Kamis, 26 Januari 2012 (sumber Kontan)
oleh Herlina KD, Rusman Nurjaman
JAKARTA. Satu janji pemerintah untuk memperbaiki iklim
investasi terpenuhi tahun ini. Presiden telah meneken Peraturan
Pemerintah (PP) No 10/2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan dan
Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang di Kawasan
Perdagangan Bebas alias free trade zone (FTZ) pada 9 Januari 2012. Aturan ini merupakan revisi PP No 2/2009.
Aturan lama tentang kepabeanan di kawasan perdagangan bebas itu dianggap menjadi penghambat investasi di kawasan perdagangan bebas, terutama di Batam. Banyak pasal di PP No 2/2009 yang abu-abu sehingga membingungkan pengusaha.
Nah, revisi aturan itu berupaya menghilangkan berbagai hal membingungkan. Inti beleid ini adalah merinci pengaturan lalu lintas barang di kawasan pelabuhan bebas.
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mengklaim, PP No 10/2012 menjadi bukti kesungguhan pemerintah menghalau segala hambatan investasi. Aturan ini memberikan penegasan bahwa kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas benar-benar terbebas dari berbagai hambatan. "Sehingga yang berkaitan dengan masterlist segala macam itu tidak diperlukan lagi," kata Hatta kepada KONTAN, pekan lalu.
Dus, arus investasi asing di Batam bisa mekar lagi. Bisnis di kawasan ini pun lebih efisien dan tidak berbelit-belit. Sebagai catatan, gara-gara terhambat aturan lama, target investasi baru di Batam senilai US$ 1 miliar per tahun sulit tercapai. Tahun lalu saja, investasi baru di Batam hanya US$ 105 juta.
Tak heran bila pengusaha menyambut baik aturan revisi ini. Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau, menilai, upaya pemerintah merevisi PP No 2/2009 akan memudahkan pengusaha untuk berinvestasi di Batam.
Maklum, menurut Cahya, aturan yang lama masih menyisakan banyak hambatan investasi. Misalnya, kehadiran masterlist yakni proses pelaporan kepada Bea Cukai mengenai keluar masuk barang yang terkena atau terbebas bea masuk. "Birokrasi semacam ini sungguh menghambat dan tak efisien," jelasnya.
Semula Cahya berharap pemerintah tidak sekadar merevisi PP itu melainkan menghapusnya. Alasannya, aturan yang lama tumpang tindih dengan aturan FTZ Batam. Kelegaan juga meluncur dari Djimanto, Ketua Apindo. Meski agak lambat, revisi aturan itu tetap bermanfaat.
Selain memperbaiki aturan, Djimanto berharap pemerintah segera memperbaiki infrastruktur di Batam, seperti pelabuhan, pergudangan, pengangkutan dan persediaan air bersih maupun listrik. Tanpa dukungan infrastruktur yang baik, sulit mengharapkan arus penanaman modal mengalir deras ke Tanah Air.
Aturan lama tentang kepabeanan di kawasan perdagangan bebas itu dianggap menjadi penghambat investasi di kawasan perdagangan bebas, terutama di Batam. Banyak pasal di PP No 2/2009 yang abu-abu sehingga membingungkan pengusaha.
Nah, revisi aturan itu berupaya menghilangkan berbagai hal membingungkan. Inti beleid ini adalah merinci pengaturan lalu lintas barang di kawasan pelabuhan bebas.
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mengklaim, PP No 10/2012 menjadi bukti kesungguhan pemerintah menghalau segala hambatan investasi. Aturan ini memberikan penegasan bahwa kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas benar-benar terbebas dari berbagai hambatan. "Sehingga yang berkaitan dengan masterlist segala macam itu tidak diperlukan lagi," kata Hatta kepada KONTAN, pekan lalu.
Dus, arus investasi asing di Batam bisa mekar lagi. Bisnis di kawasan ini pun lebih efisien dan tidak berbelit-belit. Sebagai catatan, gara-gara terhambat aturan lama, target investasi baru di Batam senilai US$ 1 miliar per tahun sulit tercapai. Tahun lalu saja, investasi baru di Batam hanya US$ 105 juta.
Tak heran bila pengusaha menyambut baik aturan revisi ini. Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau, menilai, upaya pemerintah merevisi PP No 2/2009 akan memudahkan pengusaha untuk berinvestasi di Batam.
Maklum, menurut Cahya, aturan yang lama masih menyisakan banyak hambatan investasi. Misalnya, kehadiran masterlist yakni proses pelaporan kepada Bea Cukai mengenai keluar masuk barang yang terkena atau terbebas bea masuk. "Birokrasi semacam ini sungguh menghambat dan tak efisien," jelasnya.
Semula Cahya berharap pemerintah tidak sekadar merevisi PP itu melainkan menghapusnya. Alasannya, aturan yang lama tumpang tindih dengan aturan FTZ Batam. Kelegaan juga meluncur dari Djimanto, Ketua Apindo. Meski agak lambat, revisi aturan itu tetap bermanfaat.
Selain memperbaiki aturan, Djimanto berharap pemerintah segera memperbaiki infrastruktur di Batam, seperti pelabuhan, pergudangan, pengangkutan dan persediaan air bersih maupun listrik. Tanpa dukungan infrastruktur yang baik, sulit mengharapkan arus penanaman modal mengalir deras ke Tanah Air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar