Batam, 27/9 (ANTARA) - Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah Provinsi Kepulauan Riau Johanes Kennedy mengatakan razia barang-barang elektronik di Batam mematikan penetapan Kawasan Perdagangan Bebas.
"Razia ini seperti membunuh FTZ dan kanibalisme undang-undang," kata Johanes Kennedy dalam rapat Laporan Perkembangan FTZ BBK di Batam, Selasa.
Kementerian Perdagangan merazia barang impor yang tidak disertai standard nasional Indonesia yang beredar di Batam.
Dari razia itu, Kementerian Perdagangan merazia 995 unit printer.
Kennedy mengatakan sebagai kawasan bebas, seharusnya tidak ada pembatasan barang impor.
Menurut dia, razia barang impor sangat meresahkan pengusaha.
Hal senada juga disampaikan Ketua Dewan Penasehat Apindo Kepri, Abidin Hasibuan yang menyatakan razia barang elektronik meresahkan pengusaha.
"Kalau memang barang dilarang, kenapa bissa masuk lewat Bea dan Cukai. Setelah barang disimpan di gudang kemudian dirazia, ini namanya jebakan," kata Abidin.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Energi, Sumber Daya Mineral Kota Batam, Ahmad Hijazi, mengatakan razia labelisasi Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) merupakan amanah undang-undang.
UU menyebutkan setiap produk impor wajib dilengkapi label SNI dan buku panduan dalam Bahasa Indonesia.
"Ini untuk melindungi konsumen Undang-Undang Perlindungan Konsumen," kata dia.
Hijazi mengatakan UU itu tetap berlaku di Batam, meskipun kota yang bertetangga dengan Singapura itu adalah kawasan khusus.
"Di Batam memang ada undang-undang FTZ, tapi secara bersamaan ada tiga undang-undang lain yang harus diterapkan secara bersamaan," kata Hijazi.
Namun, kata Hijazi melanjutkan UU itu tidak bisa dipaksakan berlaku di Batam, karena sebagai kawasan khusus, Batam memiliki keistimewaan.
Menurut dia, penerapan hukum di Batam tidak bisa disamakan dengan daerah lain di Indonesia.
"Kalau dipaksakan tiap hari toko-toko elektronik di Nagoya akan tutup," kata Hijazi.
Ia mengakui, saat ini banyak barang elektronik impor yang tidak memiliki label SNI dan buku panduan berbahasa Indonesia, karena barang itu diimpor langsung dari luar negeri.
Sekretaris Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun, Jon Arizal mengatakan barang-barang elektronik yang ada di Batam diimpor langsung dari luar negeri, sehingga tidak mungkin ada buku panduan berbahasa Indonesia.
"Kalau ada buku panduan bahasa Indonesia, itu dari Jakarta. Batam kan impor, bukan mampir Jakarta dulu," kata dia.
(T.Y011/B/B012/B012) 27-09-2011 16:16:01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar