Oleh: Ali Mahmud dan Zaki Setiawan, Liputan Batam
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Rudy Sakyakirti menyatakan, kendati sudah tidak lagi beroperasi, namun manajemen PT Exas sudah memastikan tetap memenuhi hak-hak karyawannya sesuai Undang Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
"Sebanyak 170 karyawan PT Exas yang diberhentikan, telah mendapatkan pesangon, uang penghargaan dan uang pisah," kata Rudy, Kamis (5/1).
Kata dia, kepastian tutupnya PT Exas, sudah diterima Disnaker langsung dari manajemen PT Exas. Adapun alasan berhentinya pengoperasian PT Exas itu lantaran perusahaan tidak lagi menerima orderan. Maka untuk sementara dihentikan pengoperasiannya.
"Pihak PT Exas sudah menyurati ke kami (Disnaker) bahwa mereka tidak lagi beroperasi karena sudah tidak menerima orderan lagi. Tapi untuk hak-hak karyawan sudah terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Ada 170 karyawan yang di-PHK, sudah dibayar pesangon, uang penghargaan, uang pisah," jelas Rudy.
Sementara untuk PT Nutune, lanjut Rudy, meski kondisinya hampir sama dengan PT Exas, yakni tidak ada lagi menerima orderan, namun sementara ini, PT Nutune masih tetap bertahan di Batam. Menurut manajemen PT Nutune, kondisi perusahaan hampir sama dengan PT Exas, sudah tidak lagi menerima orderan.
"Kami sudah menghubungi ke pihak PT Nutune, tapi mereka mengatakan masih tetap bertahan. Memang dari jawaban pihak Nutune, kemungkinan besar perusahaan itu akan tutup, karena sudah tidak lagi mendapatkan orderan," kata Rudy.
Seperti PT Exas, kata Rudy, manajemen PT Nutune juga sudah menjamin akan memenuhi seluruh hak-hak karyawan sesuai aturan yang berlaku, jika memang perusahaan tersebut betul-betul tutup.
"Mereka (PT Nutune) menyatakan siap untuk menyelesaikan hak-hak karyawan, apabila perusahaan ini betul-betul tutup," ujar Rudy menirukan jawaban dari pihak PT Nutune.
Di tempat terpisah, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Humas, Badan Pengusahaan (BP) Batam Djoko Wiwoho saat dikonfirmasi mengaku belum mendapatkan surat resmi terkait tutupnya PT Exas dan PT Nutune.
"Saya tidak bisa komentar banyak, karena sejauh ini kami belum mendapatkan surat secara resmi dari PT Exas terkait penutupan pengoperasiannya. Termasuk PT Nutune juga yang rencananya tutup, juga kami belum mendapatkan surat resmi dari sana," jelas Djoko.
Pemerintah Lamban
Sementara itu, Koordinator Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Suprapto mengatakan, peran pemerintah dalam mengantisipasi tutupnya beberapa perusahaan di Kawasan Industri Batamindo masih sangat minim.
"Bisa dikatakan tidak ada peran pemerintah, terutama Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) ataupun BP Batam dalam mengantisipasi perusahaan-perusahaan yang akan tutup," ujarnya ditemui di Mukakuning, kemarin.
Menurutnya, minimnya peran pemerintah tersebut terlihat di setiap pembahasan mengenai upah ataupun kompensasi menjelang pemutusan hubungan kerja (PHK), semua penyelesaian hanya dilakukan oleh karyawan atau serikat pekerja dengan perusahaan. Bahkan terkadang perusahaan sudah tutup, pemerintah baru mengetahui atau mendengar kabarnya.
"Pemerintah sangat lamban dalam mengantisipasi hal-hal seperti ini," kata dia.
Padahal informasi akan hengkang dan tutupnya sebuah perusahaan, apalagi perusahaan PMA, akan cepat diketahui jika pemerintah aktif melakukan pengawasan dan melihat kondisi perusahaan secara langsung. Tidak pasif, hanya menunggu laporan masuk dan diserahkan.
Hal senada juga dinyatakan Koordinator Wilayah KSBSI Kepri, M. Natsir atau akrab dipanggil Anas. Menurutnya, pemerintah seharusnya sudah mengetahui lebih awal jika ada perusahaan mau tutup ataupun hengkang. Sehingga pemerintah bisa mengantisipasi hal-hal buruk yang kemungkinan akan terjadi. Seperti pembayaran pesangon ataupun kompensasi lainnya tak sesuai ketentuan, perusahaan lari dan lainnya.
"Jangan sampai kasus seperti PT Livatech terulang dan hak-hak buruh kembali dirugikan," ujarnya.
Anas menyayangkan lambannya peran pemerintah dalam mendapatkan informasi awal jika sebuah perusahaan akan tutup. Alasannya pun sepele, belum mendapat laporan resmi. Wajar jika akhirnya BP Batam tidak pernah mengetahui alasan kenapa suatu perusahaan tutup. Apakah akibat krisis global, ketidaksiapan dalam berkompetisi dan menguasai alih teknologi ataupun alasan lainnya.
"Akhirnya pemerintah tidak mampu mengevaluasi dari kasus-kasus yang telah terjadi," imbuhnya.
Sebanyak 23 tenaga pengawas yang dimiliki Disnaker Kota Batam pun seolah sia-sia. Tenaga pengawas yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu ini dimaksudkan untuk mampu menunjang tugas-tugas kepengawasan Disnaker di lapangan.
Selain itu, Anas berharap agar pemerintah juga memikirkan kelanjutan pekerjaan karyawan yang telah di PHK. Dengan telah diputuskannya hubungan kerja karyawan di suatu perusahaan, tentunya mereka akan semakin menambah beban pemerintah akibat meningkatnya jumlah pengangguran baru.
Seperti diberitakan sebelumnya, selain PT Exas yang sudah resmi tutup, ada perusahaan lain yang segera menyusul, seperti PT NuTune yang beralamat di jalan Beringin Lot 213 dan PT Panasonic Shikoku Electronics Batam (PSEB) yang berlokasi di jalan Beringin Lot 209 dan jalan Angsana Lot 279 Kawasan Industri Batamindo, Mukakuning.
Salah seorang karyawan PT PSEB, Lela tak membantah saat ditanyakan rencana tutupnya perusahaan PMA asal Jepang tersebut. Bahkan menurutnya, sebagian karyawan sudah banyak yang dirumahkan, akibat merosotnya produksi.
"Tanggal 11 (Januari) ini, kami sudah masuk terakhir untuk pembayaran gaji dan pesangon," ujar karyawan kontrak ini.
Sistem pembayaran yang akan diberikan oleh perusahaan, lanjut Lela, untuk karyawan kontrak akan dibayarkan gajinya secara penuh hingga sisa kontrak berakhir. Sedangkan untuk karyawan berstatus permanen, ia mengaku tidak tahu bagaimana perhitungan pembayaran uang PHK-nya.
Sementara, manajemen Batamindo belum bisa dikonfirmasi terkait masalah ini.
"Pak Indra sebagai HRD (Human Resource Department) sedang keluar dan belum tahu kapan kembali," ujar resepsionis di lantai II Wisma Batamindo.***
Sebelumnya, Kepala Disnaker Rudi Sakyakirti pernah mengatakan, tenaga pengawas akan melakukan pengawasan di lima zona kawasan industri perusahaan yang ada di Batam. Seperti Tanjunguncang, Batamindo, Batuampar, Batam Centre dan Kawasan Industri Kabil.
Tenaga pengawas ini ditempatkan sebanyak dua orang di setiap zona kawasan industri. Dan mereka akan ditempatkan di kantor kecamatan setiap harinya untuk memudahkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Dengan adanya zona-zona pengawasan ini, diharapkan persoalan-persoalan ketenagakerjaan akan semakin berkurang. Karena tenaga pengawas akan aktif mengawasi setiap perusahaan di satu kecamatan dan menerima keluhan tenaga kerja menyangkut ketenagakerjaan.
"Zona pengawasan ini dibentuk akibat bertambahnya jumlah perusahaan dan angka tenaga kerja setiap tahunnya. Di mana hingga akhir 2010 lalu, terdapat sebanyak 4.351 perusahaan di Batam dengan jumlah tenaga kerja mencapai 288.318 pekerja," ujar Rudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar