Tapi seluruh Batam,” katanya. Kawasan industri itu, kata dia, menyatu atau terintegrasi dengan pemukiman penduduk, serta hutan. Pada akhirnya, penyatuan tersebut memunculkan perumahan, komunitas-komunitas masyarakat, ada pasar, salon, dan klinik. ”Itulah ciri Batam,” ujarnya. Berdasarkan penunjukan Menteri Kehutanan Nomor 47/kpts-II/1987 tanggal 24 Februari 1987, kawasan hutan lindung di Kota Batam seluas 23.430 hektare, dengan rincian luasan, hutan suaka alam dan hutan wisata seluas 4.933 hektare, hutan lindung 13.643 hektare, hutan lindung pantai (mangrove) 4.854 hektare. Setelah bergabungnya Rempang-Galang dengan Kota Batam, luas kawasan hutan Mangrove menjadi 25 ribu hektare. Kemudian, penunjukan menteri kehutanan tersebut di atas ditetapkan menjadi keputusan menteri kehutanan nomor 427/Kpts-II/1992, Nomor : 719/Kpts-II/1993 dan Nomor : 202/Kpts-II/1994 bahwa kawasan hutan tersebut terdiri dari; kawasan hutan tetap yang berfungsi sebagai hutan lindung dan hutan wisata seluas 12.081,60 hektare, yang tersebar di 13 titik kawasan hutan lindung. Sisa kawasan hutan yang belum ditunjuk atau ditetapkan seluas 11.348 hektar. Sejak tahun 1995, kawasan hutan lindung tersebut banyak yang berubah fungsi menjadi kawasan industri, perumahan, perhotelan dan prasarana lainnya. Diperkirakan luas hutan yang telah rusak oleh aktiftas pembangunan dalam kawasan hutan seluas 1.923,50 hektare. Sementara akibat perambahan masyarakat seluas 648,65 hektare. (ahmadi) |
Info Barelang
Senin, 25 Januari 2010
Hutan Tersisa 40 Persen
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar