Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 12 Agustus 2010

Beras Ilegal Banjiri Kepri





Berita Utama
Kamis, 12 Agustus 2010 09:06 (sumber Batam Pos,versi asli)

Inspeksi mendadak (sidak) Kepala Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian, Hari Priyono di beberapa tempat di Batam dan Kepulauan Riau, menemukan banyak beras impor ilegal asal Vietnam dan Thailand beredar. Beras ilegal yang membanjiri Kepri ini mengancam pasokan beras lokal di Kepri, khususnya Batam.

Beras tersebut disinyalir masuk via Malaysia dan Singapura lalu ke Karimun. Dari Karimun, beras ini dipasok ke Batam melalui 38 pelabuhan tikus. Jumlahnya diperkirakan 1.400 ton beras per harinya.

Hasil sidak Badan Karantina Pertanian itu, dibenarkan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan ESDM Kota Batam, Ahmad Hijazi.
“Iya, hasil rakor kami dengan berbagai instasi, termasuk BC, beras ilegal itu memang masuk melalui Karimun. Dari Karimun pakai kapal-kapal kecil masuk ke pelabuhan-pelabuhan swasta di Batam,” ujar Hijazi tadi malam.

Hal ini juga dibenarkan oleh Kepala Dinas KP2K Kota Batam, Suhartini. Menurutnya, beras ilegal asal Vietnam dan Thailand, masuk ke Batam melalui pelabuhan tikus. “Kami tidak mengurusi dan menangani penyelundupan beras ini, tapi memang disinyalir masuk melalui pelabuhan tikus,” kata Suhartini.
Lalu benarkah beras ilegal itu masuk 1.400 ton per hari? Hijazi belum bisa memastikan. “Di Batam hanya ditemukan beberapa karung saja di beberapa toko sembako,” ujar Hijazi.

Kendati demikian, masuknya beras impor ilegal itu, memang membahayakan pasokan beras di Batam. Pasalnya, beberapa distributor enggan memasok beras ke Batam karena kawatir tidak bisa bersaing dengan beras impor ilegal yang kualitasnya jauh lebih bagus dengan harga yang lebih murah.

”Kalau ini dibiarkan terus, Batam bisa kekurangan beras. Makanya, kami sudah melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak untuk mengantisipasi hal ini,” ujar Hijazi.

Hijazi juga menyebutkan, spekulan yang memasok beras ilegal ini dipicu tingginya harga beras. Apalagi, pemerintah pusat tidak bisa mengendalikan harga beras nasional yang terus naik. Ditambah lagi beberapa sentra produksi beras di Jawa gagal panen.

Hijazi menyebutkan, harga beras lokal yang dipasok dari Cipinang dan daerah lainnya di Indonesia di pasaran Batam kini mencapai Rp6.500 per kilo untuk kelas premium. Sebelumnya, berkisar Rp5.200 sampai Rp5.500 per kilo. Naik Rp1.000-Rp1.300 per kilo.

Sedangkan kelas super mencapai Rp8.500 per kilo. Sebelumnya, hanya berkisar Rp6.500-Rp7.500 per kilo. Naik Rp2.000 per kilo.

“Kalau naiknya Rp2.000 per kilo, ini sangat terasa bagi masyarakat kita yang bergaji UMK yang kebutuhan berasnya rata-rata 40 kilo per bulan. Mereka harus mengelurkan biaya tambahan untuk beli beras Rp80 ribu per bulan dari harga normal (sebelum naik, red),” katanya.

Kondisi ini, kata Hijazi, dilematis. Di satu sisi, masyarakat Batam membutuhkan beras yang harganya murah dengan kualitas bagus. Namun pemerintah pusat tak bisa mengendalikan harga beras nasional, padahal Batam 100 persen tergantung beras lokal sejak 2004.

Sisi lain, negara tetangga (Malaysia-Singapura) punya stok beras bagus dari Vietnam dan Thaliand yang kapan pun siap melayani spekulan yang ingin membeli beras dengan harga yang murah. Hanya Rp6.000 per kilo.

“Spekulan akhirnya memanfaatkan momentum ini, memasok beras ilegal di tegah mahalnya harga beras lokal,” ungkap Hijazi.

Keberadaan beras ilegal ini, diakui atau tidak, membantu masyarakat mendaptkan beras murah dengan kualitas yang bagus. Namun, kata Hijazi, tetap tidak baik. Distributor lokal tidak akan mau memasok beras ke Batam, kalau beras ilegal ini masih marak karena takut rugi. Sementara, beras ilegal itu pasokannya tidak menentu.

“Namanya juga ilegal, main kucing-kucingan dengan aparat. Tapi yang gawat kalau ada aparat di belakangnya. Ini harus diantisipasi,” ujar Hijazi.
Saat ini, kata Hijazi, pasokan beras sepanjang Ramadan masih mencukupi. “Tiap bulan kebutuhan beras Batam 12.000 ton. Tapi kalau tak diatasi beras impor ilegal itu, Batam bisa kekurangan beras,” kata Hijazi lagi.

Impor Terbatas

Hijazi mengatakan, solusi terbaik buat Batam dan wilayah lainnya di Kepri adalah impor beras terbatas dengan menggunakan sistem kuota. Sama seperti yang pernah dilakukan untuk gula. Cara ini, selain bisa membantu masyarakat mendapatkan harga beras murah dengan kualitas bagus, juga bisa menekan impor beras ilegal.

“Kalau harga beras nasional sudah normal, impor terbatas itu dihentikan. Kalau fleksibel seperti ini kan enak,” ujar Hijazi.

Sayangnya, kata Hijazi, pemerintah pusat selalu menyamakan semua wilayah di Indonesia. Padahal, tidak semua wilayah di Indonesia ini menjadi produsen beras.

Batam dan wilayah lainnya di Kepri misalnya, sama sekali bukan penghasil beras. Semua kebutuhan beras dipasok dari wilayah lain di Indonesia yang biaya transportasinya cukup mahal, sehingga harganya juga jauh lebih mahal. Apalagi saat produksi beras nasional anjlok.

“Menyelamatkan petani lokal di Jawa itu wajib, tapi perlu diingat juga, ada sejuta lebih masyarakat Batam yang juga butuh beras. Kalau harga tinggi begini, ditambah impor tidak boleh, otomatis menjerit lah,” kata Hijazi.

Solusi lainnya, memperbaiki kembali sistem koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam sistem tataniaga beras, termasuk sistem pendistribusianya. Hijazi mencontohkan, saat 2004 pemerintah melarang impor beras di Batam. Kemudian pada 2005 terjadi krisis beras. Namun masih bisa diatasi dengan memaksimalkan fungsi Bulog.

Saat itu, kata Hijazi, dilakukan sistem bandrol. Artinya, jika beras lokal yang dipasok swasta naik Rp1.000 per kilo, maka harga beras bulog diturunkan Rp1.000 melalui operasi pasar. “Bisa juga kombinasi, impor terbatas dilakukan dan memaksimalkan fungsi bulog, seperti yang pernah dilakukan pada 2006,” ujar Hijazi.

Untuk itu, kata Hijazi, perlu koordinasi semua pihak. Apalagi, mekanisme tata laksana dan pengawasan impor di Batam sudah diatur di UU FTZ dan PP 02/2009, termasuk soal pengawasan dan penanganan impor ilegal. Di aturan itu jelas dimana tugas Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan kawasan, dan Bea Cukai.

“Kalau memang ada kebijakan impor beras, harus terkoordinasi dengan Dewan nasional FTZ yang mengatur kebijakan ini. Kalau semuanya menjalankan tugas dengan baik, tak akan ada masalah,” kata Hijazi. (nur/cha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar