Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Selasa, 03 Agustus 2010

Ismeth Dituntut 4 Tahun Penjara

Kasus Korupsi Damkar OB

JAKARTA-Gubernur Kepri non aktif Ismeth Abdullah dituntut empat tahun penjara terkait perkara korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran Otorita Batam (damkar OB) tahun 2004-2005. Mantan Ketua OB itu juga dituntut membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ismeth Abdullah selama empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," kata koordinator jaksa penuntut umum (JPU) Rudi Margono saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (2/8).

Dalam tuntutannya, JPU menganggap Ismeth terbukti merugikan negara Rp5,4 miliar dalam pengadaan enam unit damkar OB tahun 2004 dan 2005 itu. "Terdakwa terbukti memperkaya orang lain atau suatu korporasi sehingga merugikan keuangan negara," kata Rudi Margono.

Menurut jaksa Rudi, kasus terjadi saat Ismeth menjabat Ketua OB. Pada 2004, kata Rudi, OB membeli empat unit mobil damkar merek Morita tipe ME-5 senilai Rp7,91 miliar. Tahun berikutnya, pada 2005, OB kembali membeli dua unit mobil damkar merek Morita, yakni tipe ME-5 dan tipe Ladder Truck. Kedua mobil itu dibeli dengan harga Rp11,99 miliar.

Rudi menuturkan, keenam mobil tersebut dibeli OB dari PT Satal Nusantara milik Hengky Samuel Daud, terpidana kasus ini yang wafat beberapa waktu lalu. Mobil dibeli dengan penunjukan langsung yang menyalahi aturan pengadaan barang dan ketentuan anggaran.

Ia memaparkan, bahwa Ismeth secara lisan memberikan arahan kepada pejabat struktural OB untuk menindaklanjuti tawaran Hengky tentang pembelian mobil damkar. "Meski tidak ada anggaran, terdakwa memerintahkan untuk mencarikan dana dari Bank Muamalat," ujarnya.

Atas hasil rapat pimpinan proyek pada pengadaan 2004 dan 2005, Ismeth juga menandatangani memorandum untuk pengadaan mobil damkar atas tawaran Hengky tersebut. "Bahwa perbuatan terdakwa dalam pengadaan damkar tanpa proses lelang, tidak sesuai Keppres No 80 Tahun 2003," tegas Rudi.

Menurut jaksa, harga keenam mobil damkar tersebut tidak wajar. Sebab, harga hanya didasarkan pada penawaran PT Satal belaka, bukan didasarkan pada harga perkiraan sendiri yang dihitung ahli. "Dari situlah terjadi penggelembungan harga sebesar Rp2,4 miliar di tahun 2004 dan Rp2,64 miliar di tahun 2005," ujar Rudi.

Kendati demikian, jaksa tak menuntut Ismeth mengembalikan kerugian negara. "Terdakwa tak ikut menikmati keuntungan," kata Rudi. Kebocoran anggaran sebesar Rp5,4 miliar itu seluruhnya masuk ke PT Satal Nusantara. "Maka, PT Satal harus mengembalikan seluruh kerugian negara," kata Rudi menambahkan.

Menurut jaksa, Ismeth terbukti melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Adapun dakwaan subsidernya tak perlu diterapkan sebab dakwaan primernya telah terbukti.

JPU menambahkan, perbuatan Ismeth yang dilakukan berulang pada 2004 dan 2005 sebagai hal yang memberatkan. "Hal yang memberatkan karena terdakwa melakukan hal itu secara berulang-ulang," tegas Rudi.

Hal lain yang memberatkan Ismeth adalah tidak pernah mau mengakui kesalahannya. Bukan hanya enggan mengakui, jaksa juga menilai Ismeth seperti tidak merasa bersalah atas korupsi yang dilakukannya.

Adapun hal yang meringankan adalah Ismeth berlaku sopan selama persidangan. "Kami tak menemukan alasan pembenar dan alasan pemaaf yang bisa menghapus perbuatan pidana," kata Rudi.

Yakin Bebas

Ismeth, yang sesekali terlihat menunduk saat tuntutan dibacakan, menyatakan keberatannya. Ia menyatakan dirinya dan penasehat hukumnya akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi pada sidang pekan depan. "Saya akan mengajukan pembelaan. Begitu juga penasihat hukum saya akan mengajukan pembelaan," ujar Ismeth yang mengenakan kemeja putih dan kopiah hitam.

Ketua tim penasihat hukum Ismeth, Tumpal Halomoan Hutabarat menilai tuntutan jaksa terhadap kliennya tidak mendasar dan tidak relevan. Pasalnya, kata Tumpal, JPU memasukkan Pasal 18 UU Tipikor dalam dakwaan. Pasal itu memuat soal pidana tambahan kepada terdakwa berupa perampasan barang dan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Sementara, jaksa tidak dapat menjelaskan dalam tuntutan adanya penerimaan barang atau pun uang kepada Ismeth.

"Kenapa dimasukkan Pasal 18, kalau tidak ada relevansinya. Itulah salah satu keanehan bin keajaiban," kata Tumpal usai sidang.

Dalam kesempatan itu, Tumpal kembali menegaskan, bahwa kasus pengadaan damkar di OB berbeda dengan proyek sejenis di daerah lain. "Saya lihat jaksa menggeneralisir kasus ini dengan kasus damkar lain. Padahal beda," katanya.

Menurut Tumpal, disposisi (arahan tindak lanjut) yang diberikan Ismeth kepada bawahannya hanya sebagai respon dengan tingginya tingkat kebakaran di Batam saat itu. "Karena ada penawaran (dari Hengky Samuel Daud), prosesnya itu diberikan ke bawahannya, Deputi Adren dan Kepala Biro Umum. Disposisi itu dikatakan intervensi Ismeth, jika dilakukan ke pimpinan proyek langsung. Kan ini tidak," ujar Tumpal.

Penasihat hukum Ismeth lainnya, Luhut MP Pangaribuan mengatakan bahwa pengadaan mobil damkar itu bukanlah atas permintaan Ismeth. "Kan itu dari pimpro," kata Luhut.

Luhut menilai tuntutan yang disampaikan jaksa kurang kuat dasar pertimbangan hukumnya. "Dia (jaksa) cuma mengutip dari BAP. Kenapa itu? Tanyakan jaksa," katanya.

Dengan dasar-dasar pertimbangan hukum yang disampaikan jaksa dalam tuntutannya, Luhut merasa yakin jaksa tidak bisa meyakinkan majelis hakim bahwa Ismeth melakukan tindak pidana korupsi. "Uraian fakta keliru dan salah. Tadi saja pak hakim juga tanya berapa ganti ruginya. Kan tidak ada. Jadi, saya analisa peluangnya sangat besar bahwa Pak Ismeth tidak melakukan korupsi," ucap Luhut dengan yakin.

Sementara istri Ismeth, Aida Zulaikha Nasution, menilai hukuman pidana 4 tahun penjara yang dituntut jaksa kepada suaminya tidak adil. "Itu semua kan dari bawah. Bapak enggak mungkin korupsi," ucap Aida yang mengenakan baju batik cokelat dan kerudung kuning.

Aida melihat sejak awal kasus yang menimpa suaminya kental muatan politik. "Ini kan politik juga. Kan waktu itu Bapak mau jadi (calon) Gubernur Kepri," kata Aida yang datang ke pengadilan didampingi putri dan menantunya.

Meski demikian, calon gubernur yang kalah pada Pemilukada Kepri 2010 lalu ini mengharapkan majelis hakim bisa mengadili suaminya seadil-adilnya, dengan melihat fakta hukum dan saksi yang ada. "Semoga keadilan ditegakkan," kata Aida. (sm/ti/dtc/tr/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar