Aturan di Area FTZ BBK Diperlonggar
JAKARTA-Pemerintah pusat menyetujui proses alih fungsi lahan atau hutan lindung di Kota Batam untuk diteruskan hingga tuntas. Syaratnya, Otorita Batam (OB) yang kini telah berganti nama menjadi Badan Pengusahaan Kawasan FTZ Batam (BP Batam) harus menyediakan lahan pengganti seluas dua kali lipat dari lahan atau hutan lindung yang dialihfungsikan.
Demikian disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa kepada pers seusai memimpin rapat lintas kementerian/lembaga membahas masalah Free Trade Zone Batam, Bintan, Karimun (FTZ BBK) di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Kamis (12/8). Rapat itu dihadiri Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, perwakilan Menteri Keuangan, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, Dirjen Bea dan Cukai (BC) Thomas Sugijata, Plt Gubernur Kepri HM Sani, anggota BP Batam Asroni Harahap, dan pejabat Pemko Batam.
Menurut Hatta Rajasa, keputusan pemerintah untuk menyetujui proses alih fungsi lahan atau hutan lindung ini tetap diteruskan untuk memberikan kepastian terhadap masyarakat dan investor yang akan berinvestasi.
Sekretaris Dewan Kawasan FTZ BBK Jon Arizal yang juga hadir dalam rapat tersebut, mengatakan, proses alih fungsi lahan atau hutan lindung diharapkan segera selesai sehingga Batam tidak kehilangan momentum untuk menggaet investasi sebanyak-banyaknya. Namun, saat ditanya berapa lama waktu yang ditetapkan untuk menuntaskan proses alih fungsi itu, Jon mengatakan rapat tidak memutuskannya secara spesifik. "Pokoknya secepatnya, tidak ditentukan waktunya sampai kapan," ujar Jon yang dihubungi melalui sambungan telepon tadi malam.
Ditanya apakah hutan lindung Dam Baloi termasuk yang ikut disetujui pengalihfungsiannya, Jon Arizal menyatakan rapat tidak membahas kasus per kasus lahan atau hutan lindung bermasalah yang ada di Batam, tetapi secara umum. "Itu tidak dibahas secara khusus, intinya yang dibahas dalam rapat adalah pengalihfungsian hutan lindung di Batam disetujui untuk dilanjutkan hingga selesai," ujarnya.
Selain masalah alih fungsi lahan atau hutan lindung, dalam rapat itu juga diputuskan untuk memperlonggar aturan di area FTZ BBK. Salah satu aturan yang diperlonggar itu adalah lalu lintas kendaraan baru yang diperbolehkan keluar masuk antar-daerah di BBK. Keputusan ini telah difinalisasi dan sudah menjadi kesepakatan bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menko Perekonomian.
"Jadi, ditetapkan pentingnya pemasukan dan pengeluaran kendaraan bermotor ke dan dari sesama kawasan bebas di Batam, Bintan dan Karimun," kata Hatta.
Hatta mengatakan pembebasan keluar masuk kendaraan baru di area FTZ BBK ini tanpa dikenai pajak dan biaya. Namun, lanjut Hatta, keluar masuknya kendaraan akan dipantau dengan beberapa catatan-catatan. Misalnya, pelat nomor kendaraan memiliki spesifikasi sendiri sehingga mudah dikontrol. Selain itu, untuk surat tanda nomor kendaraan (STNK) juga akan dibuat khusus bagi sesama kawasan. "Jadi, nanti yang punya spesifikasi itu, boleh berpindah ke kawasan lain," katanya.
Terkait itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan kendaraan yang boleh berpindah ini adalah kendaraan baru. "Bukan mobil bekas. Tentu dengan peraturan-peraturan dan syarat," kata dia.
Hasil rapat lainnya adalah pemerintah akan memperbaiki pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di BBK yang kini belum berjalan seperti yang diharapkan. Saat ini, ujar Hatta, PTSP di FTZ Batam memang berada di satu gedung, yakni di Gedung Sumatera Promotion Centre (SPC) Batam Centre, tetapi pelayanannya masih dua pintu.
"Kewenangan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) telah diberikan ke badan pelaksana, namun untuk Pemerintah Kota (Batam) belum memberikan ke badan pelaksana," kata Hatta Rajasa. Untuk itu, Hatta meminta Pemerintah Kota Batam segera membicarakan persoalan PTSP ini dengan DPRD Kota Batam. Badan pelaksana dalam hal ini adalah BP Batam.
"Selain itu, hak-hak yang berkaitan dengan kepabeanan dan pembentukan BLU, pemerintah akan membentuk peraturan terhadap kawasan bebas BBK," jelas Hatta.
Keputusan lain yang dihasilkan dari rapat ini adalah merevisi peraturan pemerintah (PP) tentang FTZ BBK. Revisi ini terutama karena ada usulan untuk memasukkan Pulau Janda Berhias, Batam, sebagai kawasan FTZ. (sm/nt/oke/dtc/vv)
Info Barelang
Jumat, 13 Agustus 2010
Pusat Setujui Alih Fungsi Hutan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar