Jumat, 08 Januari 2010 (sumber Batam Pos,klik versi asli) | |
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyambangi redaksi harian pagi Batam Pos, di Graha Pena, kemarin. Ia menyempatkan waktunya di sela-sela pelaksanaan Kongres III PAN di Kota Batam. Hatta didampingi CEO Fox Indonesia Choel Mallarangeng, dan pengurus PAN lainnya. Kehadiran kandidat Ketua Umum PAN itu disambut langsung Chief Operation Officer (COO) Riau Pos Group Divisi Regional Batam sekaligus Dirut Batam Pos Marganas Nainggolan. Marganas didampingi Wadirut Socrates, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Hasan Aspahani, Pemimpin Perusahaan Usep RS, dan sejumlah awak redaksi Batam Pos. Dalam diskusi santai yang dilakukan di lantai 6 Graha Pena, Hatta banyak menjelaskan soal pencalonannya sebagai Ketua Umum PAN hingga soal FTZ. Mengenai perkembangan FTZ, ia menegaskan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu PMK No. 45, 46, dan 47 tahun 2009 yang mengatur pajak dan Bea Cukai di kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun (FTZ BBK) sudah diteken oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. ”Saat saya memimpin rapat, sudah diputuskan bahwa FTZ itu harus dijalankan secara konsisten. Kalau FTZ, semua dibolehkan masuk, kecuali yang dilarang,” ujarnya menjawab pertanyaan Dirut Batam Pos, Marganas Nainggolan. Ia memperkirakan, relaunching mungkin akan dilaksanakan minggu depan. ”Kita ingin Batam, Bintan, dan Karimun benar-benar FTZ. Minggu depan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Keuangan diharapkan bersama-sama datang ke Batam. Jadi semua bisa dilakukan secara cepat,” katanya. Mengenai PP 02/2009 yang berkaitan dengan tiga PMK yang revisinya sudah diteken Menkeu tersebut, Hatta menegaskan hal itu juga bakal dilakukan secepatnya. ”Tapi untuk saat ini cukup dengan revisi PP dulu sudah bisa jalan, tanpa harus menunggu revisi PP 02/2009,” kata Hatta mengenai kepastian yang diperoleh dunia usaha sebelum PP 02/2009 direvisi,” katanya. Koalisi Bukan Berarti Tak Kritis Terkait masalah kemandirian PAN yang dijanjikan Hatta sempat diragukan sejumlah kalangan. Apalagi PAN bagian dari koalisi pemerintahan SBY dan Hatta sendiri memiliki kedekatan dengan SBY. Namun, keraguan ini ditepis oleh Hatta. Menurutnya, kritis itu merupakan perilaku, sikap, karakter. ”Bahkan, kita memilih makanan pun harus kritis. Manakala kita mengatakan makanan itu baik, maka makanan itu baik,” ujar Hatta. Ditegaskan Hatta, kritis itu tidak harus menjadi oposisi. ”Bahkan menurut pandangan saya, termasuk Partai Demokrat pun (partainya Pak SBY), kalau tidak kritis akan ditinggalkan pendukungnya. Hanya memang, orang kadang-kadang bilang kritis itu identik harus menjadi oposisi. Tapi saya melihat kita tidak harus mengkritisi yang berlebihan terhadap pemerintah yang sekarang, karena Pak SBY sungguh-sungguh,” urainya. Tapi jika ada sesuatu yang harus dikritisi, lanjut Hatta, harus dikritisi dengan solusi. ”Saya minta ke partai koalisi waktu itu bahwa kita harus kritis. Sebab jika tidak kritis, bagaimana kita bisa melihat alternatif-alternatif yang bisa dikembangkan,” paparnya. PAN, tegas Hatta tetap akan kritis. “Oposisi atau koalisi, sama baiknya menurut saya, sepanjang tujuan kita sama, untuk berbangsa dan bernegara. Yang tidak baik itu, apapun yang dikatakan pemerintah itu salah. Itu barangkali sudah tidak objektif lagi. Sama juga kalau kita koalisi, apapun yang dikatakan pemerintah itu benar, ya belum tentu juga,” katanya. Menurutnya, Presiden SBY lah yang memilih menteri. ”Kalau pun ada, saya itu menghubungi menteri. Pak SBY mengatakan tolong hubungi si A, si B, si C, tapi bukan saya yang mengatakan Pak coba hubungi si A, si B, si C,” tegasnya. Dikatakan Hatta, kalau pun ia dekat dengan Presiden itu karena jabatannya sebagai Mensesneg waktu itu. ”Kalau Mensesneg itu tiap hari dekat Presiden, tapi Presiden itu dekat dengan semua menteri. Kalau saya dekat dengan Presiden intensitasnya, itu karena kedudukan saya sebagai Mensesneg, tidak lebih,” tambahnya. Bagaimana tentang money politic pada Kongres III PAN? Hatta mengaku tidak mengetahuinya. “Tapi ya kadang-kadang orang dari Papua kan mungkin tidak punya uang kalau harus ke Batam, makanya dalam partai selalu tarik menarik. Kalau dari Papua ke Batam itu biayanya bisa sampai Rp10 juta per orang dan biasanya kita sharing. Biasanya dari pusat menganggarkan sekian, kemudian pimpinan fraksi juga menganggarkan dan yang tidak mampu ya dibantu. Jadi money politic itu tidak terjadi,” katanya. Tentang ketidakhadiran Drajad Wibowo (DW) saat Rakernas, Hatta menegaskan DW bukan merupakan pengurus partai. Bagaimana tentang kesamaan warna biru yang dimiliki PAN dengan Partai Demokrat? ”Saya yakin birunya PAN dan birunya Partai Demokrat bisa dibedakan,” tambahnya. Hatta juga setuju yang paling lamban melakukan reformasi atau internal demokratisasi yaitu birokrasi dan partai politik. Ia juga mengungkapkan bahwa reformasi yang dilakukan Presiden SBY saat ini sangat bagus sekali. (hda/amx) |
Info Barelang
Jumat, 08 Januari 2010
Hatta: Masterlist Resmi Dihapus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar