Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 09 Agustus 2010

Statusnya FTZ, PPN Dipungut






Sabtu, 07 Agustus 2010 08:30 (sumber Batam Pos,versi asli)

Pengusaha Tolak PMK 240/PMK.03/2009

BATAM (BP) - Belum tuntas pelimpahan 73 kewenangan pusat ke kawasan perdagangan bebas (free trade Zone/FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK), kini pemerintah kembali mengeluarkan aturan baru yang memberlakukan kembali pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk jasa telekomunikasi dan angkutan udara.

Ketentuan tersebut diatur di pasal 4B, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 240/PMK.03/2009 atas perubahan PMK Nomor 45/PMK.03/2009 yang menyebutkan: Atas penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri dan jasa telekomunikasi tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

PMK yang mulai diberlakukan Juni untuk tagihan Juli 2010 ini menuai protes keras dari pengusaha dan masyarakat pengguna jasa telekumunikasi dan angkutan udara. Arifin Dahlun, dari Media Link, pengelola jasa internet di Batam menyesalkan diberlakukanya kembali PPN jasa telekumunikasi tersebut. “Sebelumnya tidak ada karena FTZ. Sekarang kok malah bayar padahal status Batam masih FTZ,” ujar Arifin, tadi malam.

Akibat pemberlakuan PPN pada sektor jasa telekomunikasi ini, maka seluruh masyarakat di BBK yang menggunakan jasa tersebut kini dibebankan biaya PPN 10 persen. Pengguna telepon dan hape serta layanan data kini harus membaya 10 persen lebih mahal dari total biaya pemakaian.

Pemberlakukan PMK 240 ini juga menuai reaksi keras dari Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepri Johannes Kennedy Aritonang. Ia menegaskan bahwa pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk sektor jasa telekomunikasi dan jasa angkutan udara tidak sesuai dengan aturan Free Trade Zone (FTZ).

“Pungutan PPN itu melemahkan daya saing Batam dan lucu-lucuan,” kata John Kennedy kepada Batam Pos, tadi malam. “Kenapa kita menganggap pengenaan PPN itu melemahkan daya saing dan lucu-lucuan, karena tidak ada wilayah FTZ di dunia ini yang dipungut PPN,” ujarnya lagi.

Kecaman serupa juga datang dari Ketua Kadin Kota Batam Nada F Soraya. Ia menilai, PMK 240 itu itu harus memperhatikan aturan di atasnya. “Kalau memang PMK itu tidak sesuai dengan UU FTZ, ya tidak usah diberlakukan. Karena PMK 240 juga harus memperhatikan peraturan di atasnya,” kata Nada.

PMK 240 itu, kata dia, tidak secara otomatis bisa mengalahkan UU FTZ. “Kita harus berani mengatakan kepada pusat, jika ada peraturan yang tak sesuai diberlakukan di kawasan FTZ. Urutan peraturan perundang-undangan kan jelas, UU dulu baru dijabarkan melalui PP. Selanjutnya jika ada aturan yang dianggap kurang di PP itu, baru dirujuk lagi ke aturan di bawahnya yaitu PMK,” tegas Nada.

Nada menambahkan, pemberlakuan PMK itu seharusnya menjadi perhatian serius Dewan Kawasan (DK), pemprov Kepri, Pemko Batam, BP Batam, BP Karimun, dan BP Bintan—karena tidak sesuai FTZ BBK.

Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan Etika Bisnis Kadin Provinsi Kepri Ampuan Situmeang SH menilai, pemberlakukan PMK 240 itu makin menciderai dan makin menghilangkan keistimewaan FTZ. Padahal, dalam Undang-undang Nomor 44 tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (Free Trade Zone/ FTZ) sudah jelas bebas PPN. “Aturan kita ini mutar-mutar. Tidak ada kepastian hukum. Emang tinggian mana UU apa PMK? Tolong dong pemerintah pusat, kalau mengeluarkan peraturan harus dibuat pengecualian di daerah bebas,” ujarnya.

Pengacara senior ini juga menilai, pelaksanaan FTZ BBK makin hari makin tenggelam saja akibat pemerintah pusat yang menerapkan peraturan yang bertentangan dengan UU FTZ. “Kita pun jadi bingung, tak tahu lagi ke mana arah FTZ ini,” katanya.

Harusnya, kata dia, Ketua DK tanggap terhadap pesoalan ini dan membicarakannya ke pusat. Tapi sayang, Ismeth Abdullah yang dimaksudkan Ampuan, saat ini masih dalam tahanan—menjalani proses persidangan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Meski begitu, mestinya kita masyarakat Batam melalui Kadin dan Apindo bisa duduk bersama membicarakan PMK nomor 240 ini. Kalau tak ada titik temu, bisa di-judicial review,” tegasnya.

Tak Bisa Berbuat Banyak

Menanggapi keluhan para pengusaha dan masyarakat pengguna jasa telekomunikasi itu, Badan Pengusahaan (BP) Batam melalui Direktur Lalu-lintas Barang BP Batam Fathullah mengatakan, tidak bisa berbuat banyak.

“Kita juga tidak tahu mengapa ada pengecualian dua komponen itu (jasa telekomunikasi dan jasa angkutan udara, red). Tapi dalam waktu dekat, kita akan menanyakan pada Menkeu terkait masalah itu. Memang kalau mau kita FTZ ya betul-betul free,” janjinya.

Sebelumnya, Senior Manager Tax Operational Telkom Pusat, Mitra membenarkan pemberlakuan kembali PPN untuk jasa telekomunikasi itu. ”Ini sesuai PMK nomor 240/PMK.03/2009. Jadi, setiap tagihan telepon per bulan, selalu dikenakan PPN 10 persen dari total tagihan,” ujarnya saat sosialisasi aturan ini di Graha Telkom Sekupang, 23 Juli lalu. (nur/hda/ash/cr3/cr6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar