Kamis, 28 Januari 2010 (sumber Batm Pos,versi asli) | |
Tiga PMK FTZ Disosialisasikan Batam (BP) - Revisi tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk kawasan perdagangan bebas (free trade zone) Batam, Bintan, Karimun (BBK) mulai disosialisaikan ke pengusaha dan instansi terkait, Rabu (27/1) kemarin di Hotel Vista, Baloi. PMK Nomor 240/PMK.03/2009 merupakan perubahan PMK Nomor 45/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas. Menurut Sekretaris Dewan Kawasan (DK) Jon Arizal, beberapa perubahan dan kemudahan setelah keluarnya revisi PMK ini adalah terhitung Februari mendatang, tidak berlaku lagi jalur hijau dan jalur merah untuk barang yang harus diperiksa ketika membawa barang keluar dari Batam. Jadi yang berlaku hanya jalur hijau saja. ”Seperti di bandara, semuanya jalur hijau. Sehingga tidak seratus persen barang diperiksa, kecuali yang dicurigai,’’ jelas Jon Arizal usai sosialisasi PMK yang baru di Hotel Vista, Rabu (27/1) kemarin. Kemudahan berikutnya, lanjut Jon Arizal, barang yang semestinya dibongkar di pelabuhan, kini bisa langsung dibawa ke gudang. Dengan syarat setelah adanya persetujuan dokumen pemasukan. Lantas masterlist, kini tidak sekaku sebelumnya. Sekarang, jika barang yang masuk tidak sesuai masterlist, tidak masalah. Pengusaha, jelas Arizal, tinggal melaporkannya ke Bea Cukai untuk dicek. ”Dulu tidak boleh (berbeda dengan masterlist). Kalau beda kena denda. Jadi sekarang masterlist tetap berlaku tapi lebih fleksibel,’’ ungkapnya. Sosialisasi PMK yang efektif berlaku sejak 1 Januari ini, dihadiri ratusan pengusaha dan aparat penegak hukum serta instansi terkait. Kepala Seksi Layanan Informasi Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai Batam, Iwan Agung Kusuma menjadi salah seorang pemateri. Saat mengumumkan ketiga PMK di acara dialog Menko Perekonomian dengan Pengusaha di kawasan BBK di Novotel Hotel, Jumat (15/1) lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan harapannya agar pelaku usaha bisa memanfaatkan fasilitas dan kemudahan yang diberikan pemerintah. ”Baik dari sisi formal, legal, dan comply dengan aturan lain. Bukan fasilitas dan kemudahan itu justru dipakai untuk ilegal dan kriminal,” papar Sri Mulyani. Dalam kesempatan itu, Menkeu juga mengungkapkan, tantangan yang dihadapi dalam membuat kawasan khusus tidaklah mudah. ”Kita ingin bagaimana memberi keistimewaan tanpa memberi dampak negatif ke daerah lain di Indonesia,” paparnya. Pihaknya siap mendengar setiap komplain yang muncul. ”Dari sisi pajak dan bea cukai (BC) sudah dianggap sesuai, tapi kita siap mendengar mana lagi yang tidak dianggap sesuai,” paparnya. Badan Pengusahaan Mandul Di tempat terpisah, Praktisi Hukum Ampuan Situmeang SH menegaskan, tidak diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang Kewenangan Dewan Kawasan (DK), berdampak pada mandulnya Badan Pengusahaan (BP) yang berada di kabupaten/kota. Hal itu disampaikan Ampuan Situmeang SH menanggapi sosialisasi tiga PMK baru tersebut. ”Masalah krusialnya yaitu PP tentang Kewenangan Dewan Kawasan tidak terbit sampai sekarang. Begitu pula implementasi FTZ, Presiden SBY belum mengeluarkan PP yang mengatur implementasi kewenangan DK, sehingga BP jadi mandul semua, tidak bisa bekerja,” kata Ampuan Situmeang kepada Batam Pos kemarin sore. Ia mencontohkan peraturan pemerintah yang mengatur tata cara pemasukan mobil ke kawasan FTZ, yang belum kunjung diterbitkan hingga saat ini. “Kalau seperti ini kan sulit,” paparnya. Ampuan juga mengaku heran karena sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang digelar di Vista Hotel, kemarin, hanya menjelaskan kewenangan yang dimiliki Bea Cukai (BC) saja. “Lantas kewenangan DK itu mana. Sebagai praktisi hukum, saya melihat bahwa pemerintah SBY gagal dari sisi evaluasi program 100 hari kerja untuk masalah FTZ BBK,” paparnya. Ditambahkannya, tiga PMK yang merupakan revisi PMK sebelumnya mengatur kewenangan BC, dan sama sekali tidak mengatur kewenangan DK. Begitu juga PP 2/2009 juga mengatur kewenangan BC. “Coba lihat dari awal sampai akhir baik itu tiga revisi PMK dan PP 2/2009 tidak ada yang mengatur tentang kewenangan DK, tapi hanya kewenangan BC. Aneh rasanya jika PMK dan PP itu hanya mengatur kewenangan BC, padahal di kawasan FTZ BBK, itu tidak ada semua,” paparnya. Mengenai sosialisasi tiga PMK yang direvisi itu, Ampuan menilai bahwa hal itu justru menambah kebingungan saja. “Mereka menjelaskan yang mereka sendiri tidak jelas, sehingga yang jelas jadi makin tidak jelas,” katanya. (uma/hda) |
Info Barelang
Kamis, 28 Januari 2010
Masterlist Berlaku tapi Tak Kaku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar