Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 11 Januari 2010

Menhut Janji Percepat

Sabtu, 09 Januari 2010 (sumber Batam Pos,klik versi asli)


Nasib 20.000 ribu sertifikat rumah warga yang berada di kawasan hutan lindung Batam kini tergantung di tangan Departemen Kehutanan (Dephut). Sebab, hingga saat ini proses alih fungsi lahan tersebut masih mandeg di departemen tersebut. Padahal, seluruh persyaratan administratif untuk alih fungsi lahan tersebut, termasuk menyiapkan lahan pengganti, sudah dipenuhi oleh Otorita Batam (OB). Namun sampai sekarang, izin prinsip (IP) penetapan atas lahan pengganti tersebut belum juga dikeluarkan oleh Dephut. Akibatnya, 20.000 sertifikat rumah yang berada di atas lahan hutan lindung masih terkatung-katung dan tidak bisa diagunkan ke bank.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Kehutanan (Menhut) RI Zulkifli Hasan menegaskan, sebenarnya alih fungsi hutan lindung tidak dibenarkan. Namun ada pengecualian untuk kasus di Batam, sehingga alih fungsi hutan lindung di Batam akan tetap diproses dan percepat penyelesaiannya.

”Tapi pada prinsipnya, keputusan alih fungsi lahan tidak akan keluar sebelum ada lahan pengganti,” kata Zulkifli saat ditemui di sela-sela Kongres PAN III di Hotel Planet Holiday, Jumat (8/1). Kabar baiknya, kata Menhut, proses alih fungsi hutan lindung di Batam ini menjadi salah satu prioritas dalam program 100 hari kerja kabinet Indonesia Bersatu jilid 2. Sehingga dapat dipastikan, polemik hutan lindung ini akan segera menemui titik terang dalam hitungan hari.

Yang lebih menggembirakan, Menhut menegaskan, status lahan hutan lindung yang kini ditempati ribuan rumah warga yang tersebar pada beberapa wilyayah di Batam itu tetap akan dialokasikan untuk kawasan hunian legal setelah proses alih fungsinya selesai. ”Warga tak perlu kuatir, lahan itu tak akan diputihkan (menjadi hutan lindung lagi, red),” ujar menteri yang juga Sekjen Partai PAN ini.

Sementara itu, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Mustofa Widjaja menegaskan, pihaknya sudah menyediakan lahan pengganti atas hutan lindung yang telah dialokasikan untuk pengembang itu. Lokasinya tersebar di sejumlah tempat di Batam dan sebagian di Galang. Dengan perbandingan lahan 1:2. ”Ini sesuai permintaan Departemen Kehutanan,” kata Mustofa, belum lama ini.

Hal ini dipertegas oleh Kepala Biro Umum Badan Pengusahaan (BP) Batam, Agus Hartanto. Menurut Agus, sebelumnya BP Batam (waktu itu masih bernama OB) mengajukan lahan pengganti dengan perbandingan 1:1,58. Namun Dephut meminta lahan pengganti dengan perbandingan 1:2. Artinya, jika waktu itu BP Batam mengalokasikan lahan di hutan lindung untuk pengembang seluas 1.900 hektare, maka BP Batam harus menyediakan lahan seluas 3.800 hektare untuk lahan pengganti.
”Lahan itu sudah kami siapkan,” kata Agus kepada wartawan, Jumat (8/1).

Lahan pengganti itu, kata Agus, tersebar di beberapa daerah di Batam. Antara lain di Tembesi, Nongsa, Batam Center, Tanjung Gundap dan lainnya. Jumlahnya sebanyak 12 titik dengan luas area sekitar 2.800 hektare. Sementara 1.000 hektare sisanya diambilkan lahan di Galang, yang statusnya bukan hutan lindung.

Pengajuan lahan pengganti ini sudah melalui rekomendasi dari Guberbur Kepri, Ismeth Abdullah. Selanjutnya, rekomendasi ini masuk ke Dephut untuk kemudian mendapatkan izin prinsip (IP) penggunaan lahan pengganti tersebut. Namun sampai sekarang IP tersebut tak kunjung keluar.

Padahal, kata Agus, tahapan untuk pengesahan lahan pengganti tersebut masih cukup panjang, sekitar 5 tahapan lagi. Di antaranya, setelah izin prinsip keluar, masih perlu tahapan clear and clean yang berkenaan dengan status hukum dan fisik lahan.

Setelah itu, perlu ada persetujuan Menhut soal alih fungsi lahan dan lahan pengganti yang disiapkan. Selanjutnya harus ada tukar-menukar alih fungsi hutan lindung antara Pemko Batam-BP Batam dan Dephut. Tahapan berikutnya, terang Agus, adalah proses pengukuran tata batas wilayah atau lahan. Barulah keluar penetapan dari Departemen Perhutanan (Dephut).

”Setelah itu, barulah sertifikat BPN itu tak ada masalah,” kata Agus. Beberapa waktu lalu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batam memberikan surat jaminan kepada para pemilik sertifikat rumah di atas lahan hutan lindung. Isinya, BPN menjamin sertifkat tersebut bisa diagunkan dan diperjual-belikan.

Namun kenyataannya, sertifikat para warga itu tetap saja dianggap bodong. Bahkan sejumlah bank dengan terang-terangan menolak sertifikat tersebut untuk dijadikan agunan. Diduga, jaminan BPN tersebut hanya bersifat temporal (lips service) karena ada tekanan dari ribuan warga yang saat itu mendemo BPN. (a)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar