Tanjungpinang, 19/1 (ANTARA) - Pemberlakuan Persetujuan Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China tak mempengaruhi perekonomian Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kata Dewan Apindo Kepri, Rudy Chua, Selasa.
"Pemberlakuan FTA ASEAN-China diyakini tidak akan mempengaruhi masyarakat Kepulauan Riau yang sudah terbiasa menikmati barang luar negeri tanpa penyaringan yang ketat," kata Rudy yang juga Sekretaris Komisi II DPRD Kepri.
Dia mengemukakan, Kepri memiliki karakteristik yang berbeda dengan kebanyakan wilayah di Indonesia. Posisi Kepri sangat strategis dalam sektor perekonomian karena berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam.
Karena itu, kata dia, masyarakat Kepri sudah terbiasa menggunakan atau menikmati barang impor dari luar negeri, walau pun kebiasaan tersebut berkurang seiring dengan pengetatan pengawasan produk dalam dan luar negeri oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Dalam dua tahun terakhir BPOM gencar mengawasi produk dalam dan luar negeri yang dijual pedagang," katanya.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan untuk memperketat pengawasan barang impor, terutama barang konsumsi yang berpengaruh langsung kepada masyarakat. Salah satu ketentuan yang dikeluarkan pemerintah adalah produk impor diwajibkan memiliki sertifikasi SNI dan labelisasi dalam bahasa Indonesia.
"Ketentuan itu sebagai bentuk pengawasan terhadap arus produk impor. Cukup baik jika peraturan itu dilaksanakan secara konsisten," katanya.
Sedangkan untuk investasi, kata dia, fasilitas FTA ASEAN-China diyakini tidak akan menarik investor baru untuk memanfaatkan fasilitas tersebut karena sudah bukan kebijakan yang baru. Bila benar pasar China dijadikan sebagai target, tentunya akan lebih menguntungkan bagi mereka untuk melakukan investasi langsung di negara itu dengan segala fasilitas dan kemudahan yang memang jauh lebih baik dari Kepulauan Riau atau pun Indonesia.
"FTA ASEAN-CHINA itu bukan rahasia lagi, karena sudah ditandatangani di Laos pada November 2004 pada saat ASEAN SUMMIT kesepuluh," katanya.
Kebijakan China-Asean FTA sebenarnya merupakan bagian yg tidak terelakkan dari arus globalisasi dunia. Kerjasama ASEAN-China dibidang perdagangan merupakan kerjasama terbesar di dunia dengan jumlah konsumen 1,7 milyar orang.
Secara umum permasalahan yang muncul dalam melaksanakan FTA ASEAN-China adalah ketidaksiapan para pengusaha ASEAN, sehingga menimbulkan rasa kekhawatiran yang besar terhadap gejala yang ditimbulkannya.
"Kekhawatiran itu muncul bila FTA ASEAN-CHINA hanya memberikan manfaat satu pihak yaitu China," katanya.
Rudy mengungkapkan, China memiliki kemampuan dalam melakukan produksi barang dengan harga murah. Kondisi itu tidak hanya menakutkan pengusaha ASEAN tetapi juga telah menjadi momok pengusaha dunia.
Bika benar arus barang impor dari China dibebaskan nol, kata dia, kemungkinan muncul kekhawatiran para pengusaha dalam negeri karena selama ini barang produk China yang masuk melalui pintu belakang dengan segala "biaya tinggi" sudah mengacaukan pasar dalam negeri, apa lagi barang-barang tersebut dapat masuk secara resmi dengan tarif nol persen.
"Kekhawatiran para pengusaha itu telah ditanggapi secara serius oleh pemerintah dengan menyiapkan rencana untuk perundingan ulang 228 pos tarif walaupun mungkin agak terlambat," ujarnya.
(T.PK-NP/B/H-CS/H-CS) 19-01-2010 14:46:16 NNNN
"Pemberlakuan FTA ASEAN-China diyakini tidak akan mempengaruhi masyarakat Kepulauan Riau yang sudah terbiasa menikmati barang luar negeri tanpa penyaringan yang ketat," kata Rudy yang juga Sekretaris Komisi II DPRD Kepri.
Dia mengemukakan, Kepri memiliki karakteristik yang berbeda dengan kebanyakan wilayah di Indonesia. Posisi Kepri sangat strategis dalam sektor perekonomian karena berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Vietnam.
Karena itu, kata dia, masyarakat Kepri sudah terbiasa menggunakan atau menikmati barang impor dari luar negeri, walau pun kebiasaan tersebut berkurang seiring dengan pengetatan pengawasan produk dalam dan luar negeri oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Dalam dua tahun terakhir BPOM gencar mengawasi produk dalam dan luar negeri yang dijual pedagang," katanya.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan untuk memperketat pengawasan barang impor, terutama barang konsumsi yang berpengaruh langsung kepada masyarakat. Salah satu ketentuan yang dikeluarkan pemerintah adalah produk impor diwajibkan memiliki sertifikasi SNI dan labelisasi dalam bahasa Indonesia.
"Ketentuan itu sebagai bentuk pengawasan terhadap arus produk impor. Cukup baik jika peraturan itu dilaksanakan secara konsisten," katanya.
Sedangkan untuk investasi, kata dia, fasilitas FTA ASEAN-China diyakini tidak akan menarik investor baru untuk memanfaatkan fasilitas tersebut karena sudah bukan kebijakan yang baru. Bila benar pasar China dijadikan sebagai target, tentunya akan lebih menguntungkan bagi mereka untuk melakukan investasi langsung di negara itu dengan segala fasilitas dan kemudahan yang memang jauh lebih baik dari Kepulauan Riau atau pun Indonesia.
"FTA ASEAN-CHINA itu bukan rahasia lagi, karena sudah ditandatangani di Laos pada November 2004 pada saat ASEAN SUMMIT kesepuluh," katanya.
Kebijakan China-Asean FTA sebenarnya merupakan bagian yg tidak terelakkan dari arus globalisasi dunia. Kerjasama ASEAN-China dibidang perdagangan merupakan kerjasama terbesar di dunia dengan jumlah konsumen 1,7 milyar orang.
Secara umum permasalahan yang muncul dalam melaksanakan FTA ASEAN-China adalah ketidaksiapan para pengusaha ASEAN, sehingga menimbulkan rasa kekhawatiran yang besar terhadap gejala yang ditimbulkannya.
"Kekhawatiran itu muncul bila FTA ASEAN-CHINA hanya memberikan manfaat satu pihak yaitu China," katanya.
Rudy mengungkapkan, China memiliki kemampuan dalam melakukan produksi barang dengan harga murah. Kondisi itu tidak hanya menakutkan pengusaha ASEAN tetapi juga telah menjadi momok pengusaha dunia.
Bika benar arus barang impor dari China dibebaskan nol, kata dia, kemungkinan muncul kekhawatiran para pengusaha dalam negeri karena selama ini barang produk China yang masuk melalui pintu belakang dengan segala "biaya tinggi" sudah mengacaukan pasar dalam negeri, apa lagi barang-barang tersebut dapat masuk secara resmi dengan tarif nol persen.
"Kekhawatiran para pengusaha itu telah ditanggapi secara serius oleh pemerintah dengan menyiapkan rencana untuk perundingan ulang 228 pos tarif walaupun mungkin agak terlambat," ujarnya.
(T.PK-NP/B/H-CS/H-CS) 19-01-2010 14:46:16 NNNN
Copyright © ANTARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar