Oleh: Larno
Batam (ANTARA Kepri) - Komisi VI DPR RI segera meminta pemerintah pusat
merevisi peraturan yang mengatur kawasan bebas Batam sehubungan dengan
pembangunan Pelabuhan Alih kapal (transhipment) Tanjung Sauh dengan
kapasitas empat juta TEUs.
"Pembangunan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Sauh terkendala lahan yang belum masuk kawasan perdagangan bebas (FTZ). Kami akan segera meminta pemerintah melakukan revisi agar proyek tersebut tidak terhambat," kata Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto di Batam, Jumat.
Ia mengatakan, saat ini Pulau Tanjung Sauh yang hendak dijadikan pelabuhan alih kapal dengan kapasitas mencapai 4 juta twenty foot equivalent units (TEUs) belum masuk kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ) yang dikelola Badan Pengusahaan (BP) Batam.
"Kami akan mendorong pemerintah untuk menyelesaikan atau merevisi PP FTZ Batam karena kalau tidak direvisi, proyeknya tidak akan berjalan," kata dia.
Airlangga mengatakan, pembangunan Pelabuhan Tanjung Sauh diperlukan agar Batam mendapat manfaat dari banyaknya kapal yang berlayar melintasi Selat Malaka.
"Selama ini hanya Singapura dan Malaysia saja yang telah menikmatinya. Sementara Indonesia belum sama sekali bisa memanfaatkan kondisi tersebut. Jadi Pelabuhan Tanjung Sauh harus segera dibangun agar kita juga mengambil keuntungan dari hal tersebut," kata dia.
Ia menilai, posisi Pulau Tanjung Sauh sangat tepat untuk pelabuhan transhipment karena dinilainya cukup strategis dan memiliki kedalaman hingga 18 meter sehingga kapal-kapal besar tidak akan mengalami kesulitan bersandar.
"Kawasan FTZ harus punya infrastruktur yang berstandar global, kalau standar pelabuhannya cuma 600 ribu TEus seperti Batuampar, kita tidak akan mampu bersaing dengan Malaysia dan Singapura yang lebih maju," kata Airlangga.
Selama ini, kata dia, kargo di Selat Malaka dikuasai Singapura yang memiliki pelabuhan dengan kapasitas lebih dari 30 juta TEus, dan Malaysia sekitar 7 juta TEus.
Kepala BP Batam, Mustofa Widjaya mengatakan, pihaknya sudah mematangkan konsep pembangunan pelabuhan kargo di Pulau Tanjung Sauh dan sudah mengajukan agar pulau itu masuk wilayah perdagangan dan pelabuhan bebas.
"Saat ini wilayah FTZ Batam ialah Pulau Batam ditambah pulau-pulau lain yang dihubungkan dengan enam jembatan (Jembatan Barelang) dari Batam. Namun dengan rencana pembangunan tersebut, kami telah mengajukan Pulau tanjung Sauh masuk kawasan bebas," kata dia.
Ia mengatakan, pemerintah kota dan DPRD pada prinsipnya sudah setuju dengan rencana tersebut. (KR-LNO/S006)
Editor: Rusdianto
"Pembangunan Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Sauh terkendala lahan yang belum masuk kawasan perdagangan bebas (FTZ). Kami akan segera meminta pemerintah melakukan revisi agar proyek tersebut tidak terhambat," kata Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto di Batam, Jumat.
Ia mengatakan, saat ini Pulau Tanjung Sauh yang hendak dijadikan pelabuhan alih kapal dengan kapasitas mencapai 4 juta twenty foot equivalent units (TEUs) belum masuk kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ) yang dikelola Badan Pengusahaan (BP) Batam.
"Kami akan mendorong pemerintah untuk menyelesaikan atau merevisi PP FTZ Batam karena kalau tidak direvisi, proyeknya tidak akan berjalan," kata dia.
Airlangga mengatakan, pembangunan Pelabuhan Tanjung Sauh diperlukan agar Batam mendapat manfaat dari banyaknya kapal yang berlayar melintasi Selat Malaka.
"Selama ini hanya Singapura dan Malaysia saja yang telah menikmatinya. Sementara Indonesia belum sama sekali bisa memanfaatkan kondisi tersebut. Jadi Pelabuhan Tanjung Sauh harus segera dibangun agar kita juga mengambil keuntungan dari hal tersebut," kata dia.
Ia menilai, posisi Pulau Tanjung Sauh sangat tepat untuk pelabuhan transhipment karena dinilainya cukup strategis dan memiliki kedalaman hingga 18 meter sehingga kapal-kapal besar tidak akan mengalami kesulitan bersandar.
"Kawasan FTZ harus punya infrastruktur yang berstandar global, kalau standar pelabuhannya cuma 600 ribu TEus seperti Batuampar, kita tidak akan mampu bersaing dengan Malaysia dan Singapura yang lebih maju," kata Airlangga.
Selama ini, kata dia, kargo di Selat Malaka dikuasai Singapura yang memiliki pelabuhan dengan kapasitas lebih dari 30 juta TEus, dan Malaysia sekitar 7 juta TEus.
Kepala BP Batam, Mustofa Widjaya mengatakan, pihaknya sudah mematangkan konsep pembangunan pelabuhan kargo di Pulau Tanjung Sauh dan sudah mengajukan agar pulau itu masuk wilayah perdagangan dan pelabuhan bebas.
"Saat ini wilayah FTZ Batam ialah Pulau Batam ditambah pulau-pulau lain yang dihubungkan dengan enam jembatan (Jembatan Barelang) dari Batam. Namun dengan rencana pembangunan tersebut, kami telah mengajukan Pulau tanjung Sauh masuk kawasan bebas," kata dia.
Ia mengatakan, pemerintah kota dan DPRD pada prinsipnya sudah setuju dengan rencana tersebut. (KR-LNO/S006)
Editor: Rusdianto
COPYRIGHT © 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar