Dalam laporan pansus ranperda naker tersebut, Rusmini mengatakan, sedikitnya ada 24 permasalahan yang dapat diinventaris oleh pansus naker perihal ketenagakerjaan di Batam.
Kata Rusmini, permasalahan ketenagakerjaan itu yakni banyaknya terjadi hubungan kerja yang kurang jelas karena tidak dibarengi dengan ikatan kerja dalam bentuk perjanjian kerja secara tertulis. Kontrak kerja dilakukan dengan berantai yakni sub-sub kon.
Masalah kerja lainnya, lanjut Rusmini, sering beralihnya pekerja dari perusahaan sub kontarktor ke perusahaan sub kontraktor lain di dalam satu perusahaan (main kontraktor). Perusahaan pemberi kerja dan penerima kerja tidak melaporkan perjanjian kerjanya kepada disnaker.
"Ada 24 masalah yang berhasil kami inventarisasikan. Dan kemungkinan pansus akan menemukan masalah lain, dalam pembahasan ranperda tentang ketenagakerjaan selanjutnya," kata Rusmini, legislator dari Partai Golkar.
Selain itu, kata Rusmini, permasalahan lainnya adalah tidak adanya aturan dan ukuran yang jelas terkait kenaikan upah diatas ketentuan upah minimum, serta terjadi perbedaan persepsi mengenai pekerjaan pokok dengan pekerjaan penunjang. Maka pansus berharap, sebaiknya perusahaan dengan pekerja menentukan jenis pekerjaan pokok dengan pekerjaan penunjang dan dibuat secara tertulis.
Kata dia, dalam pembahasan ranperda naker tersebut, pansus juga memandang perlu agar dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Batam untuk mempermudah bila terjadi perselisihan disamping permasalahn hubungan industri yang paling banyak adalah di Kota Batam.
"Masih banyak hal lagi yang perlu dibahas oleh pansus. Sehingga apa yang dilakukan pansus saat ini, dapat menghasilkan landasan hukum yang kuat terkait ketenagakerjaan di Batam. Kami sadar dan mengakui adanya pro dan kontra, ketika pansus naker ini terus dijalankan. Untuk itu, kami meminta pertambahan waktu 90 hari lagi untuk melakukan pembahasan," ujar Rusmini. (lim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar