Tribun Batam - Kamis, 21 Juni 2012
Laporan Tribunnews Batam, Anne Maria dan Iman Suryanto
TRIBUNNEWSBATAM, BATAM - Semenjak diberlakukannya kebijakan penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Bank Devisa Dalam Negeri per februari 2012 lalu, diketahui hanya 20 persen eksportir di Kota Batam yang sudah memasukkan datanya yang sesuai dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Hal tersebut diungkapkan oleh Doddy Zulverdy, Kepala Group Neraca Pembayaran Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia dalam sosialisasi penerimaan DHE kepada Eksporti di Aula Bank Indonesia, Kamis(21/6).
Hal tersebut juga diindikasikan sebagai kurangnya disiplinnya para eksportir dalam kelengkapan data.
"Bukan berarti langsung pelanggaran juga. Bisa jadi mereka belum kumpulkan karena memang jenis ekspornya yang tidak termasuk dalam kebijakan ini," terangnya.
Apalagi memang ada beberapa jenis ekspor, seperti lising, netting, atau yang memiliki tandatangan kerjasama dengan pihak asing lainnya sehingga tidak bisa melakukan penerimaan DHE di bank devisa dalam negeri.
Selama pemberlakuannya ini tak disangkal Doddy, masih banyak kekhawatiran eksportir terhadap DHE nya.
Sehingga bisa menjadi satu alasan tertentu eksportir tidak mau melaporkan data-datanya. Kelengkapan data merupakan hal terpenting guna memonitoring, sehingga ditegaskan setiap DHE ini dilaporkan per PEB.
"Intinya para eksportir khwatir tidak bisa menggunakan DHE nya setiap saat," tambahnya.
Padahal menurut Doddy, kebijakan penerimaan DHE di Indonesia ini masih tergolong lunak, dibandingkan negara-negara lainnya. Pria ini menuturkan, para eksportir tidak akan diikat oleh minimum waktu
dalam penyimpanan DHE-nya di bank devisa. Bahkan Bank Indonesia pun tidak mengharuskan eksportir mengkonversikan mata uang DHE-nya ke rupiah.
"Kekhawatiran mereka tidak beralasan. Keleluasaan mereka tidak akan berkurang dengan kebijakan ini. Karena pada dasarnya kebijakan ini diberlakukan guna melindungi dan memperkuat nilai mata uang kita," katanya.
Meskipun memang dirinya berharap, DHE yang disimpankan eksportir sebaiknya tidak sekedar 'numpang lewat' saja.
Dirinya juga menginginkan pihak perbankan bisa proaktif dalam memberikan pelayanan kepada eksportir untuk semakin memberi kenyamanan dalam memarkir uangnya.
"Istilahnya kalau beberapa menit masuk di bank juga sudah pasti tercatat. Tapi kan kita tentu uangnya itu nggak cuma sejam dua jam di bank, kalau bisa lebih lama," tambah Doddy lagi.
Selain itu, eksportir pun diberi kebebasan untuk menyimpan penerimaan DHE nya di bank devisa mana saja selagi itu berkantor di Indonesia. Baik bank nasional, maupun bank internasional yang memiliki cabang di Indonesia.
Guna pemenuhan laporan-laporan atau data mengenai DHE, setiap penerimaan DHE harus disertai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
"Laporannya harus dibuat per satu-satu PEB," ujar Doddy.
Dengan demikian, langkah monitoring bisa dilakukan dengan hanya melihat laporan-laporan PEB yang ada di Bea Cukai. Dengan batas waktu enam bulan, Doddy juga menjelaskan bahwa barang siapa eksportir yang tidak menyimpan DHE nya sesuai PEB yang ada, akan dikenakan sanksi. Tak tanggung sanksi yang berlaku pun bisa menghentikan aktifitas ekspor para eksportir.
"Kalau di Batam saat ini, yang belum menyimpan DHE nya sesuai PEB, sekitar 80 persen dari total eksportir yang ada disini. Jika sampai bulan Juli nanti tidak juga, mereka semua akan didenda," lanjut dia.
Tak cuma hukum denda, dirinya menyampaikan kegiatan ekspor eksportir pun dapat dihentikan. Sesuai arahan dan penilaian pihak yang terkait, yaitu Bea Cukai.
"Jika denda tetap diabaikan oleh mereka, maka Bea Cukai bisa saja hentikan kegiatan ekspor mereka. Tetapi tentu tetap melalui pengawalan Bank Indonesia," tutupnya.
Editor : imans_7811
Tidak ada komentar:
Posting Komentar