BATAM CENTRE -- Rencana pembersihan dan pengangkatan (Clean Up) ratusan ton limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Dam Tembesi pada akhir 2011, mendapat penolakan dari Lumbung Infomasi untuk Rakyat (Lira) Batam. Pasalnya menjelang clean up dilakukan, Pemko Batam melalui Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) belum juga mengungkap pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap limbah tersebut.
"Sebelum pelaksanaan clean up, sudah ada perusahaan yang seharusnya dinyatakan bersalah dan bertanggungjawab terhadap limbah tersebut. Ini tersangkanya saja belum ada malah langsung dibersihkan. Bapedalda harus mengungkap aktor dibalik keberadaan limbah yang membahayakan masyarakat ini," ujar Asisten II DPP Lira Kota Batam, Marzuki didampingi Sekda Lira Batam, Luthfi dan Kadis Lingkungan Hidup Lira Batam, Barani saat di temui di Batam Centre, Rabu (26/10).
Menurutnya dalam kasus tersebut mestinya sudah ada pelaku yang dibawa ke proses hukum, karena Bapedalda Batam telah meminta keterangan 10 saksi, 4 diantaranya merupakan saksi kunci.
"Kita menolak clean up dilakukan sebelum Bapedalda menemukan siapa yang bertanggungjawab atas limbah B3 tersebut. Kalau tidak, hal ini bisa menjadi preseden buruk penanganan limbah di kota industri ini," katanya.
Marzuki menyayangkan jika clean up tetap dilaksanakan sementara tidak ada pihak yang bertanggungjawab, apalagi clean up dilaksanakan dengan menggunakan uang negara. Ibaratnya " sudah jatuh ketimpa tangga pula". Artinya negara sudah dirugikan dan diperparah lagi karena harus mengeluarkan uang akibat perbuatan orang lain.
"Orang yang mengambil untung, justru negara yang dirugikan karena menggunakan uang negara," ujarnya.
Menurutnya, jika mengacu pada peraturan perundang-udangan yang berlaku, harusnya biaya pelaksanaan clean up itu ditanggung oleh perusahaan yang telah membuang sampahnya secara ilegal.
Dalam mengvungkap kasus ini, Bapedalda selain terkesan lamban juga menutup-tupi pihak tertentu dalam persoalan tersebut.
"Sudah 10 saksi yang diperiksa dan seharusnya Bapelda juga memeriksa salah seorang oknum anggota DPRD Kota Batam, Jeffry Simanjuntak yang diduga kuat sebagai pemilik limbah B3 tersebut, karena izin pemeriksaannya sudah dikeluarkan Gubernur Kepri," katanya.
Lira juga mempertanyakan standarisasi berapa komposisi saksi yang dibutuhkan untuk pengungkapan sebuah kasus. Karena dari 10 saksi yang dipanggil menurut Marzuki sangat cukup untuk menjerat pelakunya. Apalagi empat diantaranya merupakan orang yang dianggap tahu persis siapa pemilik limbah yang dibuang tidak jauh dari sumber air bersih Batam tersebut.
"Kita tahu dari saksi yang diperiksa, dua diantaranya merupakan pekerja, satu orang pemilik lahan dan satu lagi merupakan supir. Kenapa tidak bisa diungkap siapa pemilik limbahnya?," tanya.
Agar kedepan tidak terjadilah hal yang sama, Lira menuntut tegas ada penyelesaian secara hukum dalam kasus limbah B3 Dam Tembesi. Karena sebagai kota industri sangat mungkin kasus Dam tembesi hanya bagian kecil dari persoalan limbah B3 yang bisa mencuat ke permukaan.
"Penyelesain limbah B3 Dam Tembesi menjadi barometer penanganan limbah di Batam. Jangan sampai cacat hukum dan tidak bisa diterima oleh masyarakat secara umum karena keberadaan Dam Tembesi merupakan sumber air mereka," pungkasnya.
Pembahasan Tim
Clean Up ratusan ton limbah di Dam Tembesi saat ini sedang dalam proses pembahasan tim.
Kepala Bapedalda Kota Batam Dendi N Purnomo mengatakan Pemko Batam telah menggelar rapat koordinasi dengan BP Batam, Kehutanan dan Kepolisian terkait rencana proses clean up atas ratusan ton limbah yang ditimbun oleh oknum tak bertanggung jawab di pinggir dam Tembesi. Sementara, Dam Tembesi tersebut merupakan salah satu dam yang akan menjadi sumber air baku untuk kebutuhan masyarakat Batam.
"Rapay koordinasi proses clean up sudah kita gelar, kemarin dengan melibatkan BP Batam, Kehutanan, Kepolisian. Tinggal sekali rapat lagi, baru diputuskan langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Kita juga sedang menunggu kesepakatan mekanisme dengan KLH terkait kasus ini," ujar Dendi.
Disebutkan Dendi, pengangkatan ratusan ton limbah tersebut akan menelan biaya yang cukup besar. Namun, berapa besar dana itu masih dalam pembahasan tim teknis. Termasuk menaksir besaran angka biaya yang dibutuhkan.
Ditanyakan tentang proses hukum terhadap kasus tersebut, Dendi mengatakan proses hukum juga masuk dalam pembahasan tim.
"Proses hukum juga termasuk dalam koordinasi itu. Proses hukum yang berlansung, sekarang kita sedang menunggu satu orang saksi ahli lagi dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Jadi, nanti akan ada 3 saksi ahli. Dua sudah kita dapatkan keterangannya," ujar Dendi.
Hingga kini, sebut Dendi, Bapedalda Kota Batam telah memeriksa 10 saksi. Namun, belum ada yang ditetapkan jadi tersangka atas penimbunan limbah tersebut. (cw55,pti)
"Sebelum pelaksanaan clean up, sudah ada perusahaan yang seharusnya dinyatakan bersalah dan bertanggungjawab terhadap limbah tersebut. Ini tersangkanya saja belum ada malah langsung dibersihkan. Bapedalda harus mengungkap aktor dibalik keberadaan limbah yang membahayakan masyarakat ini," ujar Asisten II DPP Lira Kota Batam, Marzuki didampingi Sekda Lira Batam, Luthfi dan Kadis Lingkungan Hidup Lira Batam, Barani saat di temui di Batam Centre, Rabu (26/10).
Menurutnya dalam kasus tersebut mestinya sudah ada pelaku yang dibawa ke proses hukum, karena Bapedalda Batam telah meminta keterangan 10 saksi, 4 diantaranya merupakan saksi kunci.
"Kita menolak clean up dilakukan sebelum Bapedalda menemukan siapa yang bertanggungjawab atas limbah B3 tersebut. Kalau tidak, hal ini bisa menjadi preseden buruk penanganan limbah di kota industri ini," katanya.
Marzuki menyayangkan jika clean up tetap dilaksanakan sementara tidak ada pihak yang bertanggungjawab, apalagi clean up dilaksanakan dengan menggunakan uang negara. Ibaratnya " sudah jatuh ketimpa tangga pula". Artinya negara sudah dirugikan dan diperparah lagi karena harus mengeluarkan uang akibat perbuatan orang lain.
"Orang yang mengambil untung, justru negara yang dirugikan karena menggunakan uang negara," ujarnya.
Menurutnya, jika mengacu pada peraturan perundang-udangan yang berlaku, harusnya biaya pelaksanaan clean up itu ditanggung oleh perusahaan yang telah membuang sampahnya secara ilegal.
Dalam mengvungkap kasus ini, Bapedalda selain terkesan lamban juga menutup-tupi pihak tertentu dalam persoalan tersebut.
"Sudah 10 saksi yang diperiksa dan seharusnya Bapelda juga memeriksa salah seorang oknum anggota DPRD Kota Batam, Jeffry Simanjuntak yang diduga kuat sebagai pemilik limbah B3 tersebut, karena izin pemeriksaannya sudah dikeluarkan Gubernur Kepri," katanya.
Lira juga mempertanyakan standarisasi berapa komposisi saksi yang dibutuhkan untuk pengungkapan sebuah kasus. Karena dari 10 saksi yang dipanggil menurut Marzuki sangat cukup untuk menjerat pelakunya. Apalagi empat diantaranya merupakan orang yang dianggap tahu persis siapa pemilik limbah yang dibuang tidak jauh dari sumber air bersih Batam tersebut.
"Kita tahu dari saksi yang diperiksa, dua diantaranya merupakan pekerja, satu orang pemilik lahan dan satu lagi merupakan supir. Kenapa tidak bisa diungkap siapa pemilik limbahnya?," tanya.
Agar kedepan tidak terjadilah hal yang sama, Lira menuntut tegas ada penyelesaian secara hukum dalam kasus limbah B3 Dam Tembesi. Karena sebagai kota industri sangat mungkin kasus Dam tembesi hanya bagian kecil dari persoalan limbah B3 yang bisa mencuat ke permukaan.
"Penyelesain limbah B3 Dam Tembesi menjadi barometer penanganan limbah di Batam. Jangan sampai cacat hukum dan tidak bisa diterima oleh masyarakat secara umum karena keberadaan Dam Tembesi merupakan sumber air mereka," pungkasnya.
Pembahasan Tim
Clean Up ratusan ton limbah di Dam Tembesi saat ini sedang dalam proses pembahasan tim.
Kepala Bapedalda Kota Batam Dendi N Purnomo mengatakan Pemko Batam telah menggelar rapat koordinasi dengan BP Batam, Kehutanan dan Kepolisian terkait rencana proses clean up atas ratusan ton limbah yang ditimbun oleh oknum tak bertanggung jawab di pinggir dam Tembesi. Sementara, Dam Tembesi tersebut merupakan salah satu dam yang akan menjadi sumber air baku untuk kebutuhan masyarakat Batam.
"Rapay koordinasi proses clean up sudah kita gelar, kemarin dengan melibatkan BP Batam, Kehutanan, Kepolisian. Tinggal sekali rapat lagi, baru diputuskan langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Kita juga sedang menunggu kesepakatan mekanisme dengan KLH terkait kasus ini," ujar Dendi.
Disebutkan Dendi, pengangkatan ratusan ton limbah tersebut akan menelan biaya yang cukup besar. Namun, berapa besar dana itu masih dalam pembahasan tim teknis. Termasuk menaksir besaran angka biaya yang dibutuhkan.
Ditanyakan tentang proses hukum terhadap kasus tersebut, Dendi mengatakan proses hukum juga masuk dalam pembahasan tim.
"Proses hukum juga termasuk dalam koordinasi itu. Proses hukum yang berlansung, sekarang kita sedang menunggu satu orang saksi ahli lagi dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Jadi, nanti akan ada 3 saksi ahli. Dua sudah kita dapatkan keterangannya," ujar Dendi.
Hingga kini, sebut Dendi, Bapedalda Kota Batam telah memeriksa 10 saksi. Namun, belum ada yang ditetapkan jadi tersangka atas penimbunan limbah tersebut. (cw55,pti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar