BATAM KOTA (BP) - Mahalnya harga barang konsumsi
di Batam ditengarai akibat adanya praktik ilegal yang dilakukan
oknum-oknum petugas Bea dan Cukai Batam berupa pungutan liar (Pungli)
terhadap para importir selama ini.
Praktik ini juga yang dianggap Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri sebagai penghambat investasi di Batam selaku kawasan Free Trade Zone (FTZ).
Kepada wartawan, Wakil Ketua DPRD Batam Ruslan Kasbulatov, mengungkapkan ada oknum-oknum petugas BC Batam yang meminta upeti dari pengusaha importir.
“Sudah ada 15 pengusaha importir yang mengadukan praktik pungli itu ke saya. Dan saya tidak asbun (asal bunyi, red),” ujar Ruslan kepada wartawan di ruang kerjanya kemarin (29/2).
Ia juga menuding birokrasi arus barang sangat dipersulit BC. “Jadi kalau barang mau lancar harus bayar dulu ke oknum petugas BC,” ujarnya menambahkan.
Dewan kata dia sangat menyayangkan praktik-praktik ilegal tersebut karena ada pengusaha yang mengaku harus membayar Rp2,5 juta hingga Rp5 juta per satu kontener barang kepada oknum BC.
“Kalau tidak disetor akan diperhambat,” katanya.
Terpisah, Kepala Seksi Penindakan Kantor Bea dan Cukai Batam, Nugroho, menepis tudingan tersebut. Ia menjamin tidak ada upeti terhadap para importir karena apa yang dilakukan berdasar ketentuan yang ada.
Menurut Nugroho, jika ada barang-barang konsumsi yang tidak sesuai dengan pemberitahuan dalam bentuk jumlah dan jenis maka tentu dikenakan sanksi administrasi berupa bea masuk dan pungutan pajak lainnya yang dibayarkan melalui bank persepsi atau kas negara.
“Rata-rata barang yang dibayar itu adalah barang konsumsi. Bukan barang industri,” katanya ketika dikonfirmasi koran ini kemarin.
Ia mengaku BC sejak bulan Januari lalu telah memperketat pengawasan terhadap barang-barang konsumsi yang masuk ke Batam sehubungan dengan aturan-aturan pelarangan dan pembatasan yang diatur dalam peraturan menteri seperti kementerian perindustrian, perdagangan, pertanian, kesehatan dan lainnya.
“Intinya, tidak ada pungutan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena BC telah menetapkan sanksi administrasi,” tegas Nugroho.
Pengawasan terhadap barang impor dan ekspor di wilayah Batam, kata dia, dilakukan oleh jajaran bidang Penyidikan dan Penindakan (P2) sehingga setiap kali kedapatan kesalahan yang dilakukan importir akan diproses mekanisme sesuai peraturan yang berlaku.
Misalnya, lanjut dia, seorang importir mengajukan jumlah barangnya 100 pieces. Tapi faktanya yang diimpor ada 150 pieces. Berarti 50 pieces yang tidak terdaftar itu akan dikenakan bea masuk dan pajak lainnya.
“Jadi, kami tidak mempersulit. Karena kita telah bekerja sesuai mekanisme,” katanya. (spt)
Praktik ini juga yang dianggap Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri sebagai penghambat investasi di Batam selaku kawasan Free Trade Zone (FTZ).
Kepada wartawan, Wakil Ketua DPRD Batam Ruslan Kasbulatov, mengungkapkan ada oknum-oknum petugas BC Batam yang meminta upeti dari pengusaha importir.
“Sudah ada 15 pengusaha importir yang mengadukan praktik pungli itu ke saya. Dan saya tidak asbun (asal bunyi, red),” ujar Ruslan kepada wartawan di ruang kerjanya kemarin (29/2).
Ia juga menuding birokrasi arus barang sangat dipersulit BC. “Jadi kalau barang mau lancar harus bayar dulu ke oknum petugas BC,” ujarnya menambahkan.
Dewan kata dia sangat menyayangkan praktik-praktik ilegal tersebut karena ada pengusaha yang mengaku harus membayar Rp2,5 juta hingga Rp5 juta per satu kontener barang kepada oknum BC.
“Kalau tidak disetor akan diperhambat,” katanya.
Terpisah, Kepala Seksi Penindakan Kantor Bea dan Cukai Batam, Nugroho, menepis tudingan tersebut. Ia menjamin tidak ada upeti terhadap para importir karena apa yang dilakukan berdasar ketentuan yang ada.
Menurut Nugroho, jika ada barang-barang konsumsi yang tidak sesuai dengan pemberitahuan dalam bentuk jumlah dan jenis maka tentu dikenakan sanksi administrasi berupa bea masuk dan pungutan pajak lainnya yang dibayarkan melalui bank persepsi atau kas negara.
“Rata-rata barang yang dibayar itu adalah barang konsumsi. Bukan barang industri,” katanya ketika dikonfirmasi koran ini kemarin.
Ia mengaku BC sejak bulan Januari lalu telah memperketat pengawasan terhadap barang-barang konsumsi yang masuk ke Batam sehubungan dengan aturan-aturan pelarangan dan pembatasan yang diatur dalam peraturan menteri seperti kementerian perindustrian, perdagangan, pertanian, kesehatan dan lainnya.
“Intinya, tidak ada pungutan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena BC telah menetapkan sanksi administrasi,” tegas Nugroho.
Pengawasan terhadap barang impor dan ekspor di wilayah Batam, kata dia, dilakukan oleh jajaran bidang Penyidikan dan Penindakan (P2) sehingga setiap kali kedapatan kesalahan yang dilakukan importir akan diproses mekanisme sesuai peraturan yang berlaku.
Misalnya, lanjut dia, seorang importir mengajukan jumlah barangnya 100 pieces. Tapi faktanya yang diimpor ada 150 pieces. Berarti 50 pieces yang tidak terdaftar itu akan dikenakan bea masuk dan pajak lainnya.
“Jadi, kami tidak mempersulit. Karena kita telah bekerja sesuai mekanisme,” katanya. (spt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar