Setiap barang baik produk makanan, elektronik, maupun kebutuhan
masyarakat yang beredar di Batam sebagai kawasan free trade zone (FTZ)
wajib memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Ini merupakan kesepakatan internasional, jadi setiap negara berhak menggunakan ketentuan standar yang sudah ternotifikasi di WTO (world trade organization) demi keselamatan dan keamanan konsumen,” ujar Ahmad Hijazi, Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian dan ESDM Pemko Batam, Senin (30/7).
Hal sama juga ditegaskan Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan saat berkunjung ke Batam pekan lalu. “Tidak ada alasan untuk tidak memberlakukan SNI dan bahasa Indonesia. Semua wajib diberlakukan termasuk di BBK (Batam Bintan Karimun),” tegas Gita Wirjawan.
Namun demikian, Hijazi minta kebijakan SNI ini khusus untuk Batam lebih disederhanakan dari ketentuan nasional karena barang-barang yang masuk hanya untuk kebutuhan warga kota ini.
“Agar prosedurnya bisa hemat biaya,” saran Hijazi.
Ia juga berharap urusan SNI ini dapat dilimpahkan ke daerah melalui Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) Batam agar tidak menimbulkan biaya tinggi. Pasalnya, selama ini lanjut Hijazi, pengurusan SNI ini masih bersifat sentralistik.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya juga menyatakan hal yang sama. Ia meminta khusus Batam, Bintan, dan Karimun, wajib SNI ini lebih mudah birokrasinya. Selama ini, katanya, Apindo tak menolak SNI. Namun, Apindo ingin agar segala izin SNI cukup ditangani Dewan Kawasan.
“Mestinya pemerintah pusat menyerahkan kewenangan pemberian izin SNI ini ke Dewan Kawasan. Terserah nanti, misalnya, untuk Batam, Dewan Kawasan menyerahkan ke BP Batam,” tukasnya.
Barang-barang yang masuk ke Batam, kata Cahya, biasanya untuk konsumsi Batam. Karena itu, ia berharap barang-barang yang beredar di Batam itu cukup memiliki SNI Batam. Hal ini, kata Cahya, sudah diberlakukan Bea Cukai. Importir, cukup memiliki Nomor Induk Kepabeanan (NIK) Batam. Tak perlu NIK Nasional.
“Begitu pula dengan SNI ini. Untuk barang-barang yang diedarkan di Batam, cukup SNI Batam yang dikeluarkan pihak terkait. Kecuali barang itu akan diedarkan di seluruh Indonesia, baru wajib SNI Nasional,” tukasnya.
Hal serupa juga ia harapkan untuk perizinan Makanan Luar (ML). Selama ini, ML harus diurus ke Jakarta. Padahal, kata Cahya, Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kepri, sudah memiliki laboratorium canggih seharga Rp20 miliar. Jika BPOM Kepri diberi kewenangan seperti Bea Cukai Batam yang diberi kewenangan menerbitkan Nomor Induk Kepabeanan, kata Cahya, pengusaha yang mengurus ML tinggal mengurusnya di BPOM Kepri.
“Untuk barang-barang yang low risk seperti mie dan makanan ringan lainnya, semestinya izinnya cukup di BPOM sini. Kita punya laboratorium Rp20 miliar, tapi kok tak dimanfaatkan,” ujarnya.
Cahya yakin jika DK diberi kewenangan penuh, pertumbuhan ekonomi Kepri akan cepat naik. “Perekonomian akan tumbuh cepat,” tuturnya.
Selama Ramadan tahun ini, Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPBB), sudah menggiatkan pengawasan makanan dan non makanan. Tim ini menemukan barang yang tidak memenuhi SNI di berbagai pusat perdagangan.
Tim menemukan peredaran produk melamin untuk peralatan makanan minuman, merek SF. Selain itu ada produk lampu swaballast merek AMS, yang diduga tidak tidak memenuhi SNI.
Selain itu, ditemukan juga produk elektronik, berupa telepon seluler merek SK, blender merek SS dan penanak nasi merek NS, yang tidak menggunakan buku petunjuk dan kartu garansi dalam bahasa Indonesia. (william/hamid) (35)
“Ini merupakan kesepakatan internasional, jadi setiap negara berhak menggunakan ketentuan standar yang sudah ternotifikasi di WTO (world trade organization) demi keselamatan dan keamanan konsumen,” ujar Ahmad Hijazi, Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian dan ESDM Pemko Batam, Senin (30/7).
Hal sama juga ditegaskan Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan saat berkunjung ke Batam pekan lalu. “Tidak ada alasan untuk tidak memberlakukan SNI dan bahasa Indonesia. Semua wajib diberlakukan termasuk di BBK (Batam Bintan Karimun),” tegas Gita Wirjawan.
Namun demikian, Hijazi minta kebijakan SNI ini khusus untuk Batam lebih disederhanakan dari ketentuan nasional karena barang-barang yang masuk hanya untuk kebutuhan warga kota ini.
“Agar prosedurnya bisa hemat biaya,” saran Hijazi.
Ia juga berharap urusan SNI ini dapat dilimpahkan ke daerah melalui Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) Batam agar tidak menimbulkan biaya tinggi. Pasalnya, selama ini lanjut Hijazi, pengurusan SNI ini masih bersifat sentralistik.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya juga menyatakan hal yang sama. Ia meminta khusus Batam, Bintan, dan Karimun, wajib SNI ini lebih mudah birokrasinya. Selama ini, katanya, Apindo tak menolak SNI. Namun, Apindo ingin agar segala izin SNI cukup ditangani Dewan Kawasan.
“Mestinya pemerintah pusat menyerahkan kewenangan pemberian izin SNI ini ke Dewan Kawasan. Terserah nanti, misalnya, untuk Batam, Dewan Kawasan menyerahkan ke BP Batam,” tukasnya.
Barang-barang yang masuk ke Batam, kata Cahya, biasanya untuk konsumsi Batam. Karena itu, ia berharap barang-barang yang beredar di Batam itu cukup memiliki SNI Batam. Hal ini, kata Cahya, sudah diberlakukan Bea Cukai. Importir, cukup memiliki Nomor Induk Kepabeanan (NIK) Batam. Tak perlu NIK Nasional.
“Begitu pula dengan SNI ini. Untuk barang-barang yang diedarkan di Batam, cukup SNI Batam yang dikeluarkan pihak terkait. Kecuali barang itu akan diedarkan di seluruh Indonesia, baru wajib SNI Nasional,” tukasnya.
Hal serupa juga ia harapkan untuk perizinan Makanan Luar (ML). Selama ini, ML harus diurus ke Jakarta. Padahal, kata Cahya, Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kepri, sudah memiliki laboratorium canggih seharga Rp20 miliar. Jika BPOM Kepri diberi kewenangan seperti Bea Cukai Batam yang diberi kewenangan menerbitkan Nomor Induk Kepabeanan, kata Cahya, pengusaha yang mengurus ML tinggal mengurusnya di BPOM Kepri.
“Untuk barang-barang yang low risk seperti mie dan makanan ringan lainnya, semestinya izinnya cukup di BPOM sini. Kita punya laboratorium Rp20 miliar, tapi kok tak dimanfaatkan,” ujarnya.
Cahya yakin jika DK diberi kewenangan penuh, pertumbuhan ekonomi Kepri akan cepat naik. “Perekonomian akan tumbuh cepat,” tuturnya.
Selama Ramadan tahun ini, Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPBB), sudah menggiatkan pengawasan makanan dan non makanan. Tim ini menemukan barang yang tidak memenuhi SNI di berbagai pusat perdagangan.
Tim menemukan peredaran produk melamin untuk peralatan makanan minuman, merek SF. Selain itu ada produk lampu swaballast merek AMS, yang diduga tidak tidak memenuhi SNI.
Selain itu, ditemukan juga produk elektronik, berupa telepon seluler merek SK, blender merek SS dan penanak nasi merek NS, yang tidak menggunakan buku petunjuk dan kartu garansi dalam bahasa Indonesia. (william/hamid) (35)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar