Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 14 Juni 2012

Lokasi Labuh Jangkar Perlu Ditinjau Ulang

Warga Galang Datangi BP Batam

BATAM (HK)--- Sejumlah masyarakat  Galang meminta Badan Pengusahaan (BP) Batam meninjau kembali lokasi labuh jangkar di Perairan Galang. Permintaan ini terkait inisiden kapal tongkang APC Ausise 1 menabrak Jembatan VI Barelang akibat terbawa arus saat lego jangkar di kawasan tersebut.

Terkait dengan permintaan itu, warga mendatangi Kantor BP Batam, kemarin. Kedatangan warga dibenarkan Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho.

"Ada sebanyak 7 orang yang datang ke sini (BP Batam), dikoordinir oleh Sani, salah seorang tokoh masyarakat Galang. Mereka meminta lokasi labuh jangkar ditinjau ulang," kata Djoko.
Selain meminta peninjauan ulang lokasi tersebut kata  Djoko, masyarakat juga mengusulkan beberapa hal. Diantaranya mendesak agar jembatan VI Barelang segera diperbaiki dan memasang papan keterangan batas kendaraan yang boleh melewati jembatan.

"Rusaknya jembatan VI Barelang, dirasakan masyarakat Galang sangat mengganggu transportasi anak-anak sekolah dan ekonomi masyarakat sekitar. Sedangkan untuk papan keterangan segera dipasang dan beban kendaraan boleh melawati jalan maksimal 3 ton," jelasnya.

Disinggung permintaan warga soal peninjauan ulang lokasi tersebut menurut Djoko, tergantung kebijakan dari Kementerian Perhubungan. Karena penetapan kawasan itu berdasarkan izin Kementerian Perhubungan sejak 2008 silam atas rekomendasi BP Batam.

Berdasarkan rekomendasi BP Batam, perairan Galang dianggap cocok sebagai lokasi buang sauh kapal. Karena arus air tenang dan memiliki kedalaman yang mendukung.

"Kedalamannya antara 7 hingga 10 meter, sangat sesuai untuk lay up kapal-kapal besar," jelasnya.

Saat ini ada sebanyak 8 kapal yang lay up di kawasan itu, dengan masa bervariasi mulai dari masa tiga bulan ke atas. Lokasi lay up dikelola PT Bias Delta Pratama, lokasi kegiatan lay up di perairan Galang juga dikuasai PT Daya Maritim Internasional, PT Baruna Bahari Indonesia, PT Galang Persada Mandiri, PT Baruna Bhakti Utama dan PT Bima Samudera. Lokasi lay up berbatasan dengan lokasi marine management area Coremap, dekat Pulau Abang.

Sekedar diketahui, perairan labuh jangkar merupakan kawasan  konservasi terumbu karang. Dengan maraknya aktivitas lego jangkar kapal-kapal besar itu sedikitnya 6.687 hektare terumbu karang di perairan Rempang Galang (Relang) terancam rusak.

Jika itu terjadi, dikhawatirkan akan memicu protes dunia internasional karena konservasi karang tersebut didukung lembaga internasional.

Menyikapi ancaman serius kawasan konservasi ini, Walikota Batam Ahmad Dahlan tegas-tegas mendesak agar lokasi lego jangkar (parkir) kapal dialihkan ke perairan lain. Sebab, kalau buang sauh kapal masih dibiarkan di kawasan itu, maka kerusakan serius terumbu karang sudah pasti akan terjadi.

Informasi yang dihimpun Haluan Kepri, Selasa (12/6), menyebutkan, aktivitas lego jangkar kapal-kapal besar di perairan Relang  ternyata memang telah memicu ekses negatif kawasan konservasi di sana. Salah satu hasil penelitian resmi mendeteksi mulai rusaknya Karang Biru, salah satu terumbu karang khas perairan Relang. Kerusakan Karang Biru diduga karena dilindas dan diseret jangkar kapal.

Selain memicu kerusakan terumbu karang, maraknya kegiatan buang sauh kapal di Relang juga dikeluhkan para nelayan tradisional setempat. Justru itu, mereka minta agar lokasi lego jangkar kapal dijauhkan dari perairan Relang yang selama ini menjadi salah satu sumber penghidupan ratusan keluarga nelayan.

Berdasarkan data yang dimiliki Haluan Kepri, kawasan konservasi karang di perairan Relang merupakan proyek pelestarian strategis Pemko Batam yang bekerjasama dengan lembaga internasional. Hingga tahun 2011 yang lalu, dana yang dikucurkan untuk pelestarian terumbu karang di Relang mencapai sekitar Rp25 miliar di antaranya Rp2 miliar bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Batam dan sisa pendanaan internasional.

Pihak Kapal

Kerusakan terumbu karang akibat  hanyutnya kapal Tongkang APC Ausisse 1 di Perairan Galang  akan menjadi tanggung jawab pihak kapal. Hal ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku

Kepala UPT Kawasan Konservasi Laut Dinas KP2K Kota Batam Hamdayani mengatakan  hal itu kepada wartawan, kemarin.

"Apabila ditemukan kerusakan maka, owner kapal yang bertanggungjawab," ujarnya.

Kata Hamdayani, hingga saat ini kerusakan terumbuh karang belum diketahui. Tim yang dibentuk Pemko Batam sedang melakukan penyelidikan.

"Tim yang diketuai Kadis Perhubungan beranggotakan dari Dinas PU, BP Batam, Kanpel, dan kita sendiri yang melihat dari sisi kerusakan lingkungan bersama Bapedalda," terangnya.

Sementara itu, Kabid Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas KP2K Adnan Ismail mengatakan, di Batam ada 66.867 hektar luas kawasan konservasi dari luas lautan Batam 299.000 hektar.

"Kawasan konservasi itu ditetapkan dalam SK Walikota Nomor 114/HK/VI/2007. Letaknya dikawasan Galang. Di mana, didalamnya terdapat terumbu karang, Padang Lamun dan goseng pasir seluas 47.500 H," terang Adnan.

Katanya, pihaknya bukan hanya menjaga kelestarian terumbu karang di kawasan konservasi. Namun, di luar itu juga, apalagi Batam dikenal dengan terumbu karang. Memang, sebelum SK itu diterbitkan beberapa kapal ada yang lego jangkar di kawasan tersebut. Namun, setalah ada SK, mereka diminta untuk pindah. Karena kawasan tersebut merupakan daerah konservasi.

"Kita fokus bukan hanya dikawasan konservasi. Tapi diseluruh perairan Batam," terangnya.

Polisi Diminta Periksa BP


Wakil Ketua I DPRD Kota Batam, Ruslan Kasbulatov meminta Kapolresta Barelang memeriksa BP Batam terkait izin labh tambal kapal, pasca insiden tongkang APC Ausise 1 menabrak Jembatan VI Barelang.

"Jangan pemilik tongkang APC Ausise 1  saja yang diperiksa. Tapi Kapolres juga harus memeriksa pihak yang mengeluarkan izin labuh tambal kapal (BP Batam)," tegas Ruslan kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (13/6).

Kata Ruslan, ketika dirinya menjabat Ketua Komisi I DPRD Kota Batam pada akhir tahun 2007, telah dikeluarkan rekomendasi dinyatakan bahwa, mulai dari Jembatan 1-6, tidak boleh ada labu tambal kapal. Karena di sana merupakan perairan yang masuk program dunia,  terumbu karang Internasional dan daerah mendapatkan biaya dari Bank Dunia sebesar Rp15 miliar melalui Dinas KP2K.

"Izin labu tambal 0-4 mil itu, seharusnya Pemko Batam yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan izin," tandas Ruslan.

Ketika zamannya BJ Habibie, lanjut Ruslan, wilayah tambal kapal harusnya dilakukan di Pulau Nipah. Namun itu tidak dilakukan, dengan alasan anginnya sangat kuat. Dan itu menjadi alasan, sehingga izin labu tambal kapal dilakukan di Barelang. Sementara di sana pun angin sangat kuat.

"Pasca kejadian itu, masyarakat nelayan di sana pun banyak kehilangan mata pencahariannya. Maka kami minta agar BP Batam harus membayar ganti rugi atas nelayan yang ada di sana," tandas Ruslan. (cw56/lim/wan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar