Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 23 Agustus 2010

Jutaan Dolar Menguap di Galang





Berita Utama
Minggu, 22 Agustus 2010 10:52 (sumber Batam Pos,versi asli)

Perkebunan buah naga itu menghampar di kanan-kiri jalan. Jumlahnya puluhan. Menghampar sepanjang enam pulau, dari pulau Tonton hingga Galang Baru. Dari kejauhan, batang buah naga yang berbentuk segitiga, dengan duri pendek, terlihat kehijauan diterpa sinar matahari.

Perkebunan buah naga itu rata-rata memanjang dari pinggir jalan raya hingga ke pinggir pantai. Beberapa di antaranya menyediakan kafe. Seperti perkebunan buah naga milik Sani Sembiring. Di sana ada kafe bernama Naga Zore Juice House, kafe khusus bagi pengunjung yang ingin menikmati segarnya jus buah naga, langsung di lokasi.

Di hari Sabtu dan Minggu, tempat ini banyak dikunjungi turis-turis, lokal, dan mancanegara. Ada yang datang ingin menikmati minuman jus buah naga, ada juga yang ingin memetik langsung dari batangnya. Rabu (18/8) lalu, banyak keluarga yang datang ke kafe itu. Eliaki Gulo, 36, misalnya. Dia datang bersama keluarganya untuk membeli buah naga segar di kafe tersebut. “Sayang sudah habis,” katanya.

Menurut Sani Sembiring, dia sudah menggarap lahan buah naga di Pulau Setokok itu sejak 15 tahun silam. Harga surat tanah saat itu, dengan luas sekitar dua hektare, Rp3 juta hingga Rp4 juta. Bersama 36 petani lainnya, Sani menggarap lahan itu untuk perkebunan buah naga.

Kerja kerasnya terbayar. Buah naga Batam kini terkenal, tak hanya ke seluruh Indonesia. Tapi juga ke negara-negara tetangga. Bahkan petani buah naga Batam menyuplai bibit ke daerah-daerah lainnya. Perkebunan buah naga pun kini menjadi agro wisata yang banyak dikunjungi turis-turis asing.

Tumbuhnya industri agro wisata di Barelang dengan buah naganya, bertolak belakang dengan status lahan kawasan Rempang-Galang yang saat ini belum jelas pengelolaannya. Meski dalam PP Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, enam pulau di kawasan itu, yakni Tonton, Setokok, Nipah, Rempang, Galang, dan Pulau Galang Baru masuk kawasan FTZ, sampai sekarang hak pengelolaan lahan (HPL) kawasan itu belum ditentukan diberikan kepada siapa. Tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat baru akan turun ke lokasi usai Lebaran nanti. Dari sanalah kebijakan siapa pengelola kawasan Rempang-Galang akan ditentukan.

Sani sendiri mengaku akan mengikuti semua aturan jika nanti kawasan Rempang-Galang mulai jelas pengelolaannya.

“Kalau kawasan ini mau dijadikan kawasan agro wisata, beri kami kesempatan untuk mengembangkannya karena kamilah yang lebih berpengalaman dan tahu seluk-beluk lahan ini,” katanya.

Selama ini, kata Sani, dia dan petani lainnya tak bisa mengembangkan usahanya karena terkendala status lahan tersebut. “Semua orang, bukan hanya saya, sedang menunggu kepastian,” tukasnya.

Kawasan Rempang-Galang tak hanya diminati pengusaha lokal. Banyak perusahaan asing dan nasional yang berminat menanam modal miliaran dolar Amerika di kawasan itu. Menurut Asisten Ekonomi Pembangunan Pemko Batam, Syamsul Bahrum, sejak tahun 2000 sampai tahun 2008 tercatat 48 investor yang memasukkan proposal ke Pemko Batam. Itu di luar konsorsium PT MEG (Megah Elok Graha) dan investor yang akan mengembangkan pulau-pulau di sekitarnya. "Namun Pemko Batam tak bisa berbuat apa-apa. Harus clearance status lahan terlebih dahulu," katanya.

Menurut Syamsul, status lahan Rempang Galang khususnya yang ditetapkan sebagai kawasan FTZ (Tonton-Nipah-Setokok-Rempang-Galang-Galang Baru) masih belum ditetapkan secara pasti, meski zonasi land-use (peruntukan) sudah disusun dalam perubahan Perda RTRW 2008-2028, dan sekaligus di dalamnya terdapat master plan FTZ BatamTonton-Nipah-Setokok-Rempang-Galang-Galang Baru. “Hanya ada satu yang sempat teralokasikan izin lokasi dan sertifikatnya dulu yakni pembangunan pelabuhan perikanan PT Mandra Guna yang sudah lengkap hampir seluruh perizinan (pusat dan daerah) dan sudah diresmikan oleh salah satu Dirjend di Kementerian DKP,” katanya.

Hal yang sama diakui Kabag Humas Badan Pengusahaan Batam, Dwi Joko Wiwoho. Menurut Joko, banyak perusahaan tak bisa menanam investasi di kawasan Rempang-Galang karena status lahannya belum jelas. “Banyak yang menunggu,” kata Joko.

Perusahaan-perusahaan itu bergerak di berbagai bidang. Ada sektor migas, agroindustri, perikanan, dan pariwisata. Data di BKPM Batam misalnya, mencatat setidaknya sembilan investor yang terhambat investasinya karena status lahan.

Mereka antara lain PT Tanjung Jelita dari Malaysia yang bergerak di bidang transmisi gas hendak menanam modal 873 juta dolar Amerika, Global Utility Development dari Jepang, lalu ada Al Ain Industries dari Arab Saudi yang bergerak di bidang penyulingan minyak siap menggelontorkan 1 miliar dolar Amerika, PT Bukaka Barelang Energy Indonesia berniat investasi 500 juta dolar Amerika, Batam Marikulture Estate BPPT-Pemko Batam berniat investasi Rp300 miliar, Aquabis dari Australia siap dengan uang 15 juta dolar Amerika untuk usaha ikan tenggiri, PT Batam Livestock Center Konsorsium dengan Rp150 miliar siap membangun peternakan kambing dan lainnya.

Yang paling fenomenal adalah rencana PT Makmur Elok Graha (MEG), Grup Artha Graha, yang ingin membuat kawasan wisata eksklusif dengan modal 15 miliar dolar Amerika. Rencana investasi itu selain melibatkan duit miliaran dolar, juga melibatkan Tomy Winata, pengusaha terkenal. Bahkan saat itu, Pemko Batam dan pihak Tomy sudah meneken nota kesepahaman (MOU) tanggal 26 Agustus 2004.

Berdasarkan perjanjian itu, PT MEG mendapat hak eksklusif atas pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata terpadu eksklusif di Pulau Rempang. Untuk itu, PT MEG akan diberi sertifikat hak guna bangunan atas lahan di Pulau Rempang seluas 16.583 hektare, plus kawasan penyangga di sekitarnya, yaitu Pulau Setoko dan Pulau Galang eks hunian pengungsi Vietnam, masing-masing sekitar 300 hektare.

Hak guna bangunan berlaku 30 tahun, tapi dapat diperpanjang 20 tahun dan diperbarui 30 tahun lagi. Sehingga total 80 tahun. Di kawasan itulah rencananya dibangun kawasan wisata terpadu eksklusif, termasuk sarana perdagangan, jasa, hotel, perkantoran, dan permukiman.

Di bisnis rekreasi dan hiburan, antara lain akan dibangun gelanggang bola ketangkasan, gelanggang permainan mekanik dan elektronik, panti pijat, panti mandi uap, klub malam, diskotek, dan karaoke. Sedangkan di kawasan pendukung wisata akan dibangun apartemen, hotel berbintang, pusat belanja, lapangan golf, bioskop, perkantoran, perumahan, pusat kesehatan, pusat kesenian, museum, pacuan kuda, resort marina, dan lainnya. Namun semua rencana itu gagal terealisasi. Lagi-lagi karena persoalan lahan Rempang-Galang yang belum tuntas.

Di tengah penantian itu, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan memberi kabar bagus. Sebulan yang lalu, katanya, dia sudah bertemu Joyo Winoto, kepala BPN pusat, membicarakan status lahan di Rempang -Galang. Joyo, kata Dahlan, memberi sinyal bakal segera menuntaskan status lahan di sana. “BPN sedang membentuk tim dan segera turun ke lapangan,” katanya.

BPN, kata Dahlan, sependapat dengan Pemko Batam, kalau persoalan status lahan di Rempang- Galang harus dituntaskan. “Kita rugi kalau kawasan Rempang-Galang tak dibangun,” ujarnya.

Sebelumnya, BPN menentukan tiga syarat pengelolaan kawasan Rempang-Galang, yakni kejelasan subyek hukum yang akan diberi HPL, kejelasan tata ruang di kawasan Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru, serta pelepasan status hutan oleh Menteri Kehutanan. Jika tiga syarat itu belum dipenuhi oleh pemerintah daerah dan Otorita Batam, BPN tidak akan memberikan hak pengelolaan lahan di kawasan tersebut.

Kesemua persyaratan itu, menurut Syamsul, sedang dalam proses finalisasi di Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional agar begitu RTRW Kota Batam yang di dalamnya terdapat Master Plan FTZ disetujui, maka semua subyek dan obyek hukum harus mengikutinya.

“Subjek hukum dalam konteks ini adalah kejelasan antara perusahaan atau perorangan yang mengajukan lahan (harus mereka yang serius, mampu, memiliki perencanaan matang, dan langsung dikerjakan) bukan para spekulan lahan atau mafia tanah yang menarik keuntungan atas transaksi lahan. Termasuk kejelasan institusi yang memiliki otoritas dalam mengelola lahan (Pemko sebaiknya bersama badan pengusahaan) agar tidak saling curiga dan terkendali dalam kesatuan sistem (sharing institution),” katanya.

Kejelasan RTRW Rempang-Galang, kata Syamsul, saat ini menunggu persetujuan dari pemerintah pusat.

“Kami berharap1 Januari 2011 sudah clean and clear, termasuk pelepasan status hutan (buru) oleh Menteri Kehutanan,” ujarnya.

Rempang adalah sebuah pulau berjarak 2,5 kilometer di sebelah tenggara Pulau Batam. Luasnya 165,83 kilo meter persegi atau 27 persen luas Singapura. Sedangkan Galang terletak sekitar 350 kilometer di sebelah tenggara Pulau Rempang dengan luas sekitar 80 kilometer persegi atau 13 persen luas Singapura.

Rempang-Galang berbatasan dengan Selat Singapura di sebelah utara, di sebelah timur dengan Kecamatan Bintan Utara Bintan, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Senayang Bintan dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Moro Karimun.

Bersama Batam, kawasan Rempang-galang masuk wilayah pengembangan Barelang seluas 715 kilometer persegi atau sekitar 115 persen luas Singapura. Secara topografi Rempang-Galang tidak mempunyai daratan dengan ketinggian lebih dari 50 meter. Tanahnya tidak tergolong subur. Tanah permukaan (top soil) pada umumnya hanya memiliki unsur hara yang tipis (tidak sampai 1 meter). Bila dikupas, maka lapisan di bawahnya adalah tanah kuarsa, batuan kapur, dan cadas. Faktor yang menguntungkan pulau-pulau tersebut hanyalah posisinya yang relatif strategis, dekat dengan Singapura, lingkungannya masih belum tercemar, dan masih tertutup hutan alam.

Dibandingkan Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang hingga saat ini belum menjadi konsentrasi penduduk. Kepadatan penduduk di Pulau Galang (Kecamatan Galang) adalah yang terendah dibandingkan kecamatan lainnya di Kota Batam. Hal ini karena perkembangan dan ketersediaan sarana dan prasarana di Pulau Rempang dan Galang belum sebagus Pulau Batam.

Bersama Batam, pulau-pulau di kawasan Rempang-Galang seperti Tonton, Nipah, Setokok, Rempang, Galang dan Galang Baru, masuk kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. Rempang-Galang menjadi perhatian dunia setelah adanya rencana pengembangan pusat riset bioteknologi berskala internasional di sebelah timur pulau tersebut (Bioisland). Di situs www.penataanruang.net, ada tiga perusahaan yang berminat mendirikan pusat risetnya di Bioisland, yaitu perusahaan dari Jepang untuk mengembangkan jenis obat-obatan baru, Amerika Serikat yang tertarik mengembangkan produk tanaman pertanian, dan Jerman yang akan melakukan kerja sama riset ikan kerapu.

Kawasan Rempang Galang juga memiliki potensi pariwisata. Saat ini terdapat beberapa rencana pengembangan objek dan paket wisata di kawasan ini yaitu wisata pantai dan hutan terpadu (integrated resort) di Pulau Rempang, wisata pantai dan agro terpadu di Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Saat ini beberapa di antaranya sudah jadi tujuan wisata seperti kamp eks pengungsi Vietnam dan Laos, Desa Sijantung, Pantai Melur di Pulau Galang, agro wisata dan lainnya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar