Selasa, 5 Maret 2013 (sumber : Kepribangkit)
SETELAH beberapa perusahaan elektronik berguguran, pariwisata yang berbasis hiburan malam pun banyak gulung tikar. Kini, yang tersisa hanya shipyard. Inilah industry primadona investasi asing di Batam. Sayang, industry ini pun tak pernah sepi dari berbagai gangguan.
Data Bank Indonesia (BI) Batam menunjukkan, tahun 2012 dari total produk domestik regional bruto (PDRB) Kepri yang mencapai Rp 23.289.182,7 juta, 47,88 persen adalah kontribusi gabungan dua sektor, industry shipyard dan elektronik. Sisanya disumbang oleh sektor lain. Namun yang terus begerak naik adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang menyumbang 19,82 persen.
Data ini membuktikan, bahwa shipyard-lah primadona terakhir investasi asing di Batam. Hal ini diakui Deputi Kepala Perwakilan Bidang Ekonomi Moneter BI Batam, Uzersyah, industri shipyard masih bersinar di tahun 2012 dan diprediksi di tahun 2013 akan tetap menjadi penyumbang terbesar untuk pertumbuhan perekonomian Kepri.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri mencatat, struktur industri di Batam tahun 2012 didominasi oleh 36 perusahaan shipyard yang menyerap sebanyak 11520 tenaga kerja. Jumlah itu terus bertambah. Badan Pengusahaan (BP) Batam mencatat, pada tahun 2012 terdapat 12 investor yang merealisasikan usaha shipyardnya di Batam. Sebanyak 1.333 tenaga kerja yang terserap oleh perusahaan tersebut.
“Awal 2013 ini ada satu lagi investor shipyard yang realisasi. Aplikasinya tahun 2008 tapi baru terealisasi tahun ini,” ujar Kasubdit Humas BP Batam, Ilham Eka Hartawan, akhir pekan lalu.
Sampai dengan awal 2013 ini, sejumlah 49 industri shipyard di Batam tidak hanya menghidupi tenaga kerjanya. Pemerintah Kota Batam pun ikut menikmati hasilnya. Terutama, dari segi penyerapan tenaga kerja. Jika diilustrasi, anggaplah 1 orang pekerja menghidupi 3 orang. Berapa jumlah warga Batam yang menggantungkan hidup dari shipyard. Batam tanpa industry shipyard, setidaknya 12.853 orang akan menganggur. Paling tidak, sebanyak 12.853 s/d 46.080 orang akan terlantar. Sudah pasti, Pemerintah Kota Batam akan kehilangan berbagai pemasukan pajak.
Menurut Ilham, nilai total investasi baru industri shipyard di Batam pada tahun 2012 yaitu US$ 3.280.073.388. Drydock World Dubai diakui Ilham sebagai perusahaan shipyard terbesar di Batam saat ini dengan nilai investasi terbesar. “Investor shipyard di Batam didominasi oleh negara Singapura dan Malaysia. Dari Australia juga ada,” ujar Ilham.
Salah satu bukti primadonanya shipyard, Drydocks World and Maritime World (DWMW) Dubai, akhir bulan lalu memperluas usaha dalam bentuk komitmen kerja sama investasi sekitar 2,5 milyar dollar AS serta sarana fasilitas galangan kapal di Batam.
Komitmen ini tertuang dalam Nota Kesepahaman untuk kerja sama joint venture antara Drydocks World and Maritime World Dubai, PEA dan PT Bina Bangun Bahari (BBB), Indonesia, Group dari perusahaan Sentra Bangun Harmoni, demikian Konsul Fungsi Pensosbud KJRI Dubai, Adiguna Wijaya.
Kerjasama ditandatangani oleh Chairman DWMW Khamis Juma Buamim, dan Mohamad Indra Permana, serta Presiden Direktur, Jubilant A. Harmidy, selaku Direktur BBB Group, pada peresmian Dubai Council of Marine and Maritime di gedung Maritime Business Center, Dubai Maritime City, Dubai.
Acting Konsul Jenderal RI Dubai, Heru Sudradjat menjadi saksi dan menandatangani MoU yang antara lain menyepakati kerja sama eksklusif antara kedua pihak dalam pengelolaan properti seluas 178 hektar milik DWMW yang berlokasi di Batam, dengan skema investasi joint venture senilai sekitar 2,5 milyar dollar AS, menyatakan KJRI Dubai sejak awal telah turut aktif memfasilitasi penjajakan kerja sama investasi ini.
Sementara itu, Khamis Buamim menyampaikan apresiasi dan harapan positif atas prosposal kerja sama joint venture dengan BBB Group yang dinilainya sangat visible dan feasible. Proyek kerja sama investasi ini akan dapat memberikan keuntungan tidak hanya bagi kedua pihak, namun juga bagi mitra bisnis yang bekerja sama mengoptimalkan pengolahan properti serta pembangunan ekonomi di Indonesia.
Meski primadona, industry yang satu ini pun masih menghadapi berbagai kendala. Diantaranya adalah persoalan ketersediaan lahan, perlawanan masyarakat nelayan, gangguan aksi demo buruh dan gangguan dari oknum aparat keamanan serta pejabat lokal. Apakah akan kita biarkan saja industry primadona yang tersisa ini bernasib seperti investasi asing yang gulung tikar? (sas/nurul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar