BATAM (HK)- Mesk telah dihentikan sejak seminggu lalu oleh Pemko Batam, namun kegiatan reklamasi Pantai Stres, Batuampar, Batam masih saja berlangsung. Pelaku reklamasi PT Bintang Sembilan Sembilan Persada (BSSP) terang-terangan melanjutkan aktivitasnya, tanpa menghiraukan surat teguran pemerintah.
Masih berlangsungnya reklamasi ini terungkap setelah Haluan Kepri memantau di lapangan, Senin (11/6). Terlihat di lokasi tersebut sedang dilakukan proses penimbunan. Sejumlah alat berat sejenis traktor dan belco sedang beroperasi di atas lahan reklamasi. Kedua alat berat ini digunakan untuk meratakan dan memadatkan tanah.
"Buruh PT BSSP masih bekerja mas," kata salah warga yang enggan menyebutkan namanya.
Masih berlangsung reklamasi itu membuat Walikota Batam, Ahmad Dahlan gerah. Ia pun berjanji akan turun langsung mengecek ke lapangan.
"Saya tidak tahu kalau aktivitas di daerah itu masih berlanjut. Sebab informasi yang saya terima, kegiatan reklamasi di Pantai Stres sudah dihentikan. Kalau memang aktivitas tersebut masih berjalan nanti kita turun ke lokasi reklamasi," janji Dahlan.
Kegerahan Dahlan ini lantaran Pemko Batam sebelumnya sudah melarang adanya reklamasi di kawasan itu. Pasalnya pelaku reklamasi BSSP tidak memiliki izin reklamasi dari Menteri Perhubungan.
Penghentian pengerjaan reklamasi ini pun merupakan hasil keputusan rapat bersama antara BP Batam, Dinas Pertanahan, Kantor Pelabuhan, PT BSSP, Bapedalda dan pihak Kecamatan Batuampar. Kesepakatan diputuskan dalam pertemuan bersama di Kantor Bapedalda Kota Batam, Selasa (5/6) lalu.
Kepala Bapedalda Kota Batam Dendi Purnomo mengatakan penghentian reklamasi di Pantai Stres itu merujuk pada surat Kementerian Perhubungan Dirjend Perhubungan Laut Kantor Pelabuhan Batam pada 25 Mei 2012 lalu.
Dalam surat yang ditandatangani Pelaksana Harian Kepala Kanpel Batam, Vizian Affandi Deta menyebutkan PT BSSP belum memiliki izin reklamasi dari Menteri Perhubungan.
Sementara itu puluhan warga Pantai Stres meminta pihak berwenang untuk memfasilitasi agar pihak perusahaan mau melakukan pembicaraan ganti rugi dengan warga. Sebab ganti rugi yang ditawarkan perusahaan nilainya sangat kecil.
Sebab, perusahaan hanya mengganti rugi 'uang sampan' para nelayan sebesar Rp1,5 juta. Sementara warga yang bekerja buruh kasar di pelabuhan sekitar kawasan reklamsi hanya diganti rugi dua karung beras.
"Kita sangat mengharapkan instansi-instansi terkait bisa memfasilitasi kita untuk melakukan pembicaraan dengan pihak perusahaan mengenai ganti rugi yang selayaknya," tutur Herman.
Senada dengan itu, seorang ibu Ratih mengatakan pengusaha reklamasi itu seharusnya bertanggungjawab penuh terhadap nasib warga. Namun sayangnya hingga kini batang hidung pengusaha tersebut tidak pernah tampak. "Memang hingga kini kita warga di sini belum pernah melihat batang hidung pengusaha itu," cetus Ratih.
Di tempat terpisah Ketua DPRD Kota Batam, H Surya Sardi mengaku gerah terhadap reklamasi Pantai Stres yang tidak mengantongi izin dari Kementrian Perhubungan.
"Harus di stop, kalau memang reklamasi itu tidak ada izin. Saya minta komisi III untuk segera melakukan sidak ke lokasi. Kalau ini terus dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya," tegas Surya di ruang kerjanya, Senin (11/6).
Menurut Surya, apapun bentuk kegiatan yang dilakukan sebuah perusahaan, tentu tidak ada alasan bagi perusahaan terkait untuk mengantongi izin-izinnya. Baik Amdal, maupun izin lainnya yang berhubungan dengan kegiatan reklamasi. Termasuk ganti rugi kepada masyarakat yang disekitarnya.
"Kalau masalah lingkungan, tentu komisi III yang harus turun. Kalau menyangkut hukum, maka komisi I lah yang harus menindaklanjutinya," jelas Surya. (tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar