Batam (ANTARA Kepri) - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan
Industri serta Asosiasi Pengusaha Indonesia menolak Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan
Cukai.
"Kami menolak PP No 10 tahun 2012 karena bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu UU Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam," kata Ketua Kadin Batam Nada Faza Soraya di Batam, Senin.
UU FTZ menyebutkan Batam sebagai wilayah Indonesia di luar daerah kepabeanan. Sedangkan PP No 10 tahun 2012 justru mengatur pabean di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
"Kami menolak PP No 10 tahun 2012 karena bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu UU Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam," kata Ketua Kadin Batam Nada Faza Soraya di Batam, Senin.
UU FTZ menyebutkan Batam sebagai wilayah Indonesia di luar daerah kepabeanan. Sedangkan PP No 10 tahun 2012 justru mengatur pabean di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Pengusaha tidak puas terhadap PP yang juga merupakan hasil revisi PP 02 yang mengatur arus lalu lintas barang di KPBPB.
"Kami tidak pernah diajak diskusi. Masukan yang kami berikan juga tidak digubris," kata Nada.
Pengusaha, kata dia, meminta PP No 10 tahun 2012 itu direvisi dan diselaraskan dengan UU FTZ/KPBPB dengan mengecualikan Batam dalam urusan pabean.
"Kami menolak peran Bea dan Cukai yang besar," kata dia.
Jika pun ada kantor kepabeanan di KPBPB, maka seharusnya hanya mengawasi tidak menginspeksi.
Menurut dia, peniadaan peran BC akan mampu merangsang investasi di kawasan industri itu.
Hal senada dikatakan Ketua Apindo Kota Batam Oka Simatupang yang menyatakan menolak PP 10 tahun 2012.
"Bunyinya jelas. Kami menolak," kata Simatupang.
Di tempat yang sama, pengamat FTZ Syamsul Bahrum mengatakan pelaksanaan KPBPB di Batam belum berjalan.
"Kalau berjalan baik, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai dua digit, tidak seperti sekarang," kata dia.
Ia juga mengatakan peran BC juga berlebihan. "Jangan menginspeksi," kata dia.
Seharusnya, kata dia, pengawasan barang masuk tidak terlalu ketat, karena kawasan di luar pabean.
"Tidak boleh dibatasi, kecuali hal yang bisa membahayakan masyarakat," kata mantan Asisten Pemerintah Kota Batam.
(Y011/A013)
"Kami tidak pernah diajak diskusi. Masukan yang kami berikan juga tidak digubris," kata Nada.
Pengusaha, kata dia, meminta PP No 10 tahun 2012 itu direvisi dan diselaraskan dengan UU FTZ/KPBPB dengan mengecualikan Batam dalam urusan pabean.
"Kami menolak peran Bea dan Cukai yang besar," kata dia.
Jika pun ada kantor kepabeanan di KPBPB, maka seharusnya hanya mengawasi tidak menginspeksi.
Menurut dia, peniadaan peran BC akan mampu merangsang investasi di kawasan industri itu.
Hal senada dikatakan Ketua Apindo Kota Batam Oka Simatupang yang menyatakan menolak PP 10 tahun 2012.
"Bunyinya jelas. Kami menolak," kata Simatupang.
Di tempat yang sama, pengamat FTZ Syamsul Bahrum mengatakan pelaksanaan KPBPB di Batam belum berjalan.
"Kalau berjalan baik, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai dua digit, tidak seperti sekarang," kata dia.
Ia juga mengatakan peran BC juga berlebihan. "Jangan menginspeksi," kata dia.
Seharusnya, kata dia, pengawasan barang masuk tidak terlalu ketat, karena kawasan di luar pabean.
"Tidak boleh dibatasi, kecuali hal yang bisa membahayakan masyarakat," kata mantan Asisten Pemerintah Kota Batam.
(Y011/A013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar