Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Rabu, 11 Agustus 2010

Ismeth Sebut Pejabat OB Pembohong

Divonis 23 Agustus 2010

JAKARTA-Gubernur Kepri non aktif Ismeth Abdullah menolak dipersalahkan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan enam unit mobil pemadam kebakaran Otorita Batam (damkar OB) tahun 2004-2005. Ia merasa jadi korban anak buahnya yang sering berbuat tidak terpuji dengan mencatut namanya dan berbohong.

"Saya juga kecewa. Karena dari persidangan selama ini, saya baru mengetahui begitu banyak perilaku tak terpuji dari bawahan saya," kata Ismeth di dalam nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/8).

Perilaku kurang terpuji itu di antaranya adalah tidak ditempuhnya proses pengadaan mobil damkar sebagaimana ketentuan yang berlaku. Padahal personel di bawahnya sudah berpengalaman dalam berbagai proyek pengadaan barang. "Peranan pimpro bahkan ditangani oleh petugas-petugas yang bukan pimpro," keluh Ismeth.

Dia juga menuding bawahannya telah menyalahgunakan disposisi dari dirinya untuk hal-hal yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Dalih yang digunakan oleh para bawahan dan pelaksana teknis di lapangan itu adalah telah mendapat persetujuan dari dirinya. "Selalu dinyatakan 'ini arahan ketua, ini perintah ketua'. Di dalam BAP kerap kita dengar bahwa saksi-saksi tersebut menyatakan 'telah menelpon ketua' atau 'berjumpa ketua di depan lift'. Padahal sama sekali tidak ada," papar mantan Ketua OB itu.

Perilaku lain yang tidak terpuji dari para bawahannya adalah menerima uang dari PT Satal Nusantara, rekanan pengadaan mobil damkar OB. Tidak hanya itu, beberapa staf bahkan ada yang rajin menghubungi anggota DPR untuk meminta sumbangan tanpa sepengetahuan dirinya selaku Ketua OB. "Kalaupun ada yang menyumbang, sumbangan tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses pengadaan mobil pemadam kebakaran di Otorita Batam," tegas Ismeth.

Dalam nota pembelaan (pleidoi) setebal 11 halaman itu, Ismeth menyesalkan niat baiknya untuk menjaga keselamatan masyarakat san investasi di Batam dari bahaya kebakaran dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Padahal, kata dia, bila dirinya berdiam diri akan banyak terjadi kebakaran yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda.

"Apabila kerugian ini tidak dapat diperbaiki, tentu hal ini menyimpang dari tanggung jawab saya selaku Ketua OB. Akan banyak investor yang tidak jadi masuk ke Batam karena penanganan kebakaran yang tidak memadai. Frekuensi kebakaran meningkat terus, sedangkan ketersedian mobil pemadam kebakaran tidak cukup," kata Ismeth.

Ismeth menegaskan bahwa pengadaan damkar OB semata-mata karena kebutuhan mendesak terkait tingginya angka kebakaran di Batam. "Pada tahun 2003 sebanyak 68 kali dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 86 kali," paparnya.

Selain itu, juga terjadi kebakaran hebat di Hotel Harmoni pada 7 September 2003. Sehingga, muncul permintaan dari Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Batam serta adanya keluhan Ketua Kadin Batam agar OB bertanggung jawab atas masalah kebakaran. "Hal ini juga diperkuat dengan usulan Direktur Pengamanan (Dirpam) OB untuk meningkatkan sarana pemadam kebakaran," katanya.

Dengan adanya mobil damkar tersebut, kata Ismeth, sejumlah pengusaha hotel mengakui mendapat banyak manfaat, sebagaimana dimuat dalam surat kabar lokal saat itu. Pada bulan Februari 2007 misalnya, kata Ismeth, terjadi kebakaran besar di hotel tertinggi di Kota Batam yang terdiri dari puluhan lantai. Berkat mobil damkar yang dipermasalahkan itu, sebutnya, api di hotel tersebut berhasil dipadamkan tidak sampai satu jam dan hanya merusak satu lantai saja, yakni lantai 4.

"Keesokan harinya si pemilik hotel tersebut membuat iklan satu halaman ucapan terima kasih kepada Unit Pemadam Kebakaran OB karena anak buahnya dan tiga pegawai hotel yang kritis berhasil selamat oleh mobil damkar jenis tangga yang dibeli OB," kata Ismeth.

Barang bukti berupa kliping berita dari koran lokal tersebut, telah diserahkan Ismeth ke majelis hakim pada sidang sebelumnya. "Pengadaan damkar tersebut semata-mata menjaga iklim investasi di Batam."

Ia juga menegaskan, dalam pengadaan damkar itu tidak pernah berhubungan dengan pimpro, panitia pengadaan maupun mengintervensi proses pengadaannya. Ismeth membantah telah membuat disposisi dalam secarik kertas kuning yang selama ini dijadikan JPU sebagai alat bukti untuk menjeratnya.

"Saya ragukan disposisi tersebut, karena saya tidak pernah memberi disposisi di secarik kertas kuning. Catatan di atas kertas kuning itu biasanya hanya untuk pesan makanan, atau minta tolong telepon, atau memanggil seseorang," katanya.

Menurut dia, sebelum penyelidikan pun kepada dirinya tidak pernah diperlihatkan terkait keberadaan kertas kuning yang dianggap disposisi persetujuan membeli mobil damkar tersebut. Disposisi yang pernah ia keluarkan, lanjutnya, hanya minta bawahannya untuk memproses pembelian mobil damkar sesuai aturan berlaku, bukan perintah untuk membeli. Disposisi itu disampaikannya kepada Deputi Administrasi dan Perencanaan (Adren) OB M Prijanto pada 8 Februari 2005.

Ismeth menolak dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut dirinya dan Hengky Samuel Daud secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan damkar. Ia beralasan dirinya dan terpidana kasus damkar yang sudah meninggal beberapa waktu lalu itu hanya dua kali bertemu dan sama sekali tidak membahas soal pengadaan damkar. Pertemuan pertama terjadi di acara pernikahan seseorang di Jakarta, sedangkan pertemuan kedua di Batam hanya penerimaan dirinya selaku Gubernur Kepri terhadap calon investor di daerahnya.

"Tidak ada persetujuan pembelian mobil pemadam kebakaran," ujar Ismeth. "Pertemuan di Jakarta itu 1 Juli 2004. Sedangkan pengadaannya Oktober 2004."

Sementara itu, penasihat hukum Ismeth Abdullah, meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor membebaskan Ismeth dari segala tuntutan hukum. Sebab dari fakta-fakta persidangan, terdakwa tidak terbukti melakukan pidana korupsi seperti yang didakwakan JPU KPK.

"Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan terbukti secara sah dan menyakinkan bahwa tidak ada perbuatan dan kesalahan terdakwa yang merupakan tindak pidana korupsi yang harus dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya berdasarkan Pasal 191 ayat (1) terdakwa haruslah dibebaskan," kata Ketua Tim Penasehat Hukum Ismeth, Tumpal Halomoan Hutabarat saat membacakan pleidoinya.

Dalam pledoi setebal 68 halaman itu, Tumpal mengatakan, perbuatan terdakwa justru untuk menjalankan kewajibannya sebagai Ketua OB sesuai Keppres No.173/M tahun 1998 tanggal 29 Juni 1998, Keppres No. 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam, dan Keputusan Ketua OB No.10/KPTS/KA/IV/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem dan Prosedur Keuangan Terpadu Otorita Batam.

"Terdakwa tidak melakukan perbuatan yang didakwakan dan dituntut JPU yaitu melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam dakwaan primair dan subsidair. Sehingga terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum," katanya.

Namun, apabila majelis hakim berpendapat lain dan menyatakan bagian dari tanggung jawab terdakwa, penasihat hukum meminta agar terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum karena terdakwa tidak mempunyai motif kejahatan dalam pengadaan damkar ini dan tidak mengambil keuntungan pula secara pribadi. "Karenanya hak dan martabatnya harus dipulihkan dan direhabilitasi. Majelis harus menetapkan ganti rugi yang dibayarkan kepada terdakwa," katanya.

Ditolak JPU
Atas pledoi terdakwa dan penasehat hukumnya tersebut, Ketua Majelis Hakim Tjokorda Rai Suamba menanyakan, kepada JPU apakah memberikan replik atau tanggapan balik. Namun, JPU KPK yang dipimpin Rudi Margono menyatakan tetap pada tuntutan semula, karena yang diungkapkan terdakwa dan penasehat hukumnya tidak ada yang baru. "Kami tetap pada tuntutan, karena yang diungkapkan tidak ada yang baru untuk pembuktian. Juga ada inkonsistensi tidak mengakui perbuatan materiil," kata Rudi.

Karena tidak ada replik, majelis hakim langsung mengagendakan pembacaan putusan vonis pada sidang berikutnya. Sidang ditunda selama dua pekan hingga 23 Agustus 2010 dengan agenda pembacaan vonis.

Sebelumnya, JPU menuntut Ismeth dihukum empat tahun penjara dan denda 200 juta subsidair enam bulan penjara. Ismeth didakwa telah memperkaya orang lain dan menyalahgunakan kewenangan dalam proyek pengadaan enam unit mobil damkar OB. Ia diduga melakukan penunjukan langsung dalam proyek ini sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp5,4 miliar. (sm/mi/dtc/vv/ti/ant/bt)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar