Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 09 Agustus 2012

Jembatan Barelang dan Investasi

Kamis, 9 Agustus 2012 (sumber Batam Pos)

JEMBATAN Barelang (Batam - Rempang - Galang) adalah ikon Batam. Adapula  yung mempopulerkannya sebagai kandmark Pulau Batrirr. Seperti orang mengenal New
York Dengan Patung Liberty' Paris dengan Menara Eiffel atau San Francisco dengan Golden Gate
Briclge-nya, maka orang akan rnengidentikkan Batam dengan jembatan Barelang, kemudian logo
Kota Batam laiar belakangnyajuga menggunakan jembatan tersebut sebagai salah satu ornamen di
dalam logonya
HM Alfan Suheiri,SE,AK Praktisi Bisnis dan Ketua Kadin Batam


Gugusan Kepulauan Rempang dan Galang yang pada awainya merupakan bagian dari Kabupaten
kepri (sekarang Kabupaten Bintan) rnulai dilirik pada tahun 1984 terkait dengan rencana pengembangan pusat riset bioteknologi berskala internasional (bio island), sehingga l{ernpang sebagai bagian dari gugus Barelang dijadikan wilayah.

Kawasan berikat berdasarkan Keputusan Presiden No. 56 Ttihun 1984. Pembentukan Kotamadya
Batam defenitif juga memasukkan Pulau Rempang dan gugusan Puiau Galang ke dalam wilayah administrasinya. Dalatn perkernban gan selanjutnya gugusan Barelang beracla dalam penjabaran RTRW Provinsi Kepri dJngan total luas 715 KM2 atau 1l 5 persen luas Singipura. Maka langkah untuk membangun j embatair B arelan g mulanya menjadi keputusan sangat strategis.

Enam buah jembatan megah ini merupakan proyek vital sebagai penghubung jalur Trans barelang yang m-miiiki bentang sepanjang 54 kilometer. Infrastruktur prestisius tersebut adalah
bagian dari obsesi sang visioner Batam, Bapak Baharuddin Jusuf Habibie. Dalan'r proses selanjutnya
lasilitas berbiaya mahal dan terkenal se-Indonesia ini dapat dikatakan mengalami proses disorientasi'
Habibie pun kecewa.

Dalambeberapa kali kunjungan ke Batam, teknokrat yang .selalu berpikir futuristik ini tampak
risau dengan lieadaan Batam yang dinilainya tidak terlihat istimewa sebagaimana grand design
semula yang telah ia rancang. Di mata Habibie,oembansunan Batam tak lebih dari deretan ruko -ruko dengan sistem tata kota yang sepele dalam visi Habibie, Batam didesain dengan sangat futuristik,
mulai dari sistem drainase, fasilitas publik, green area serta tata pemukiman yang terukur
lang tumbuh dan berkembang by design. Namun sekarang terlihat asal jadi, bahkan tumpang tindih,
dan ban-yak area hijau berubah menjad! ruko dan perumahan, paru - paru kota menjadi berkurang,
iemua wujud menjadi kawasan komersial yang sesak.

Begitu puia jika menilik ke tujuan semula untuk membangun jembatan Barelang yang setidaknya
telah menyedot anggaran Otorita Batam (OB) saat itu sebesar Rp 400 Miliar (mendekati Rpl triliun
untuk nilai sekarang) yang dibangun dalam masa tujuh tahun (1992 - 1998), maka pantaslah Habibie
m-engurut dada, karena sampai detik ini apa yang menjadi angan sang visioner jauh dan harapan.

Jembatan Barelang (disebut juga Jembatan Habibie) merupakan pilot project berteknologi tinggi yang melibatkan ratusan insinyur Indonesia tanpa campur tangan ekspatriat atau tenaga ahli luai negeri. Dibangun tentu saja untuk memperluas wilayah kerja OB sebagai regulator daerah industri Pulau Batam dengan pertambahan luas 277 kilometer persegi. Hal ini adalah juga sebagai manifestasi dari Teori Balon Habibie. Teori itu mengasumsikan, Singapura yang luasnya sekitar 500 kilorneter persegi itu akan memasuki era jenuh. Ketika era itu tiba, Singapura tidak dapat lagi menampung investasi yang masuk. Batam pun dibangun dan disiapkan untuk menampung aliran udara dari balon investasi yang terus mengselembuns.

Seandainya Batam sudah penuh maka desakan investasi dapat disalurkan ke pulau-pulau di sepanjang yang terhubung dengan-Jembatan Barelang (Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau- Setoko,-Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru).

Namun fakta yang terlihat hari ini adalah, Jembatan Barelang tidak bersinar seperti yang diharapkan. Pemanfaatan jembatan ini jelas tidak maksimal iika dikaitkan dengan biaya perawatan keseluruhan jembatan yang meniapai Rp5 miliar per tahun. Kisruh soal status lahan serta tata cara pengalokasian kepemilikan lahan untuk dunia investasi, tampak seperti benang kusut dan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Pusat sengaja menahan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Rempang dan Galang dari pada harus menyerahkan kepada pemilik sahnya, Pemerintah Kota Batam.

Akibatnya investasi ratusan miliar yang ditanamkan di jembatan Barelang tidak menampakkan
benefit atau return on investment yang mendekati zero meski sudah 20 tahu.n berlalu sejak mula
dibangun.

Jembatan Barelang adalah korban tidak maksimalnya investasi oleh OB akibat tarikan kepentingan
dan ego sektoral pihak-pihak yang berkepentingan baik di pusat maupun di daerah. Jika saja benang kusut ini'segera dapat diuraikan atau ditempatkan sesuai pada tempatnya, maka status quo untuk kepemilikan lahan investasi di Batam tidak perlu terjadi.

Bukan saja dana ratusan miliar yang menjadi soal tapi kita dapal mengkalkulasi dari nilai potential
lost akibat ratusan investol yang tertolak untuk menanamkan modalnya di kawasan Rempang, Galang
dan pulau-pulau lainnya, yang iebih menyedihkan lagi masyarakat asal yang memiliki lahan
kebun di pulau-pulau tersebut, juga tidak dapat memanfaatkan benefit dari terbukanya peluang
Investasi.

Jika saja OB dengan cengkeraman pusatnya dapat melunak dan menghargai spirit Otonomi Daerah
yang kala itu diperjuangkan dengan idealisme dan semangat juang seorang wali kota seperti Nyat
Kadir, maka pengelolaan lahan investasi di BareIang tidak perlu memakan korban. Cukup sudah
jika Batam sebagai mindland menjadi proyek besat bagi para penjahat spekulan bertopeng investor_ - yang "bersepakat" dengan sejumlah oknum di OB dan sedemikian rupa memanipulasi sistem penga-
Iokasian lahan, OB pun tampaknya ingin merebut peluang besar yang akan diperoleh di kawasan
sepanjang Trans Barelang.

OB (baca: BP) dalam perkembangannya kemudial memang memperoleh Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Rempang dan Galang namun statusnya kini sedang menggantung di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat dengan alasan menunggu hasil padu serasi dengan Kementerian Kehutanan.

Sebenarnya sejak dulu problema yang kontraproduktif dengan iklim investasi ini dapat
diatasi Jika saja OB dan orang - orang pusat yang berkepentingan dapat mengikuti trend dan arus
reformasi yang berkembang, mhka amanat yang terkandung di dalam UU No. 5317999 tentang
Pembentukan Kota Batam dapat dimanifestasikan dengan memindah kedudukan OB di bawah sub
ordinat Pemerintah Kota Batam, atau mendesak pusat agar segera melahirkan PP yang mengatur
hubungan ke dua lembala tersebut dalam mengendalikan pembangunan Kota Batam, sehingga tepat
dikatakan jika Kota Batam memiliki dua mesin pembangunan, bukan seperti terlihat dua nakhoda
dalam satu kapal; atau menjadikan BP Batam sama seperti BP Karimun atau BP Bintan saat ini.

Hal ini dapat dilakukan dengan snxootlxtanpa perlu meredukst para experts di tubuh OB, yang
pemikiran dan keahliannya masih amat dibutuhkan. Jadi, statement Asman Abnur beberapa tahun
lalg untuk mendemisioner OB, adalah langkah tepat dan perlu diulang kembali . ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar