Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 09 Juli 2012

Batam Kembali Jadi Basis Logistik Migas

Tribun Batam - Sabtu, 7 Juli 2012

Laporan Tribunnews Batam, Alfian Zainal dan Anne Maria

TRIBUNNEWSBATAM, BATAM - Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat memindahkan kantornya sehari ke Batam, Jumat (6/7).

Sebab, hampir seluruh Direktur Jenderal dan para direktur di kementeriannya, termasuk Wakil Menteri Alex SW Retraubun, diboyong ke Batam untuk bertemu dengan para pengusaha dan stake holder di bidang industri penunjang migas.

Pertemuan yang digelar di Tru Beach Resort itu membahas berbagai kendala, tantangan serta jalan keluar yang dihadapi oleh para pengusaha yang bergerak dalam industri penunjang migas.

Para pejabat yang diboyong Hidayat adalah mereka yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan dunia usaha dan instansi terkait.

Pertemuan yang juga dihadiri Gubernur Kepri HM Sani, Dirjen Migas Evita Legowo, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono.

Benang merah dalam diskusi yang dipandu oleh wartawan senior Suryopratomo ini memang masih masalah klasik untuk hampir sektor industri dan perdagangan.

Yakni, keberpihakan pemerintah dalam melindungi --apalagi mendorong-- industri lokal seiring membanjirnya produk impor.

Tetapi, sebelum para pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Usaha Penunjang Migas yang terdiri atas 14 asosiasi ini curhat, Hidayat sudah memaparkan roadmap kebijakan yang tegas soal keberpihakan pemerintah, terutama kementeriannya.

Salah satu yang diungkapkannya adalah komitmen untuk menggunakan bahan baku lokal untuk seluruh proyek migas di dalam negeri. Sebab, proteksi yang bisa dilakukan pemerintah hanya untuk kebijakan non tarif barrier. Untuk penerapan tarif impor atau bea masuk sudah tidak mungkin karena bea masuk hampir seluruh produk penunjang sudah nol persen.

"Kantor Kementerian Perindustrian tutup hari ini karena seluruh pejabatnya saya bawa ke Batam. Ini menunjukkan komitmen kita untuk melindungi industri nasional. Kami akan terus berjuang untuk itu," kata Hidayat.

Stop impor

Ketentuan soal klasifikasi konten lokal ini adalah kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menerbitkan buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri. Buku APDN tersebut akan menjadi acuan penggunaan produksi dalam negeri pada kegiatan usaha hulu migas. Berisi daftar untuk tiga kategori barang yang diwajibkan; dimaksimalkan dan; diberdayakan.

Hanya saja, buku APDN ini masih menimbulkan perdebatan karena pemerintah masih menerapkan klasifikasi pada jenis barang, bukan perusahaan. Owner PT Citra Tubindo Tbk mengatakan, sejatinya klasifikasi bukan pada barang tetapi pada perusahaan yang memiliki komitmen penggunaan konten lokal.

"Kalau per item barang, maka kita hanya sibuk memeriksa setiap item barang sepanjang tahun karena jumlahnya sangat banyak. Belum lagi nanti audit yang harus dilakukan, sangat  merepotkan," kata Chris yang juga anggota Dewan Penasehat Guspen Migas.

Tetapi, kunci dari berbagai keluhan itu memang menuntut komitmen dari pemerintah, terutama Kementerian ESDM. Seorang pengusaha mengatakan, para pengusaha sudah berjuang untuk mendapatkan perlindungan dari pemerintah.

Bahkan mereka membandingkan rendahnya perhatian rezim urusan migas ini dibanding Ginandjar Kartasasmita saat menjabat Menteri Pertambangan dan Energi (1988-1993).

"Kami sudah memperjuangkan ini sejak tahun 2001 lalu. Sudah 11 tahun, tetapi tetap tidak ada kejelasannya. Kalau dulu, kita mengadu kepada satu orang, masalah langsung selesai. Sekarang, mengadu kepada lima pejabat pun, justru makin menambah masalah," katanya.

Hal yang paling penting bagi pengusaha adalah jaminan pemerintah untuk menstop impor produk jadi untuk industri penunjang migas bila produksi pengusaha lokal telah memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sesuai yang disyaratkan pemerintah.

"Ada enam produk industri yang sudah memenuhi TKDN, seharusnya untuk keenam produk itu pemerintah sudah harus menyatakan stop untuk impor," kata Pandri Prabono, Koordinator Ketua Dewan Pembina Guspen Migas.

Keenam industri itu adalah rig (peralatan pengeboran), chemical, pipeline, EPC dan well head. Bahkan, usai diskusi kemarin, rombongan langsung meninjau pengerjaan rig berkekuatan 2.000 hp buatan PT Citra Tubindo Engineering di Kawasan Industri Kabil. Produk itu sudah diekspor ke berbagai negara.

Posisi Batam

Hal menarik lainnya dalam pertemuan itu adalah komitmen pemerintah untuk kembali menetapkan Batam sebagai basis industri migas. Evita mengatakan bahwa komitmen ini sudah menjadi pembahasan yang serius di Kementerian ESDM.

Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan kajian regulasi serta beberapa kajian teknis, seperti kesiapan Bandara Hang Nadim untuk keperluan loading dan unloading.

Hal ini menjawab pertanyaan pengusaha tentang berubahnya arah kawasan ini menjadi kawasan perdagangan dan industri non-migas. Padahal, ketika baru mulai dibangun tahun 70-80-an, pemerintah mengajak para investor migas dunia dan nasional untuk investasi di bidan industri perminyakan. Namun, seiring waktu, semuanya menjadi abu-abu, bahkan kabur. (Tribun Batam Cetak)

Editor : imans_7811

Tidak ada komentar:

Posting Komentar