Batam, 3/8 (ANTARA) - Pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun kekurangan lahan sehingga penanam modal menemui kesulitan.
"Lahan FTZ Karimun sudah habis," kata Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun Muhammad Sani usai rapat koordinasi FTZ di Batam, Jumat.
FTZ Karimun berlaku "enclave" atau terpisah, bukan satu pulau secara keseluruhan.
Menurut Gubernur Kepulauan Riau itu, lahan yang ditetapkan sebagai FTZ Karimun memang terlalu sedikit sehingga pengusaha kekurangan lahan untuk mengembangkan usaha. "Karimun kecil, untuk PT Saipem saja sudah habis," katanya.
Ia mengatakan banyak pengusaha yang tertarik mengembangkan usaha di Negeri Berazam, umumnya industri galangan kapal.
Dewan KPBPB Batam, Bintan dan Karimun akan mengupayakan penambahan kawasan FTZ di Karimun.
"Permintaannya penambahan daerah, bukan meminta untuk FTZ menyeluruh," katanya.
Sementara itu, ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah Kepulauan Riau Johanes Kennedy mengatakan akan dibentuk tim monitoring lahan untuk mengecek kekurangan lahan di wilayah FTZ.
Ia mengatakan permintaan lahan paling banyak untuk industri galangan kapal yang mayoritas dikuasai pemodal asing.
John meminta pemerintah mengutamakan pengusaha lokal dalam pengalokasian lahan agar industri dalam negeri dapat berkembang.
Selain Karimun, Batam juga kekurangan lahan pengembangan FTZ.
Sebelumnya, Direktur Kabil Industrial Estate, Pieter Vincent dalam diskusi bersama Menteri Perindustrian mengatakan ada pabrik yang terpaksa alokasi ke Malaysia karena keterbatasan lahan di Batam.
"Ada pabrik pindah ke Kuantan karena lahan kurang," kata Pieter.
Perusahaan itu, hendak membangun dan menyimpan 450 km pipa untuk kebutuhan industri perkapalan. Namun, karena tidak ada lahan, maka terancam pindah ke Kelantan, Malaysia.
Menurut dia, perpindahan industri ke luar negeri menjadi kerugian bagi Batam dan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar