BATAM - Pencemaran akibat kapal Hyundai 105 yang tenggelam diperbatasan perairan Singapura-Batam, 2004, diakui masih di bawah ambang batas. Itu diketahui melalui pantauan yang dilakukan Bapedalda Batam, selama tiga bulan terakhir. Setelah diangkut, dilakukan pemisahan limbah dan scrap
Menurut Kepala Bapedalda Kota Batam, Dendi Purnomo, setiap proses pengangkutan dari laut ke darat, tim Bapedal selalu ikut memantau.
“Kita sudah pantau sejak 3 bulan lalu. Dua kali monitoring, belum ditemukan yang melewati ambang batas,” kata Dendi, Kamis (6/10) di ruang kerjanya.
Berdasarkan pantauan itu, Bapedalda mengeluarkan rekomendasi Upaya Kelola Upaya Pemantau Lingkungan (UKUPL). Sementara untuk izin pengangkutan bangkai kapal yang memuat ribuan mobil itu, dikeluarkan Departemen Perhubungan Laut.
“Sekarang baru dua kali pengangkutan. Masih ada pengangkutanya lagi dari dasar laut. Yang sudah diakat, dilakukan pemisahan antara limbah dan scrap,” jelasnya.
Limbah yang diangkut itu diakui Dendi akan dikelola. Limbah dimaksudkan, oli, baterai dan lainnya. Dan pengelolaannya bisa dilakukan di Batam atau Jakarta.
“Mungkin limbah akan diserahkan ke pihak ketiga. Pengelolaannya bisa di Batam atau Jakarta. Tergantung hasil limbahnya,” katanya.
Ditanya jumlah mobil yang sudah diangkat bersama dengan potongan bangkai kapal, Dendi menyebut, sekitar 200-an. “Perusahaan yang melakukan pengangkatan, PT Samudra Mbiantu Sesami dari Jakarta, bekerjasama dengan SMIT Singapura,” jelasnya.
Terkait dengan ganti rugi akibat kapal tenggelam itu, pemerintah tidak menanganinya. Dia hanya menyebutkan jika perusahaan penanggungjawab sudah mengeluarkan dananya, untuk nelayan.
“Itu yang disalurkan lewat HNSI,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho membenarkan BP Batam telah keluarkan izin masuknya bangkai mobil yang tenggelam untuk discrap di Tanjunguncang.
Tapi izin ini merupakan izin khusus yang diberikan karena mempertimbangkan dampak lingkungan terhadap keberadaan bangkai mobil di dasar laut.
“Karena barang itu dari kecelakaan maka diperbolehkan untuk masuk. Kalau mobil bekas tentu nggak boleh,” tegas Djoko.
Sebelumnya, Kapal Hyundai 105 tenggelam Mei 2004 di Selat Singapura. Ribuan mobil itu diangkut dengan menggunakan Kapal Hyundai 105 dari Ulsan, Korea Selatan, menuju Bremerhaven, Jerman. Namun tenggelam di Selat Singapura saat berlayar pada bulan Mei 2004. Kapal itu membawa 4.191 unit kendaraan jenis sedan.(mbb)
Menurut Kepala Bapedalda Kota Batam, Dendi Purnomo, setiap proses pengangkutan dari laut ke darat, tim Bapedal selalu ikut memantau.
“Kita sudah pantau sejak 3 bulan lalu. Dua kali monitoring, belum ditemukan yang melewati ambang batas,” kata Dendi, Kamis (6/10) di ruang kerjanya.
Berdasarkan pantauan itu, Bapedalda mengeluarkan rekomendasi Upaya Kelola Upaya Pemantau Lingkungan (UKUPL). Sementara untuk izin pengangkutan bangkai kapal yang memuat ribuan mobil itu, dikeluarkan Departemen Perhubungan Laut.
“Sekarang baru dua kali pengangkutan. Masih ada pengangkutanya lagi dari dasar laut. Yang sudah diakat, dilakukan pemisahan antara limbah dan scrap,” jelasnya.
Limbah yang diangkut itu diakui Dendi akan dikelola. Limbah dimaksudkan, oli, baterai dan lainnya. Dan pengelolaannya bisa dilakukan di Batam atau Jakarta.
“Mungkin limbah akan diserahkan ke pihak ketiga. Pengelolaannya bisa di Batam atau Jakarta. Tergantung hasil limbahnya,” katanya.
Ditanya jumlah mobil yang sudah diangkat bersama dengan potongan bangkai kapal, Dendi menyebut, sekitar 200-an. “Perusahaan yang melakukan pengangkatan, PT Samudra Mbiantu Sesami dari Jakarta, bekerjasama dengan SMIT Singapura,” jelasnya.
Terkait dengan ganti rugi akibat kapal tenggelam itu, pemerintah tidak menanganinya. Dia hanya menyebutkan jika perusahaan penanggungjawab sudah mengeluarkan dananya, untuk nelayan.
“Itu yang disalurkan lewat HNSI,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho membenarkan BP Batam telah keluarkan izin masuknya bangkai mobil yang tenggelam untuk discrap di Tanjunguncang.
Tapi izin ini merupakan izin khusus yang diberikan karena mempertimbangkan dampak lingkungan terhadap keberadaan bangkai mobil di dasar laut.
“Karena barang itu dari kecelakaan maka diperbolehkan untuk masuk. Kalau mobil bekas tentu nggak boleh,” tegas Djoko.
Sebelumnya, Kapal Hyundai 105 tenggelam Mei 2004 di Selat Singapura. Ribuan mobil itu diangkut dengan menggunakan Kapal Hyundai 105 dari Ulsan, Korea Selatan, menuju Bremerhaven, Jerman. Namun tenggelam di Selat Singapura saat berlayar pada bulan Mei 2004. Kapal itu membawa 4.191 unit kendaraan jenis sedan.(mbb)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar