Sedikitnya 4.000 unit rumah dan ruko yang berdiri di sejumlah
kawasan hutan lindung di Batam, akhirnya status lahannya diputihkan
(legal). Badan Pengusahaan Batam memastikan hutan penggantinya di
Rempang dan Galang yang luasnya melebihi luas lahan hutan lindung yang
ditempati warga saat ini.
Kepastian pemutihan ini diungkapkan Kepala Sub Bidang Humas dan Publikasi Badan Pengusahaan BP Batam, Ilham Eka Hartawan kemarin (10/8). “Sudah disetujui Tim Padu Serasi dan Pemprov Kepri. Bahkan sudah diserahkan ke pusat. Sekarang tinggal menunggu keputusan dari Kementerian Kehutanan,” ujarnya kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin.
Kawasan pemukiman yang sebelumnya bermasalah dan membuat warga maupun pengusaha properti meradang karena sertifikat yang telah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) ada yang ditolak perbankan saat diagunkan, antara lain Genta 3, Citra Pendawa, MKGR, Pemda, Senawangi dan Tripuri.
Meski telah disetujui Tim Padu Serasi, Ilham minta masyakat yang menetap di kawasan tersebut untuk tetap bersabar dan tidak tergesa-gesa membangun rumahnya melebihi luas yang telah ditentukan.
Direktur Humas dan PTSP BP Batam Dwi Djoko Wiwoho yang dihubungi terpisah membenarkan kalau pihaknya telah merekomendasikan lahan pengganti yang luasnya melebihi luas lahan yang diputihkan itu menjadi hutan lindung.
“Kita usulkan lahan penggantinya di Rempang dan Galang. Intinya perumahan yang dulunya berdiri di hutan lindung akan diputihkan,” ujar Djoko.
Djoko juga membenarkan lahan-lahan tersebut masuk wilayah Mukakuning. “Seperti MKGR itu masuk Mukakuning juga,” imbuhnya.
Anggota Komisi I bidang hukum dan pemerintahan DPRD Batam Helmy Hemilton menyambut baik upaya pemerintah daerah untuk menuntaskan persoalan lahan di kota ini.
Menurutnya, masalah paling krusial di Batam selama ini adalah lahan yang tumpang tindih terutama yang dialokasikan untuk perumahan dan industri tapi masuk dalam hutan lindung.
“Kita dari Komisi I memberi apresiasi sangat positif atas hal ini. Karena masyarakat selama ini dibuat cemas bahkan investor ketakutan berinvestasi akibat status lahan yang tidak jelas,” imbuh Helmy di ruang kerjanya kemarin.
Politisi Partai Demokrat ini juga minta pemerintah daerah untuk terus mengawal keputusan final pembebasan lahan tersebut ke pusat agar segera memiliki keputusan tetap dari Tim Padu Serasi Kementerian Kehutanan.
Selain status lahan di Mukakuning ini, Helmy juga minta pemerintah lebih proaktif agar tahun ini seluruh persoalan lahan termasuk lahan di Rempang dan Galang dituntaskan statusnya.
“Biar bisa dimanfaatkan untuk investasi karena lahan di Batam sudah sangat sempit,” katanya.
Menanggapi hal ini, Ilham Hartawan mengatakan lahan di kawasan Pulau Rempang dan Galang juga sudah masuk meja Kemenhut dan segera dilakukan validasi mengenai luas lahan dan peruntukannya.
“Padu serasinya lama karena tidak hanya Batam saja yang di data. Tapi provinsi lainnya juga. Totalnya ada lima kabupaten dan dua kota,” katanya.
Seperti diketahui, selama ini ribuan bangunan, baik itu rumah atau ruko serta bangunan lainnya berdiri di atas lahan hutan lindung. Bahkan, ada juga yang belum dibangun, namun telah dialokasikan ke sejumlah pengembang properti. Beberapa pengembang juga sudah membayar iuran wajib tahunan otorita (UWTO). Bahkan bangunannya sudah bersertifikat dari BPN. Namun, sejumlah perbankan menolak sertifikat perumahan di atas hutan lindung itu sebagai jaminan kredit.
Di tempat terpisah, Ketua Kadin Kepri Johanes Kennedy kembali mendesak BP Batam, Pemko Batam dan pihak terkait memperjelas status Rempang dan Galang. Desakan itu terkait dengan habisnya lahan untuk industri di Kota Batam, sementara banyak investor yang ingin menanamkan modalnya di Batam, termasuk industri otomotif.
John, panggilan akrab Johanes Kennedy bahkan meminta BP dan Pemko Batam bergerak cepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin makin banyak investor mengalihkan investasinya ke kawasan lain di Indonesia atau ke negara lain.
“Batam ini masih menjadi favorit bagi investor, tapi kalau tak ada lahan tersedia, pasti mereka akan menanamkan modalnya ke daerah lain,” kata John. (nur) (170)
Kepastian pemutihan ini diungkapkan Kepala Sub Bidang Humas dan Publikasi Badan Pengusahaan BP Batam, Ilham Eka Hartawan kemarin (10/8). “Sudah disetujui Tim Padu Serasi dan Pemprov Kepri. Bahkan sudah diserahkan ke pusat. Sekarang tinggal menunggu keputusan dari Kementerian Kehutanan,” ujarnya kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin.
Kawasan pemukiman yang sebelumnya bermasalah dan membuat warga maupun pengusaha properti meradang karena sertifikat yang telah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) ada yang ditolak perbankan saat diagunkan, antara lain Genta 3, Citra Pendawa, MKGR, Pemda, Senawangi dan Tripuri.
Meski telah disetujui Tim Padu Serasi, Ilham minta masyakat yang menetap di kawasan tersebut untuk tetap bersabar dan tidak tergesa-gesa membangun rumahnya melebihi luas yang telah ditentukan.
Direktur Humas dan PTSP BP Batam Dwi Djoko Wiwoho yang dihubungi terpisah membenarkan kalau pihaknya telah merekomendasikan lahan pengganti yang luasnya melebihi luas lahan yang diputihkan itu menjadi hutan lindung.
“Kita usulkan lahan penggantinya di Rempang dan Galang. Intinya perumahan yang dulunya berdiri di hutan lindung akan diputihkan,” ujar Djoko.
Djoko juga membenarkan lahan-lahan tersebut masuk wilayah Mukakuning. “Seperti MKGR itu masuk Mukakuning juga,” imbuhnya.
Anggota Komisi I bidang hukum dan pemerintahan DPRD Batam Helmy Hemilton menyambut baik upaya pemerintah daerah untuk menuntaskan persoalan lahan di kota ini.
Menurutnya, masalah paling krusial di Batam selama ini adalah lahan yang tumpang tindih terutama yang dialokasikan untuk perumahan dan industri tapi masuk dalam hutan lindung.
“Kita dari Komisi I memberi apresiasi sangat positif atas hal ini. Karena masyarakat selama ini dibuat cemas bahkan investor ketakutan berinvestasi akibat status lahan yang tidak jelas,” imbuh Helmy di ruang kerjanya kemarin.
Politisi Partai Demokrat ini juga minta pemerintah daerah untuk terus mengawal keputusan final pembebasan lahan tersebut ke pusat agar segera memiliki keputusan tetap dari Tim Padu Serasi Kementerian Kehutanan.
Selain status lahan di Mukakuning ini, Helmy juga minta pemerintah lebih proaktif agar tahun ini seluruh persoalan lahan termasuk lahan di Rempang dan Galang dituntaskan statusnya.
“Biar bisa dimanfaatkan untuk investasi karena lahan di Batam sudah sangat sempit,” katanya.
Menanggapi hal ini, Ilham Hartawan mengatakan lahan di kawasan Pulau Rempang dan Galang juga sudah masuk meja Kemenhut dan segera dilakukan validasi mengenai luas lahan dan peruntukannya.
“Padu serasinya lama karena tidak hanya Batam saja yang di data. Tapi provinsi lainnya juga. Totalnya ada lima kabupaten dan dua kota,” katanya.
Seperti diketahui, selama ini ribuan bangunan, baik itu rumah atau ruko serta bangunan lainnya berdiri di atas lahan hutan lindung. Bahkan, ada juga yang belum dibangun, namun telah dialokasikan ke sejumlah pengembang properti. Beberapa pengembang juga sudah membayar iuran wajib tahunan otorita (UWTO). Bahkan bangunannya sudah bersertifikat dari BPN. Namun, sejumlah perbankan menolak sertifikat perumahan di atas hutan lindung itu sebagai jaminan kredit.
Di tempat terpisah, Ketua Kadin Kepri Johanes Kennedy kembali mendesak BP Batam, Pemko Batam dan pihak terkait memperjelas status Rempang dan Galang. Desakan itu terkait dengan habisnya lahan untuk industri di Kota Batam, sementara banyak investor yang ingin menanamkan modalnya di Batam, termasuk industri otomotif.
John, panggilan akrab Johanes Kennedy bahkan meminta BP dan Pemko Batam bergerak cepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin makin banyak investor mengalihkan investasinya ke kawasan lain di Indonesia atau ke negara lain.
“Batam ini masih menjadi favorit bagi investor, tapi kalau tak ada lahan tersedia, pasti mereka akan menanamkan modalnya ke daerah lain,” kata John. (nur) (170)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar