Ketua Dewan Penasehat Apindo Kepri dan Batam,
Abidin Hasibuan, akan melapor ke Menteri Keuangan, Menteri
Perindustrian, dan Menteri Perdagangan terkait seringnya komponen
produksi industri manufaktur di Batam tertahan di Bea Cukai. Akibanya,
sejumlah industri merugi karena proses produksi terhenti.
“Sejak kemarin malam sampai sekarang (kemarin, red), bahan baku produksi jenis Magnet Wire tertahan di BC. Alasan BC, SNI control,” ujar Abidin, kemarin (4/1).
Bukan hanya bahan baku produksi perusahaanya (Sat Nusapersada) yang tertahan, bahan baku sejumlah industri lainnya di Batam juga tertahan. Termasuk komponen bangunan pabrik.
Menurut Abidin, penahanan tersebut sangat memprihatinkan, mengingat Batam yang statusnya kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ). “SNI untuk wilayah FTZ itu tak berlaku. Kalau berlaku, apa istimewanya Batam. Kalau terjadi lagi, saya tak segan-segan melaporkan hal ini ke Kemenku, Kemendag, dan Kementrian Perindustrian,” ujar Abidin, kesal.
Yang paling memprihatinkan, komponen atau bahan baku produksi yang akan diekspor kembali setelah diolah di Batam, tak semestinya ditahan. Selain menggangu proses produksi, pengorder produk juga bisa komplain, karena proses penyelesaian produk bisa terlambat karena produksi terhenti.
“Jangankan seharian, sejam saja terhenti, kami sudah rugi besar,” ungkap Abidin.
Kalaupun ada perubahan aturan, kata Abidin, mestinya ada sosialisasi lebih awal. Minimal pemberitahuan.
Abidin mengkritik keras Ketua Dewan Kawasan HM Sani dan BP Kawasan Batam yang terkesan lamban menangani persoalan-persoalan seperti ini. Mestinya, kata Abidin, Dewan Kawasan dan BP Batam cepat-cepat bertindak dan mencarikan jalan keluar jika ada persoalan seperti ini.
“Dewan kawasan jangan hanya fokus di Tanjungpinang saja, Batam juga FTZ, harus tanggungjawab, bagaimana orang mau investasi kalau hal-hal seperti ini tidak tuntas,” kata Abidin.
Abidin berharap, ada komunikasi yang intens pengusaha dengan BP Batam dan Dewan Kawasan dalam bentuk pertemuan rutin membahas berbagai persoalan. Bahkan, pengusaha sangat berharap, per triwulan, ada pertemuan yang melibatkan kementerian terkait, khususnya kementrian keuangan, kementrian perdagangan dan kementrian perindustrian.
“Kita kadang-kadang bingung, kemana lagi harus mengadu kalau ada persoalan, tidak ada tempat konsultasi. Harus ada perubahan lah,” katanya, lagi.
Abidin juga mengkritisi perubahan SK Gubernur Kepri tentang Upah Minimum Kota Batam. Menurutnya, perubahan itu menjadi preseden buruk bagi dunia investasi di Batam. Apalagi jika tahun depan, kondisi serupa terjadi lagi, maka akan menyulitkan pelaku usaha menyusun progres bisnisnya ke depan.
“Kami paham pekerja dan pengusaha itu tak terpisahkan, kami juga paham kalau kami punya tanggungjawab mensejahterakan karyawan, supaya produktifitas tinggi. Tapi harus melalui mekanisme yang ada,” tegasnya.
“Lama-lama tak ada yang mau investasi kalau SK gubernur bisa diubah tanpa melalui mekanisme yang benar, hanya karena demo,” ujarnya, lagi.
Abidin juga mengingatkan, BP Batam dan Dewan Kawasan, bahwa saat ini sudah ada dua perusahaan yang tutup, yakni PT Exas Batam Indonesia yang berlokasi di Jalan Beringin Lot 323 dan 324 Batamindo Industrial Park (BIP), Mukakuning, dan PT Netune. Ditambah Panasonic yang mulai melakukan pengurangan karyawan. Menurutnya, kondisi ini tak bisa dianggap biasa.
“Mereka itu tutup karena tak ada kepastian hukum dan birorasi seperti hantu yang sarat pungli. Kalau mereka bilang kekurangan order sebagai penyebab, itu hanya bahasa halus saja, karena mana berani mereka mengkritik pemerintah,” beber Abidin.
Ia mencontohkan PT Kyocera dan PT Seagate yang pernah ada di Batam yang kemudian tutup dengan alasan order turun. Kenyataanya, kata Abidin, dua perusahaan itu buka di Malaysia dengan nilai investasi miliaran rupiah.
Humas BP Batam, Joko Wiwoho yang sering memberikan informasi ke media terkait jumlah investasi di Batam, juga dikritik Abidin. Menurutnya, informasi yang diberikan itu tak akurat karena tak disertai fakta.
“Kalau memang ada investasi masuk, sebutin nama perusahaanya, bidangnya, pabriknya dimana, berapa tenaga kerja yang sudah terserap, jangan hanya ngomong saja masuk, tapi tak jelas mana perusahaanya,” kritik Abidin.
Menurutnya, kalau investor itu baru sebatas beli lahan, belum bisa dikatakan berinvestasi. “Bisa jadi itu mafia lahan, beli dulu lahan, baru dijual lagi. Ketua BP mestinya memperhatikan ini,” kata Abidin.
Desak Wako Keluarkan SK
Tak hanya BC, BP Batam dan Dewan Kawasan yang dikritik Abidin, ia juga mengkritik Wali Kota Batam Ahmad Dahlan yang tak kunjung megeluarkan SK pembatalan pemberlakukan pajak dan retribusi catering, rumah makan dan kos-kosan.
Akibatnya, meski sudah disebutkan pengenaan pajak dan retribusi sektor tersebut dibatalkan, namun faktanya, sudah ada oknum petugas yang diam-diam memungut pajak dan retribusi catering dan kos-kosan itu.
“Kalau ngomong saja percuma, harus ada SK,” kata Abidin.
Aliansi serikat pekerja, kata Abidin, semestinya juga pro aktif meminta Wali Kota segera mengeluarkan SK pembatalan pajak dan teribusi tersebut, mengingat berkaitan langsung dengan kepentingan pekerja.
Ironisnya lagi, kata Abidin, tak ada upaya membentuk tim untuk memantau harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung tinggi. Termasuk memantau dan menjerat para mafia sembako yang marak saat ini.
“Kalau mafia-mafia sembako dan oknum-oknum di birokrasi yang sering minta jatah alias pungli dibiarkan, ini akan membuat biaya tinggi. Akibatnya, harga-harga menjadi mahal, upah tak berarti, rakyat menderita. Upaya pemeritah kota mana?” tanyanya.
Ia juga prihatin, tidak adanya upaya memberantas pungli di pelabuhan-pelabuhan, baik barang maupun penumpang, khususnya pendatang. Meskipun Perdaduk sudah dicabut, namun kenyataanya, kata Abidin, pendatang yang masuk ke Batam masih saja dipungli. Akibatnya, orang enggan ke Batam. “Banyak industri jadi kesulitan mencari tenaga kerja,” kata Abidin.
Celakanya, DPRD Batam yang notabene wakil rakyat terkesan menutup mata. “Panggil dong oknum-oknum itu, jangan hanya diam saja,” kata Abidin.
Abidin menilai, jika persoalan-persoalan mendasar tersebut di atas tak bisa diselesaikan, maka beberapa tahun ke depan, kondisi Batam bisa semakin terpuruk. Bisa ditinggalkan investor, apalagi negara tetangga gencar menggoda investor yang ada di Batam untuk relokasi dengan berbagai kemudahan dan kepastian hukum yang mereka tawarkan.
“Sekarang mau pilih mana, melakukan perubahan atau membiarkan Batam bubar?” ujar Abidin. (nur)
“Sejak kemarin malam sampai sekarang (kemarin, red), bahan baku produksi jenis Magnet Wire tertahan di BC. Alasan BC, SNI control,” ujar Abidin, kemarin (4/1).
Bukan hanya bahan baku produksi perusahaanya (Sat Nusapersada) yang tertahan, bahan baku sejumlah industri lainnya di Batam juga tertahan. Termasuk komponen bangunan pabrik.
Menurut Abidin, penahanan tersebut sangat memprihatinkan, mengingat Batam yang statusnya kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ). “SNI untuk wilayah FTZ itu tak berlaku. Kalau berlaku, apa istimewanya Batam. Kalau terjadi lagi, saya tak segan-segan melaporkan hal ini ke Kemenku, Kemendag, dan Kementrian Perindustrian,” ujar Abidin, kesal.
Yang paling memprihatinkan, komponen atau bahan baku produksi yang akan diekspor kembali setelah diolah di Batam, tak semestinya ditahan. Selain menggangu proses produksi, pengorder produk juga bisa komplain, karena proses penyelesaian produk bisa terlambat karena produksi terhenti.
“Jangankan seharian, sejam saja terhenti, kami sudah rugi besar,” ungkap Abidin.
Kalaupun ada perubahan aturan, kata Abidin, mestinya ada sosialisasi lebih awal. Minimal pemberitahuan.
Abidin mengkritik keras Ketua Dewan Kawasan HM Sani dan BP Kawasan Batam yang terkesan lamban menangani persoalan-persoalan seperti ini. Mestinya, kata Abidin, Dewan Kawasan dan BP Batam cepat-cepat bertindak dan mencarikan jalan keluar jika ada persoalan seperti ini.
“Dewan kawasan jangan hanya fokus di Tanjungpinang saja, Batam juga FTZ, harus tanggungjawab, bagaimana orang mau investasi kalau hal-hal seperti ini tidak tuntas,” kata Abidin.
Abidin berharap, ada komunikasi yang intens pengusaha dengan BP Batam dan Dewan Kawasan dalam bentuk pertemuan rutin membahas berbagai persoalan. Bahkan, pengusaha sangat berharap, per triwulan, ada pertemuan yang melibatkan kementerian terkait, khususnya kementrian keuangan, kementrian perdagangan dan kementrian perindustrian.
“Kita kadang-kadang bingung, kemana lagi harus mengadu kalau ada persoalan, tidak ada tempat konsultasi. Harus ada perubahan lah,” katanya, lagi.
Abidin juga mengkritisi perubahan SK Gubernur Kepri tentang Upah Minimum Kota Batam. Menurutnya, perubahan itu menjadi preseden buruk bagi dunia investasi di Batam. Apalagi jika tahun depan, kondisi serupa terjadi lagi, maka akan menyulitkan pelaku usaha menyusun progres bisnisnya ke depan.
“Kami paham pekerja dan pengusaha itu tak terpisahkan, kami juga paham kalau kami punya tanggungjawab mensejahterakan karyawan, supaya produktifitas tinggi. Tapi harus melalui mekanisme yang ada,” tegasnya.
“Lama-lama tak ada yang mau investasi kalau SK gubernur bisa diubah tanpa melalui mekanisme yang benar, hanya karena demo,” ujarnya, lagi.
Abidin juga mengingatkan, BP Batam dan Dewan Kawasan, bahwa saat ini sudah ada dua perusahaan yang tutup, yakni PT Exas Batam Indonesia yang berlokasi di Jalan Beringin Lot 323 dan 324 Batamindo Industrial Park (BIP), Mukakuning, dan PT Netune. Ditambah Panasonic yang mulai melakukan pengurangan karyawan. Menurutnya, kondisi ini tak bisa dianggap biasa.
“Mereka itu tutup karena tak ada kepastian hukum dan birorasi seperti hantu yang sarat pungli. Kalau mereka bilang kekurangan order sebagai penyebab, itu hanya bahasa halus saja, karena mana berani mereka mengkritik pemerintah,” beber Abidin.
Ia mencontohkan PT Kyocera dan PT Seagate yang pernah ada di Batam yang kemudian tutup dengan alasan order turun. Kenyataanya, kata Abidin, dua perusahaan itu buka di Malaysia dengan nilai investasi miliaran rupiah.
Humas BP Batam, Joko Wiwoho yang sering memberikan informasi ke media terkait jumlah investasi di Batam, juga dikritik Abidin. Menurutnya, informasi yang diberikan itu tak akurat karena tak disertai fakta.
“Kalau memang ada investasi masuk, sebutin nama perusahaanya, bidangnya, pabriknya dimana, berapa tenaga kerja yang sudah terserap, jangan hanya ngomong saja masuk, tapi tak jelas mana perusahaanya,” kritik Abidin.
Menurutnya, kalau investor itu baru sebatas beli lahan, belum bisa dikatakan berinvestasi. “Bisa jadi itu mafia lahan, beli dulu lahan, baru dijual lagi. Ketua BP mestinya memperhatikan ini,” kata Abidin.
Desak Wako Keluarkan SK
Tak hanya BC, BP Batam dan Dewan Kawasan yang dikritik Abidin, ia juga mengkritik Wali Kota Batam Ahmad Dahlan yang tak kunjung megeluarkan SK pembatalan pemberlakukan pajak dan retribusi catering, rumah makan dan kos-kosan.
Akibatnya, meski sudah disebutkan pengenaan pajak dan retribusi sektor tersebut dibatalkan, namun faktanya, sudah ada oknum petugas yang diam-diam memungut pajak dan retribusi catering dan kos-kosan itu.
“Kalau ngomong saja percuma, harus ada SK,” kata Abidin.
Aliansi serikat pekerja, kata Abidin, semestinya juga pro aktif meminta Wali Kota segera mengeluarkan SK pembatalan pajak dan teribusi tersebut, mengingat berkaitan langsung dengan kepentingan pekerja.
Ironisnya lagi, kata Abidin, tak ada upaya membentuk tim untuk memantau harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung tinggi. Termasuk memantau dan menjerat para mafia sembako yang marak saat ini.
“Kalau mafia-mafia sembako dan oknum-oknum di birokrasi yang sering minta jatah alias pungli dibiarkan, ini akan membuat biaya tinggi. Akibatnya, harga-harga menjadi mahal, upah tak berarti, rakyat menderita. Upaya pemeritah kota mana?” tanyanya.
Ia juga prihatin, tidak adanya upaya memberantas pungli di pelabuhan-pelabuhan, baik barang maupun penumpang, khususnya pendatang. Meskipun Perdaduk sudah dicabut, namun kenyataanya, kata Abidin, pendatang yang masuk ke Batam masih saja dipungli. Akibatnya, orang enggan ke Batam. “Banyak industri jadi kesulitan mencari tenaga kerja,” kata Abidin.
Celakanya, DPRD Batam yang notabene wakil rakyat terkesan menutup mata. “Panggil dong oknum-oknum itu, jangan hanya diam saja,” kata Abidin.
Abidin menilai, jika persoalan-persoalan mendasar tersebut di atas tak bisa diselesaikan, maka beberapa tahun ke depan, kondisi Batam bisa semakin terpuruk. Bisa ditinggalkan investor, apalagi negara tetangga gencar menggoda investor yang ada di Batam untuk relokasi dengan berbagai kemudahan dan kepastian hukum yang mereka tawarkan.
“Sekarang mau pilih mana, melakukan perubahan atau membiarkan Batam bubar?” ujar Abidin. (nur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar