Gubernur Kepri, Muhammad Sani mengingatkan para pengusaha, belum keluarnya revisi Peaturan Pemerintah Nomor 02/2009 tentang Perdagangan Bebas di
“Saat ini pertumbuhan ekonomi Kepri mencapai 7,7 persen, dari target 8 persen di RPJMD. Tinggal beberapa persen saja guna mencapai target angka pertumbuhan itu. Kepri bisa mencapai itu karena letak yang strategis dan regulasi yang mendukung,” kata Sani di hadapan sekitar 300-an pengusaha yang bernaung di bawah Kadin Kepri dan Kadin kabupaten/kota se-Kepri, Kamis (6/10), di Vista Hotel.
Dalam kesempatan itu, hadir Ketua Umum Kadin Kepri, Johannes Kennedy Aritonang dan sejumlah pengurus teras Kadin Kepri di antaranya Jadi Rajagukguk, Ampuan Situmeang, Alfan Suheiri, Djaja Roeslim, Ketua Kadin Batam Nada F Soraya dan Ketua Kadin Lingga, Teddy Djun Askara.
Sani juga mengingatkan bahwa yang terpenting adalah terobosan dan lompatan (jump up). “PP 02/2009 tidak perlu ditangisi,” katanya.
Meski angka pertumbuhan Kepri cukup tinggi, Sani mengingatkan bahwa sektor industri memberi kontribusi 50 persen untuk angka pertumbuhan 7,7 persen itu. “Sektor lain relatif belum tumbuh dan berkembang,” tambahnya.
Secara khusus Sani menyayangkan sektor lain belum mampu memberi kontribusi terhadap angka pertumbuhan tersebut. Pasalnya, Kepri
Ia juga menekankan pentingnya menggenjot sektor pariwisata. Sebab, kata dia, Kepri punya peluang yang besar di bidang pengembangan sektor pariwisata.
“Kita punya Pulau Bawah, the best island in the country. Ini peluang dan perlu kecepatan untuk menggenjot sektor pariwisata. Kalau memang bisa jadi kewenangan daerah akan kita laksanakan, kalau kewenangan pusat akan kita dorong bersama-sama,” tambahnya.
Soal usulan Kadin Kepri agar BC dilebur ke BP Batam untuk kawasan FTZ, Sani menegaskan hal itu perlu perjuangan panjang.
“Kita perlu mencari yang pendek. Selama ini KPU Bea Cukai Batam mendukung program dan itu sangat bagus. Kalau pun dilebur dan hasilnya tidak bagus, buat apa?” tegasnya.
Ketua Umum Kadin Provinsi Kepri, Johannes Kennedy Aritonang menekankan pentingnya optimalisasi sektor kepabeanan. Untuk optimalisasi kepabeanan, kata dia, pihaknya mengusulkan kepada pusat agar melimpahkan kewenangan perizinan ke BP Batam meliputi label produk elektronik, SNI, NPT, dan penentuan kuota impor hasil pertanian. Untuk memudahkan pengurusan oleh pelaku usaha.
“Mengusulkan peleburan Bea Cukai ke dalam BP Batam khusus untuk wilayah FTZ, sedangkan wilayah pabean tetap mengacu pada BC dan kita harapkan Bea Cukai mensosialisasikan pengurusan NIK lokal agar lebih memudahkan pengusaha,” paparnya.
Secara khusus John menekankan kebijakan BC tidak melakukan audit terhadap perusahaan asing harus diperkuat melalui keputusan resmi. Sebab, audit terhadap perusahaan multinasional itu membuat investor takut. Kadin Kepri juga mendorong Ketua DK agar melakukan kesepakatan terkait audit tersebut.
“Kita melihat Bea Cukai sudah melakukan terobosan yang reformis, khususnya mengenai NIK lokal dan tidak melakukan audit terhadap multinational company,” paparnya.
Selain itu, John juga mengemukakan pentingnya optimalisasi sektor pariwisata. Optimalisasi itu diharapkan bisa memacu potensi pariwisata Kepri sebagai alternatif destinasi wisata bagi warga Singapura dan Malaysia serta limpahan turis yang masuk ke kedua negara tersebut.
“Perbaikan kualitas frontliner (CIQP) bisa menghapus citra negatif pariwisata nasional. Kemudahan di sektor kepabeanan dan imigrasi diharapkan mampu menggenjot perdagangan dan arus keluar masuk barang,” katanya.
Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen tidak akan tercapai bila tidak disertai
“Untuk mencapai target itu, perlu ada kesamaan visi dari para pelaku usaha, BC, dan BP Batam untuk membenahi berbagai hambatan di lapangan. Selain itu perlu keseriusan pemerintah pusat dan DK untuk menjadi leading sector dalam mengoptimalkan implementasi FTZ di kawasan ini,” ujarnya. (hda/gas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar