”Begitu membaca ada keluhan Pak Abidin di Batam Pos, saya langsung instruksikan ke anggota di lapangan agar mempercepat prosesnya. Hari ini (kemarin, red) barang-barang itu sudah kami keluarkan,” kata Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam, Kukuh Sumardono Basuki, kemarin (6/1).
Menurut Kukuh, tertahannya bahan baku produksi jenis magnet wire itu karena ada peraturan baru tentang SNI kawat baja sejak Oktober tahun lalu dan berlaku per 1 Januari. ”Dengan adanya peraturan ini, teman-teman di lapangan berhati-hati,” katanya.
Ke depan, katanya, untuk kasus yang sama, BC menjamin tak akan terjadi lagi penahanan. ”Selama masalahnya sama, barangnya sama, tak akan ada masalah lagi. Langsung bisa dikeluarkan,” tukasnya.
Sekretaris Dewan Kawasan, Jon Arizal, mengatakan, keluhan Abidin itu sesuatu yang wajar. Namun, ia menampik jika DK disebut lamban bertindak. Menurut Jon, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, banyak instansi yang terlibat di kawasan FTZ. Ada DK, BP Batam, Bea Cukai, dan lainnya.
”Tadi begitu tahu ada masalah soal SNI itu, saya langsung menghubungi BC, mengontak BP Batam, dan Kementrian Perdagangan. Hari ini sudah lancar lagi,” kata Jon.
Di Batam, kata Jon, meski statusnya kawasan FTZ, masih ada instansi vertikal di Batam yang menerapkan aturan-aturan yang berlaku secara nasional. Ini yang membuat rumit. Namun, untuk masalah SNI barang-barang bahan baku dan yang akan diekspor lagi, kata Jon, sudah tak perlu SNI lagi.
Menurut Jon, sumber masalah kerumitan itu adalah PP Nomor 2 Tahun 2009, itu. Karena itu, katanya, DK melobi pusat agar PP itu segera direvisi. ”Menurut keterangan pejabat di Setneg, revisi PP itu sudah ada di tangan Presiden (SBY),” katanya.
Seperti diberitakan, Ketua Dewan Penasehat Apindo Kepri dan Batam, Abidin Hasibuan, akan melapor ke Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan terkait dengan seringnya komponen produksi industri manufaktur di Batam tertahan di Bea Cukai. Akibanya, sejumlah industri merugi karena proses produksi terhenti.
”Sejak kemarin malam sampai sekarang (kemarin, red), bahan baku produksi jenis Magnet Wire tertahan di BC. Alasan BC, SNI control,” ujar Abidin.
Bukan hanya bahan baku produksi perusahaanya (Sat Nusapersada) yang tertahan, bahan baku sejumlah industri lainnya di Batam juga tertahan. Termasuk bahan baku untuk pembuatan pabrik.
Menurut Abidin, penahanan tersebut sangat memprihatinkan, mengingat Batam yang statusnya kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ). ”SNI untuk wilayah FTZ itu tak berlaku. Kalau berlaku, apa istimewanya Batam. Kalau terjadi lagi, saya tak segan-segan melaporkan hal ini ke Kemenku, Kemendag dan Kementrian Perindustrian,” ujar Abidin, kesal.
Yang paling memprihatinkan, komponen atau bahan baku produksi yang akan diekspor kembali setelah diolah di Batam, tak semestinya ditahan. Selain menggangu proses produksi, pengorder produk juga bisa komplain, karena proses penyelesaian produk bisa terlambat karena produksi terhenti.
”Jangankan seharian, sehari saja terhenti, kami sudah rugi,” ungkap Abidin. Kalaupun ada perubahan aturan, kata Abidin, mestinya ada sosialisasi lebih awal. Minimal pemberitahuan.
Abidin mengkritik keras Ketua Dewan Kawasan HM Sani dan BP Kawasan Batam yang terkesan lamban menangani persoalan-persoalan seperti ini. Mestinya, kata Abidin, Dewan Kawasan dan BP Batam cepat-cepat bertindak dan mencarikan jalan keluar jika ada persoalan seperti ini.
“Dewan kawasan jangan hanya fokus di Tanjungpinang saja, Batam juga FTZ, harus tanggungjawab, bagaimana orang mau investasi kalau hal-hal seperti ini tidak tuntas,” kata Abidin. (med)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar