Batam, 31/7 (ANTARA) - Kalangan pengusaha di Provinsi Kepulauan Riau meminta keseriusan pemerintah pusat untuk memperjelas aturan soal pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan Karimun.
"Harus ada kemauan dan keseriusan pemerintah dalam menangani implementasi FTZ," kata Johanes Kennedy, ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu.
Menurutnya pemerintah harus menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru yang memberikan kewenangan penuh kepada Dewan Kawasan selaku regulator dalam implementasi FTZ.
Johanes memandang perlunya revisi atas PP nomor 2 tahun 2009 untuk menghapus pemberlakuan `masterlist` untuk memperlancar arus keluar masuk barang.
Ia mengatakan UU FTZ dan PP nomor 2 tahun 2009 hanya memberikan fasilitas insentif bebas Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Bea Masuk kepada perusahaan dalam kawasan FTZ namun mengembalikan prosedur perizinan sama dengan wilayah pabean lainnya.
Tidak harmonisnya hubungan antara DK FTZ, Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam perlu diantisipasi dengan memunculkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur hubungan dan kewenangan tiga lembaga tersebut.
Persoalan kepelabuhanan, menurut Johanes perlu dilakukan penataan kawasan pelabuhan dan harus ada keseriusan dari pemerintah untuk membangun pelabuhan kontainer di kawasan perdagangan bebas.
"Keamanan dan ketertiban yang menjadi masalah di pelabuhan dapat diantisipasi dengan menutup area pelabuhan dari akses publik yang tidak memiliki kepentingan langsung dengan aktivitas kepelabuhanan," katanya.
Menyangkut persoalan transportasi, ia meminta keseriusan pemda dalam menata sistem transportasi terutama taksi dan moda transportasi umum lainnya.
Johanes mengusulkan perlunya penjajakan kerja sama dengan operator taksi besar di Jakarta untuk penggabungan usaha taksi di Batam menjadi satu kesatuan namun tetap melibatkan seluruh pengusaha taksi yang saat ini beroperasi.
Untuk penuntasan persoalan hunian tidak resmi (liar) di Batam, Johanes memandang perlunya reformasi kebijakan di Badan Pengusahaan Kawasan Batam terkait transparansi pemetaan lahan yang telah dialokasikan kepada pihak ketiga.
"Kompromi dengan penggarap lahan hunian tidak resmi harus ditiadakan," ujarnya.
Selain itu dia juga meminta tindakan tegas dan garis kebijakan yang sama pemerintah daerah maupun pusat terhadap penanganan dan penyelesaian permukiman tidak resmi.
Ia mendesak pemerintah pusat agar segera mengesahkan revisi PP nomor 46 tahun 2007 sebagai dasar hukum bagi BP Kawasan Batam untuk mengelola dan menyelesaikan sengketa lahan.
(T.pso-142/B/S004/S004) 31-07-2010 12:07:00 NNNN
"Harus ada kemauan dan keseriusan pemerintah dalam menangani implementasi FTZ," kata Johanes Kennedy, ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu.
Menurutnya pemerintah harus menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) baru yang memberikan kewenangan penuh kepada Dewan Kawasan selaku regulator dalam implementasi FTZ.
Johanes memandang perlunya revisi atas PP nomor 2 tahun 2009 untuk menghapus pemberlakuan `masterlist` untuk memperlancar arus keluar masuk barang.
Ia mengatakan UU FTZ dan PP nomor 2 tahun 2009 hanya memberikan fasilitas insentif bebas Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Bea Masuk kepada perusahaan dalam kawasan FTZ namun mengembalikan prosedur perizinan sama dengan wilayah pabean lainnya.
Tidak harmonisnya hubungan antara DK FTZ, Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam perlu diantisipasi dengan memunculkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur hubungan dan kewenangan tiga lembaga tersebut.
Persoalan kepelabuhanan, menurut Johanes perlu dilakukan penataan kawasan pelabuhan dan harus ada keseriusan dari pemerintah untuk membangun pelabuhan kontainer di kawasan perdagangan bebas.
"Keamanan dan ketertiban yang menjadi masalah di pelabuhan dapat diantisipasi dengan menutup area pelabuhan dari akses publik yang tidak memiliki kepentingan langsung dengan aktivitas kepelabuhanan," katanya.
Menyangkut persoalan transportasi, ia meminta keseriusan pemda dalam menata sistem transportasi terutama taksi dan moda transportasi umum lainnya.
Johanes mengusulkan perlunya penjajakan kerja sama dengan operator taksi besar di Jakarta untuk penggabungan usaha taksi di Batam menjadi satu kesatuan namun tetap melibatkan seluruh pengusaha taksi yang saat ini beroperasi.
Untuk penuntasan persoalan hunian tidak resmi (liar) di Batam, Johanes memandang perlunya reformasi kebijakan di Badan Pengusahaan Kawasan Batam terkait transparansi pemetaan lahan yang telah dialokasikan kepada pihak ketiga.
"Kompromi dengan penggarap lahan hunian tidak resmi harus ditiadakan," ujarnya.
Selain itu dia juga meminta tindakan tegas dan garis kebijakan yang sama pemerintah daerah maupun pusat terhadap penanganan dan penyelesaian permukiman tidak resmi.
Ia mendesak pemerintah pusat agar segera mengesahkan revisi PP nomor 46 tahun 2007 sebagai dasar hukum bagi BP Kawasan Batam untuk mengelola dan menyelesaikan sengketa lahan.
(T.pso-142/B/S004/S004) 31-07-2010 12:07:00 NNNN
Copyright © ANTARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar